Friday, July 29, 2011

Cara merubah tampilan chat facebook ke tampilan lama

Hai sahabat Pemikir Cerdas
facebook sekarang ada tampilan baru, khususnya tampilan chatnya. Pada tampilan facebook yang baru ini semua teman yang online g bisa ditampilkan seluruhnya. Nah bagi sahabat yang mau mengembalikan tampilan facebook itu bisa kita lakukan. Sahabat bisa lihat teman sahabat yang online seluruhnya untuk dapat mengembalikan tampilan chat dengan tampilan chat yang lama sahabat bisa dapatkan dimengembalikan tampilan facebook. Setelah sahabat klik mengembalikan     tampilan facebook,sahabat bisa lihat apa yang terjadi. Sahabat bisa lihat semua teman sahabat yang online. Sebelum sahabat mencobanya sahabat harus terlebih dahulu login facebook agar nantinya sahabat bisa lansung menikmati chatnya.Selamat mencoba sahabat.

Monday, July 25, 2011

Saya Tidak Tahu


Sahabat jika hanya dikatakan cerdas  sebagai tolak ukur untuk mengetahui sagalanya. apakah itu benar?
Menjadi cerdas, tidak berarti mengetahui segala jawaban.
Terkadang,jawaban paling cerdas yang anda dapat katakan adalah "Saya tidak tahu".

Diperlukan rasa percaya diri dan kecerdasan extra untuk mengakui ketidak tahuan anda. Dan saat anda melakukannya, anda sedang dalam proses mempelajari jawaban sesungguhnya.

Seringkali. karena alasan kebanggaan dan mencegah rasa tidak aman,kita mengatakan tahu, padahal kita tidak tahu.

Lewat cara ini, kita telahmenyia-nyiakan kesempatan untuk belajar lebih lanjut.

Percayalah, tidak ada salahnya anda tidak mengetahui suatu hal.

Bagian penting dari kebijaksanaan adalah mengetahui batas pengetahuan anda. Mengetahui apa yang anda tahu dan apa yang anda tidak tahu.

Orang yang benar-benar cerdas adalah orang yang tahu dan mengerti,bahwa tak semua pertanyaan dapat ia jawab.

Orang yang benar-benarcerdas, adalah orang yang mau bertanya, mau belajar, mau bertumbuh.

Gunakan pengetahuan yang anda miliki, dan miliki pengetahuan yang andaperlukan. Itu adalah jalan terbaik yang dapat anda tempuh.

Belajar Dari Kesalahan


Sahabat selama ini pernah melakukan kesalahan? Jangan menganggap kesalahan itu sebagai  penyesalan tapi jadikan kesalahan itu sebagai pelajaran kita untuk masa yang akan datang sahabat.
Pikiran manusia memang sulit untuk dikendalikan, Dalam hidup, terkadang kita banyak mengunakan pembenaran untuk hal yang sebenarnya salah / kurang baik, dalam hal ini adalah karena untuk pembelaan terhadap diri sendiri.Dan terkadang kita tidak dapat melihat kebenaran dan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain, yang dalam hal ini dikarenakan oleh iri hati atau ketidaksukaan pribadi.Sulitnya melihat kebaikan sebagai kebaikan, kesalahan sebagai kesalahan.semua dikarenakan sangat sulit untuk menilai diri sendiri,Sulit membangkitkan kebaikan di dalam diri, dan sulit mengendalikan kesalahan diri sendiri.

Apapun itu selama kita dapat mempelajari sifat-sifat kita, menyadari semua kesalahan kita, dan berusaha untuk mengubah diri kita kearah yang benar dan positif, semua adalah baik adanya dalam hidup kita.Tidak ada orang yang selama hidupnya tidak pernah berbuat kesalahan, tetapi kita dapat belajar dari kesalahan. Apapun harus dapat diterima, apapun harus mau dipelajari ( dalam konteks hal yang positif ). maka kita akan menjadi lebih baik lagi.

Walaupun sulit tetapi harus di praktekkan, jangan berhenti sampai ditengah jalan harus berjuang agar hidup kita menjadi lebih baik dan lebih baik lagi ( better and better).mari kita bersama-sama melangkah dalam kemajuan hidup bukan sebaliknya.Sadari semua orang memiliki kelebihannya sendiri, memiliki kekurangannya sendiri dan harus terus berusaha untuk bersama-sama saling mendukung dan memotivasi.

Ini ada cerita renungan tentang seekor anak burung unta yang ingin belajar terbang,. Dia merasa malu karena orang tuanya dan kelompoknya tidak bisa terbang, sedangkan sejak dilahirkan dia sering sekali mengamati burung-burung lain yang dapat terbang kesana-kemari.Sedangkan hidup mereka hanya bisa berlari kesana-kemari, menari dan berputar-putar.Akhirnya ketidakpuasan akan hidup pun melanda dirinya.

Dia pun pergi meninggalkan komunitasnya dan berguru pada burung gereja. Kawanan burung gereja pun menertawakannya dan mereka meninggalkan anak burung unta itu sendirian.Anak burung unta tersebut pantang menyerah, terus mencari guru baginya untuk bisa terbang, dan pergi menemui kawanan burung beo, burung beo pun berkata: ”Aku sejak lahir sudah punya sayap, tetapi aku hanya dilatih untuk bicara, hidup dalam kandang bagaimana bisa terbang, orang membutuhkan suaraku, bukan keindahanku dalam mengepakan sayapku.”

Lalu anak burung unta tersebut, masih penasaran dengan guru yang mungkin dapat membantunya belajar terbang dia pun mencari burung elang, Burung elang dengan sombongnya berkata:” Lihat badanmu yang begitu besar, bagaimana kau bisa membawa badanmu yang berat itu untuk mengarungi angkasa raya? Sudah jangan bermimpi…. Pulang saja sana!”Masih pantang menyerah dan pergi menemui burung nazar (burung pemakan bangkai).

Lalu Kawanan burung nasar itu senang dengan hadirnya burung unta yang bodoh itu sebab dia adalah santapan lezat untuk mereka. Mereka pun berkata: ”Hai anak burung, Kami akan mengajarimu terbang, tetapi kamu harus terbang dari puncak bukit ini dan terjun ke jurang dibawah sana dengan mengepakan sayapmu. Sekarang belajar dulu di daratan ini untuk mengepakan sayapmu, kemudian berlari sekuat tenaga untuk terbang melewati puncak tebing ini sampai di puncak tebing seberang ”

Apa yang terjadi? Burung onta itu jatuh ke dalam jurang dan menjadi mangsa empuk bagi para burung nazar yang kemudian berpesta pora.Seandainya burung unta itu mendengarkan nasihat orang tuanya, maka ia akan baik-baik belajar tarian burung unta, dan akan hidup dengan bahagia menghibur semua orang di kebun binatang dengan keanggunan tariannya, membuat dirinya dihargai sebagai burung ‘balerina’ dan ‘penari handal’, atau pun sebagai ‘burung pelari marathon’ . Tetapi semua berubah mengenaskan karena kebodohannya dan ketidakpuasan dirinya.

Think about your future possibilities and the fact that your potential is virtually unlimited. You can do what you want to do and go where you want to go. You can be the person you want to be. You can set large and small goals and make plans and move step-by-step, progressively toward their realization.

Jangan Jadikan Takdir Sebagai Kambing Hitam

Sahabat ini ada cerita yang menarik ,cerita ini bisa jadi motivasi untuk kita sahabat.
Sering kita mendengar orang yang selalu gagal dalam mencapai kesuksesan hidup  berkata, ” Ini sudah takdir saya, dan saya harus ikhlas menerimanya.”
Benarkah orang tersebut gagal karena memang dia sudah ditakdirkan hidup sebagai seorang pecundang ?.

Ketika ada yang tidak naik kelas, apakah memang takdrinya ? ataukah dia yang tidak mau belajar dengan tekun ?

Ketika ada pengusaha yang jatuh bangkrut, apakah itu sudah takdirnya ? ataukan dia yang kurang kreatif dan inovatif sehingga perusahaannya kalah bersaing dengan perusahaan kompetitornya ?

Ketika ada selebrity yang sudah beberapa kali mengalami kegagalan dalam membina kehidupan  rumah tangga, apakah itu karena takdir yang harus dijalaninya ataukah karena selebrity tsb tidak memiliki tekad dan komitmen yang tinggi untuk mempertahankan keutuhan keluarganya ?

Yang jelas tulisan ini tidak bermaksud memanipulasi pengertian takdir sebagai suatu bentuk keimanan kepada Tuhan. Akan tetapi lebih kepada Takdir jangan selalu dijadikan tumbal sebagai pembenar atas kesalahan kita dalam menyikapi pasang surutnya kehidupan.

Hidup akan terus berjalan ” Live is go on”, permasalahannya adalah bagaimana kita menyikapi setiap permasalahan hidup yang muncul dan  tetap bisa tampil sebagai pemenang.

Untuk bisa menjadi pemenang kita wajib memiliki mental sebagai pemenang atau jawara.

Seorang pemenang akan selalu optimis dan penuh harapan menatap masa depan meskipun harus mendaki bukit yang terjal dan lembah yang curam.

Seorang pemenang melihat setiap permasalahan sebagai suatu tantangan untuk dipecahkan dan bukan untuk dihindari.

Menurut Vincent T, Lombard “ Perbedaan antara seorang pemenang  (Winner) dengan seorang pecundang (Looser) bukanlah karena kurangnya kekuatan atau kurang pengetahuan tetapi karena kurangnya kemauan”

Seorang pemenang  akan mendudukkan ” Takdir ” sebagai suatu hubungan sebab akibat dan bukan hanya sebagai hasil akhir dari sebuah perjuangan yang panjang dan melelahkan.

Tapi apa sih sebenarnya takdir itu ?

Takdir adalah ukuran atau takaran. ”Takdir adalah hukum Tuhan yang diberlakukan untuk kehidupan manusia dan alam raya. Kata takdir (taqdir) terambil dari kata “qaddara” berasal dari akar kata “qadara” yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran.

Jika Anda berkata, ʺAllah telah menakdirkan demikian,ʺ maka itu berarti, ʺAllah telah memberi kadar, ukuran, atau batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk‐Nya”.

Kalau melihat praktek sehari‐hari, saya melihat bahwa yang menjadi masalah bukan bagaimana takdir itu dipahami atau diartikan. Ini sepertinya sudah “muttafaqun alaih” atau sudah kita sepakati bersama.

Lalu apa yang menjadi masalah?

Yang menjadi masalah adalah bagaimana orang memahami posisi dirinya dalam takdir Tuhan. Bagaimana orang meletakkan dirinya dalam lingkaran takdir Tuhan itulah yang membedakan orang per‐orang. Ini terjadi ketika kita membawa konsep takdir ini untuk menjelaskan nasib kita. Nasib di sini terkait dengan warna‐warninya keadaan diri kita, misalnya: sukses‐gagal, sengsara‐bahagia, berpenghasilan banyak dan berpenghasilan sedikit, maju‐mundur, menang‐kalah, dan seterusnya.

Sebagai ilustrasi adalah, adanya orang yang mengangkat atau memposisikan dirinya sebagai “sebab” atau “penyebab” (the cause) dalam takdir Tuhan. Tetapi ada juga orang yang memposisikan dirinya sebagai “akibat” (the effect) dalam takdir Tuhan.

 Jika kita tahu, sadar dan yakin bahwa seluruh nasib yang kita terima hari ini (nasib karir, nasib studi, nasib usaha, nasib keluarga, dst) adalah akibat (langsung dan tidak langsung) dari pilihan‐pilihan yang telah kita ciptakan di masa lalu, maka kita telah memposisikan diri kita sebagai penyebab (the cause). Kita adalah penyebab dari nasib kita.

Sebaliknya, jika kita meyakini bahwa seluruh nasib hidup yang kita terima hari ini merupakan takdir Tuhan (bukan karena pilihan kita), maka di situ kita telah memposisikan diri sebagai akibat (the effect). Pemahaman kita tentang takdir itu kita angkat sebagai sebab (penyebab) dan kita memposisikan diri sebagai akibat.

Pertanyaannya adalah, apakah anda menjadi Penyebab ataukah anda menjadi Akibat?

Kata orang bijak, hidup ini adalah pilihan (life is choice). Terkait dengan ini, kita pun boleh memilih antara memposisikan diri sebagai Penyebab dan boleh pula memposisikan diri sebagai Akibat. Namun demikian, satu hal yang tidak bisa kita pilih adalah konsekuensinya.

Jika kita memilih sebagai Penyebab, maka kita mempunyai otonomi pada diri kita, tetapi kalau kita memilih sebagai Akibat, maka dengan sendirinya otonomi itu hilang. Berbagai studi membuktikan bahwa orang yang punya otonomi atas dirinya jauh lebih sehat dan jauh lebih bagus nasibnya.

Hal ini juga sejalan dengan salah satu Hukum Alam yang sekarang lagi menyedot perhatian masyarakat di seluruh dunia yaitu adanya fenomena ” Hukum Daya Tarik “ atau “ The Law of Attraction” dimana dalam salah satu bukunya “The Secrets Law of Attraction”,  Jack Canfield & D.D Watkins menyatakan bahwa : “ Kita semua adalah produk dari seluruh pikiran kita yang pernah terlintas, dari yang pernah kita rasakan, dan dari tindakan yang kita ambil selama ini. Dan…..pikiran yang ada di benak kita hari ini, perasaan yang kita rasakan hari ini, dan tindakan yang kita lakukan hari ini akan menentukan apa yang akan kita alami besok”.

“Kelirulah seseorang yang hanya mengingat takdir pada saat terjadi malapetaka. Tapi, lebih keliru lagi yang mempersalahkan takdir untuk malapetaka yang menimpanya. Bagi mereka yang menutupi kesalahanya dengan dalih takdir, tidak kecil dosa yang mereka sandang.”(Prof. Quraish Shihab).

Saat  ini Krisis Ekonomi Global kembali menerjang kita, yang dimulai dari krisis yang melanda Negara Super Power Amerika Serikat yang terus berimbas keberbagai Negara, termasuk Indonesia.

Ditengah himpitan berbagai masalah ekonomi yang menimpa sebagian besar masyarakat kita tsb maka adanya krisis global tsb semakin menambah berat beban yang harus dipikul setiap keluarga untuk dapat hidup layak sebagaimana mestinya.

Namun dengan pemahaman tentang Takdir yang benar maka kita upayakan untuk dapat memposisikan diri sebagai Penyebab (The Cause)  atas nasib kita. Apa reaksi dan tindakan serta antisipasi kita atas krisis ekonomi global yang terjadi saat ini sangat menentukan kondisi dan nasib kita di masa depan.
Dengan demikian kita akan melakukan upaya-upaya maksimal untuk tetap dapat bertahan ditengah badai krisis yang sedang melanda kita.

Kita tetap optimis bahwa badai pasti akan berlalu, dan dengan tindakan-tindakan yang tepat dan terencana serta terukur maka perahu kita akan dapat tetap terus berlayar meskipun didera oleh badai dan gelombang resesi dunia yang berkepanjangan sekalipun.

Mulai saat ini mari kita tatap masa depan dengan penuh harapan.

Harapan akan membangun mimpi seseorang, dengan harapan seseorang bisa melihat dunia dengan segala keindahannya, mensyukuri keberadaan dirinya dan merasa mampu untuk tetap bertahan.

Seorang penyair menyatakan bahwa harapan itu seperti sayap burung yang mampu membawa terbang dirinya ke alam bebas untuk bisa merasakan hidup yang sejatinya.

Berbeda dengan orang-orang yang tidak mempunyai harapan, mereka akan cendrung berputus asa. Melihat dunia dari kegelapan, merasakan bahwa keberadaanya tak ada gunanya lagi sehingga banyak juga orang yang berputus asa akhirnya menyakiti diri mereka sendiri bahkan ada yang sanggup untuk mengakhiri keberadaan dirinya sendiri, dan pada ujungnya kembali Takdir yang dijadikan kambing hitam atas kemalangan hidupnya.

Dengan menyadari bahwa Takdir adalah suatu ketentuan dari Allah SWT, namun tetap merupakan konsekwensi atas segala tindakan yang telah kita ambil, maka kita akan mendudukkan usaha atau ikhtiar sebagai jalan keluar atas segala permasalahan kita, dengan tentunya tetap bersandar pada kekuatan yang jauh lebih besar dari kita, yaitu kekuatan Sang Maha Pencipta. Untuk itu doa tetap kita mohonkan agar usaha dan langkah yang kita ambil tidak hanya baik dan sesuai dengan keinginan kita, tapi juga sesuai dan cocok dengan kehendak-NYA sebagai pemilik dan penguasa alam semesta ini.

Menutup tulisan ini, saya kutipkan pendapat salah seorang intelektual muslim kita Bapak Prof. Nurchulish Madjid, “Untuk sesuatu yang masih akan terjadi atau akan dikerjakan, kita harus berbicara tentang kewajiban melakukan ikhtiar, memilih kemungkinan yang terbaik, justru berdasarkan pengertian kita tentang hukum‐hukum ketetapan Tuhan yang menguasai hidup kita, yang dalam kitab Suci disebut taqdir atau sunah Allah.” 

Seandainya Mama Boleh Memilih

Adakah sahabat yang mengalami broken home? dikarenakan kesibukan orang tua dan sering ditinggal keluar kota oleh orang tuanya. Jangan berpikir aneh dulu sahabat dengan keadaan itu. Nah berikut ada kisah yang mirip dengan ulasan kita ini. 
Suatu sore di sebuah rumah, seorang remaja putri baru aja pulang setelah seharian mengikuti pelajaran dan dilanjutkan ekskul di sekolahnya. Dan bukan hal yg mengherankan lagi kalau ia selalu mendapati rumahnya sepi tanpa penghuni kecuali Bik Inah yg lagi menyiram bunga di taman belakang. Ia tau. Pastilah Papanya masih sibuk di kantor, dan Mamanya selalu pulang malem ngurusin usaha konveksinya. Sedangkan kakak satu-satunya hanya pulang seminggu sekali karena harus menyelesaikan kuliahnya di luar kota.

Sebut saja ni anak, Ratih namanya. Seperti biasa sebelum masuk, Ratih selalu menggesekkan alas sepatunya di atas doormat di depan pintu. Segera ia membuka pintu, menutupnya lagi dan kemudian masuk ke dalam kamar.
Tanpa melepas seragam, dia melempar tubuhnya di atas springbed. Sebuah diary kecil ia raih dari saku tas sekolah. Kata demi kata ditorehkannya di lembar-lembar putih itu. Ia tumpahkan segala kekecewaan atas kesibukan orang tuanya dan segala kepedihan serta kesepiannya selama ini. Di raut wajahnya jelas terpancar sebuah kekecewaan yg begitu mendalam.

"ya Allah... kenapa kedua orang tuaku lebih mementingkan pekerjaannya ketimbang aku anaknya? Kenapa ya Allah..?
Papa... Mama... tahukah kalian? Betapa bahagianya aku andaikan kita semua bisa selalu berkumpul, menikmati teh bersama di teras rumah... sambil memandang langit senja yg memerah... tidakkah kalian menginginkan itu Pa...? Ma...?"

Ratih masih terus larut dalam air matanya yg mulai jatuh membasahi dan melunturkan tulisannya, ketika BB barunya berdering nyaring.

"iya Ma... kenapa??" jawab Ratih malas-malasan.

"udah mandi, Sayang..?"

"belum."

"udah makan..??"

"dah tadi di skul."

"hmmm... keliatannya anak Mama lagi sewot ni... kenapa Sayang..? tadi ada masalah ya di sekolah? bilang sama Mama, mungkin Mama bisa bantu..."

"enggak... sapa juga yg sewot... nggak ada masalah apa-apa koq.."

"ya udah... kalo Ratih nggak mau cerita sekarang, ntar aja kalo kita udah ketemu di rumah. Sekarang Ratih mau kan tolongin Mama? tolong kamu ganti air bunga tuberose di kamar Mama ya... tadi pagi Mama lupa menggantinya."

"iya..."

"hati-hati gucinya jangan sampai pecah... dan ingat..! jangan nyuruh Bik Inah..!"

Setelah melempar BBnya di kasur, segera Ratih bergegas menuju kamar Mamanya dan kemudian membawa guci yg berisi bunga tuberose itu ke keran air di belakang rumah. Setelah itu, dia bawa lagi guci bunga itu kembali ke kamar.
Dan pada saat itulah mata Ratih menangkap sesuatu tergeletak di atas meja rias Mamanya. Sebuah Buku Catatan..! Catatan Mamanya. Buku itu masih dalam keadaan terbuka dan sebuah Pena pun masih menempel manis di atasnya.
Perlahan sekali Ratih mulai menyimak kata demi kata yg berserak di lembar-lembar Buku Catatan itu.

"Anakku... bila Mama boleh memilih, apakah Mama berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu, maka Mama pasti akan memilih mengandungmu...
Karena dalam mengandungmu Mama merasakan keajaiban dan kebesaran Allah. Sembilan bulan, Nak... kamu hidup di perut Mama, kamu ikut kemanapun Mama pergi, kamu ikut merasakan ketika jantung Mama berdetak karena bahagia,
kamu menendang rahim Mama ketika kamu merasa tidak nyaman karena Mama kecewa dan berurai air mata...

Anakku... bila Mama boleh memilih apakah operasi caesar atau Mama harus berjuang melahirkanmu... maka Mama pasti akan memilih berjuang melahirkanmu...
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga. Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat Mama rasakan. Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua. Malaikat tersenyum di antara peluh dan erangan rasa sakit yg tak pernah bisa Mama ceritakan kepada siapapun.

Dan ketika kamu hadir, tangismu memecah dunia. Saat itulah saat yg paling membahagiakan buat Mama. Segala sakit dan derita sirna, sesaat setelah melihat dirimu yg memerah. Mendengarkan Papamu mengumandangkan adzan, kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu.

Anakku... bila Mama boleh memilih apakah Mama berdada indah atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu... maka Mama pasti akan memilih menyusuimu.
Karena dengan menyusuimu Mama telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan-tegukan yg sangat berharga. Merasakan kehangatan bibir dan badanmu di dada Mama dalam kantuk Mama, adalah sebuah rasa luar biasa yg orang lain tak kan pernah bisa ikut merasakan.

Anakku... bila Mama boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat, atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle, maka Mama pasti akan memilih bermain puzzle bersamamu. Camkan itu baik-baik, Anakku...

Tetapi ada satu hal yg sepertinya kamu harus tahu... hidup ini memang pilihan. Dan jika dengan pilihan Mama ini, kamu merasa sepi dan merana... maka maafkanlah, Nak...
Maafin Mama... Maafin Mama...

Percayalah... Mama sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yg hilang.
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka Mama juga. Kamu akan selalu menjadi belahan jiwa Mama...
Percayalah Nak... Mama sangat menyayangimu."

Ratihpun tak kuasa lagi menahan linangan air matanya. Kalo tadi hanya menetes satu dua, sekarang ia biarkan itu semua jatuh menetes dan membasahi Catatan Mamanya. Ratihpun menangis tanpa mampu tuk menghentikannya, sampai akhirnya sebuah tangan lembut menyentuh pundaknya dari belakang,

"Mama..??"

"iya Sayang... Mama udah ada disini sejak tadi..."

Tangis Ratih pun bukan makin berhenti tapi malah makin menjadi meski pelukan Mamanya terasa begitu menenangkan kegundahannya.

"Ya Allah, karuniakanlah Mamaku semulia-mulia tempat di sisi-Mu. Karena dia memang layak untuk itu. Ampuni dosa-dosanya ya Allah... Kebaikan dia lebih banyak dari pada kesalahannya. Dan akupun sangat menyayanginya..."

Makna Sepuluh Ribu Rupiah

Sahabat Apakah uang 10 ribu itu berarti bagi sahabat smua? Sulitnya mencari uang pada zaman ini membuat orang rela melakukan apapun sahabat.
Sepuluh ribu rupiah. Kira-kira kalau sahabat memegang duit dengan sejumlah itu atau sisa yang ada Cuma segitu, apa yang ada dalam pikiran sahabat..? besaran duit Rp 10, 000 itu kategori besar atau kecil ?

Nah dewasa ini, kebanyakan dari orang-orang terutama yang telah bekerja disebuah perusahaan besar atau mempunyai usaha yang besar, tentunya duit Rp 10,000 ini adalah duit yang sangat kecil dibandingkan pendapatan dari kerjanya juga usahanya.

Umumnya Rp 10,000 ini digunakan untuk pembelian apa saja sih..?
rokok sebungkus, warnet 4 jam, ngemil eskrim, atau beli DVD

Tahukah kamu, bagi masyarakat kalangan sederhana atau kecil, duit Rp 10,000 ini mereka memperoleh dengan susah payah?

Tahukah kamu, banyak masyarakat kecil yang untuk memperoleh Rp 10,000 mesti dulu menunggu sampai beberapa hari..?

Mudah-mudahan ilustrasi dibawah ini, bisa memberi pencerahan tentang perolehan Rp 10,000 tadi

Penambang Belerang
Mereka hanya mendapat uang Rp.300/Kg dari belerang yang mereka angkut dengan jarak yang ditempuh mengangkat beban kiloan meter. Untuk mendapat upah Rp 10.000 mereka harus mengangkat belerang 33kg belerang. Bayangkan, apabila kamu menjadi penambang berelang ini? Sanggup?

Buruh Pemecah Batu
Buruh pemecah batu kali yang digunakan tersebut mendapat upah Rp 1.250 perkeranjang batu, dalam satu hari bisa mendapatkan upah Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu dengan menggunakan tenaga yang tidak sedikit. Bayangkan kamu jika menjadi pemecah batu ini? Sanggup?

Pengangkut Pasir 
Dalam sehari bisa mengumpulkan sebanyak satu truk pasir berukuran sedang dan dihargai 50 ribu rupiah. Hasil penjualan ini, kemudian dibagi berempat setelah dikurangi jatah untuk juragan pasir. Setidaknya masing-masing penambang bisa mengantongi upah 10 ribu rupiah. Namun saat musim kemarau, seakan menjadi ujian berat bagi para penambang. Untuk memenuhi pesanan pasir sebanyak satu truk berukuran sedang saja, mereka dapat memenuhinya dalam waktu semingggu. Disaat-saat seperti inilah, mereka harus pandai menyiasati hidup, mengatur pengeluaran sebijak mungkin. Bayangkan kamu jika menjadi pengakut pasir sudah cukup bijak kah untuk mengatur pengeluaran dari hasil Rp 10,000? Sanggup?

Pemetik Daun Teh
Mereka harus mengumpulkan 20 hingga 50 kg pucuk teh. Setiap kilonya dihargai oleh pihak perkebunan Rp 325.
Tentunya bisa dibayang bukan, harus mengumpulkan 50 kg daun teh?

*****

Nah, ilustrasi-2 tadi adalah hanya sebagian kecil jumlah penduduk di negeri tercinta kita ini yang berpenghasilan dibawah rata-rata

Dear Sahabat .....
Apa yang mereka makan? sementara mereka harus memikirkan biaya sekolah anak mereka, pakaian, susu juga uang jajannya

Masihkah diantara kita yang slalu menghamburkan harta dengan percuma yang di miliki?
Masihkah harus ada kesenjangan sosial diantara kita?
Masihkah kita berpikir dua kali untuk membantu saudara kita?
Masihkan tegakah kita melihat mereka menderita?

Nah Mukjizat memberi dari Tuhan itu ada loh.
Yuk saling memberi satu sama lain, rejeki yang dikeluarkan untuk memberi, percayalah Tuhan akan memberi berlipat ganda bahkan hingga berlimpah rejeki untuk kamu yang memberi.

Saturday, July 23, 2011

Awan Air Terbesar Sejagad Raya

 Sahabat Pemikir Telah ditemukan awan air terbesar sejagad raya sahabat.
Para ilmuwan baru-baru ini berhasil menemukan massa air raksasa terbesar dan tertua di jagad raya.

Massa air berbentuk awan itu, berusia 12 miliar tahun dan diperkirakan mengandung massa air  yang besarnya 140 triliun kali lipat dari seluruh massa air yang ada di bumi.

Awan uap air itu dikelilingi oleh sebuah lubang hitam supermasif yang dikenal dengan quasar, berada di lokasi yang berjarak sekitar 12 miliar tahun cahaya dari Bumi.

Seperti dikutip stasiun berita MSNBC, para ilmuwan mengatakan bahwa temuan ini membuktikan bahwa air telah ada sejak awal keberadaan jagad raya

"Karena cahaya yang kita lihat meninggalkan kuasar itu lebih dari 12 tahun cahaya, kita melihat kehadiran air hanya sekitar 1,6 milar setelah awal dari jagad raya," ujar Alberto Bolatto, salah seorang peneliti dari University of Maryland lewat sebuah pernyataan.

"Penemuan ini menandai keberadaan air semiliar tahun lebih dekat dengan peristiwa dentuman besar," kata Bolatto.

Quasar adalah obyek bercahaya dan paling energetik di alam raya. Kuasar ditenagai oleh lubang hitam besar yang menghisap gas-gas dan debu di sekitarnya lalu memuntahkan energi dalam jumlah ebsar.

Para tim astronom berhasil mendeteksi dan mengkonfirmasi keberadaan awan air itu di sekeliling quasar, melalui dua teleskop berbeda, satu di Hawaii dan satu lagi di California.

Peneliti memperkirakan, bahwa uap air itu terbentuk di awal kemunculan alam raya. Jadi, penemuan awan tua ini tida terlalu mengagetkan mereka. "Ini adalah bukti selanjutnya di mana air  meresap ke seluruh alam semesta, bahkan di saat-saat yang sangat awal," ujar pemimpin penulis riset, Matt Bradford, dari Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena, California.

Berwujud Es

Quasar APM 08279+5255  mengandung uap air yang besarnya 4.000 kali lebih besar daripada galaksi Bima Sakti, kata para peneliti. Hal ini mungkin dikarenakan banyak air di galaksi Bima Sakti yang berwujud es, bukan uap.

Uap air di quasar didistribusikan ke sekitar lubang hitam masif di wilayah yang panjangnya mencakup ratusan tahun cahaya. Awan tersebut memiliki suhu minus 63 derajat Fahrenheit (-17,2 derajat celsius), namun, atmosfer bumi memiliki kepadatan yang 300 triliun kali lebih padat daripada awan tersebut.

Setidaknya, awan itu lima kali lebih panas, dan 10 sampai 100 kali lebih padat daripada apa yang biasa dijumpai di galaksi-galaksi, termasuk Bima Sakti, kata para peneliti. Awan air itu juga mengungkap info penting lain tentang quasar.

Pengukuran uap air dan molekul-molekul lain seperti karbon monoksida, mengungkap kemungkinan bahwa terdapat jumlah gas yang cukup bagi lubang hitam untuk berkembang hingga sekitar enam kali dari ukuran sebelumnya. Temuan ini akan segera dipublikasikan pada Astrophysical Journal Letters. (ren)

Thursday, July 21, 2011

Kemauan dan Keyakinan

Sahabat Jika kita memiliki kemauan dan keyakinan dalam melakukan suatu pekerjaan, maka dengan izin yang kuasa pekerjaan itu akan terasa libih mudah dan lancar dalam pelaksanaannya sahabat.
Bersyukurlah kalian atas apa yang telah diberikan Allah SWT kepada kalian . Karena tidak setiap orang dapat merasakan nikmat memiliki kelengkapan tubuh seperti kalian . Namun ingatlah , besok , lusa atau satu detik dari sekarang Allah SWT dapat mencabut salah satu nikmat itu . Oleh karena itu , gunakanlah nikmat tersebut untuk hal – hal yang bermanfaat , tentunya untuk kebaikan terhadap sesama . Tapi , janganlah kalian berputus asa atas apa yang telah di berikan Allah SWT kepada kalian , karena yang pasti Allah maha tahu apa yang terbaik untuk kita . ?

Pada cerita kali ini saya terinspirasi dari saudara kita yang kurang beruntung , namun saya sangat kagum kepada mereka . Karena belum tentu kita yang sempurna ini dapat melakukan hal seperti apa yang mereka lakukan .

Cobalah renungi sejenak , apabila satu hari saja kedua mata kita ini ditutup , begitu banyak hal yang mudah dilakukan akan terasa sangat sulit . Contohnya , Bagaimana kita bisa membaca jika kita tidak melihat tulisan ? Bagaimana kita bisa berjalan ke suatu tempat jika kita tidak bisa melihat jalan ? Dan masih banyak bagaimana – bagaimana lainnya jika saya jabarkan satu persatu yang biasa mudah kita lakukan akan terasa sulit .

Dan cobalah renungkan sekali lagi , Jika kita tidak dapat melihat seumur hidup kita , apa yang akan kita lakukan ? Kebanyakan orang yang mengalami ini akan putus asa dan mengambil jalan pintas saja seperti bunuh diri . Naudzubillahiminzalik .

Namun saya sungguh kagum kepada saudara – saudara kita yang sejak lahir tidak dapat melihat indahnya dunia ini . Berbeda dengan kita , Kita yang di anugerahi kesempurnaan oleh Allah SWT , bisa melihat dan merasakan indahnya dunia ini . Kita bisa melihat Matahari , Bulan , Pantai , Danau , Gunung , Pohon – pohon yang menjulang tinggi , wajah yang tampan , wajah yang cantik , dan banyak sekali ciptaan – ciptaan Allah SWT yang takkan pernah habis jika kita berfikir . Tapi sangat disayangkan , nikmat yang Allah berikan kepada kita terkadang lebih banyak dilakukan untuk hal – hal yang tidak bermanfaat dan menjurus kemaksiatan .

Namun disinilah Allah SWT memberikan nilai positif kepada saudara kita itu . Allah SWT tidak ingin jika orang – orang tersebut melihat hal – hal yang tidak bermanfaat dan akan di siksa di hari akhir nanti .

Namun bukan hal itu yang akan saya sampaikan pada cerita saya kali ini .
Saudara kita itu sudah terbiasa berjalan kesuatu tempat tanpa harus tersesat dan dapat pulang kembali kerumahnya walaupun ia tidak melihat . Padahal banyak sekali hal – hal yang akan menghalanginya untuk dapat sampai ketempat tujuan . Seperti , jatuh ke suatu lubang , tersandung batu , membentur tembok , menabrak pagar , bahkan hal yang dapat mecelakan dirinya . Namun semua itu tidak menjadi halangan baginya .

Mengapa demikian ?

Kita bisa mengambil nilai positif dari cerita diatas .
Dalam hidup ini , kita selalu ditakutkan oleh sesuatu yang belum terjadi . Kita bisa mengibaratkan mimpi kita adalah tempat yang di tuju saudara kita . Dan rintangan yang akan menghalangi saudara kita untuk sampai ketempat tujuaannya adalah tantangan untuk mewujudkan mimpi kita .

Kemauan untuk mewujudkan mimpi kita belum cukup jika tidak adanya keyakinan dalam mengarunginya .

Adanya kemauan dari dalam diri adalah modal utama untuk mewujudkan mimpi kita . Kemauan dari dalam diri akan terwujud jika kita benar – benar menjalani dan merencanakannya dengan matang . Sehingga kita bisa dengan mudah mewujudkan mimpi kita .

Sedangkan keyakinan adalah motivasi dari dalam diri kita bahwa kita akan menggapai mimpi kita .

Walaupun banyak sekali rintangan untuk mendapatkannya . Layaknya saudara kita tadi saat berjalan menuju suatu tempat , ia bisa saja tersesat , jatuh , bahkan mencelakakan dirinya . Namun walaupun begitu ia tetap yakin dan tegar , bahwa ia pasti dapat mencapai tempat tersebut .

Begitu pula hidup ini , walaupun gagal ada di depan mata kita . Dengan keyakinan kita bisa meraih mimpi kita . Yakinlah Allah selalu bersama kita , Sehingga tidak ada rasa takut dalam diri kita . Yakinlah bahwa Allah akan menolong kita , dan akan mengulurkan tangan-Nya jika kita terjatuh .

Walaupun kita gagal menggapainya , ingatlah bahwa kita hanya terjatuh . Kita bisa bangkit kembali dan terus berjalan menuju mimpi kita . ?

Ikhlaskanlah Seluruhnya

Sahabat cerdas, cerita ini penuh makna yang dalam ,hayati dan renungkan dari cerita ini sahabat.
Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia lima tahun. Pada suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket. Ketika sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan, tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik. Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya.

Tapi… Dia tahu, pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia sudah berjanji : Tidak akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli. Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki ber-renda yang cantik.

Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya bertanya : “Ibu,bolehkah Anisa memiliki kalung ini ? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi… ” Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa.Dibaliknya tertera harga Rp 15,000. Dilihatnya mata
Anisa yang memandangnya dengan penuh harap dan cemas. Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia tak mau bersikap tidak konsisten…

“Oke … Anisa, kamu boleh memiliki kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi. Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu, Ibu akan potong uang tabunganmu untuk minggu depan. Setuju ?” Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya.”Terimakasih…, Ibu”

Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalungitu membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak pernah lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur. Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau berenang. Sebab, kata ibunya, jika basah, kalung itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau…
Setiap malam sebelum tidur, Ayah Anisa akan membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu malam, ketika selesai membacakan sebuah cerita, Ayah bertanya “Anisa…, Anisa sayang ngga sama Ayah ?”
“Tentu dong… Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah !”
“Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu…”
“Yah…, jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil “si Ratu” boneka kuda dari nenek… ! Itu kesayanganku juga”
“Ya sudahlah sayang,… ngga apa-apa !”
. Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar Anisa.

Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi, “Anisa…, Anisa sayang nggak sih, sama Ayah >?”
“Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah ?”.
“Kalau begitu, berikan pada Ayah kalung mutiaramu.”
“Jangan Ayah… Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie ini.. “
Kata Anisa seraya menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya bermain.

Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk kekamarnya, Anisa sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua tangannya tergenggam di atas pangkuan.
Dari matanya,mengalir bulir-bulir air mata membasahi pipinya…
“Ada apa Anisa, kenapa Anisa ?”
Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangan-nya. Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya ” Kalau Ayah mau… ambillah kalung Anisa”

Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan sebentuk kalung mutiara putih… sama cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa…
“Anisa… ini untuk Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau”
Ya…, ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.

Demikian pula halnya dengan TUHAN terkadang Dia meminta sesuatu dari kita, karena Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik.

Namun, kadang-kadang kita seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa : Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat berharga, dan oleh karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangan…

Pojok Nakal

Cerpenhik kali ini bercerita tentang kenakalan sahabat. Seru ni ceritanya sahabat, silakan baca sahabat.

Selalu ada ruang pujian bagi diri kita namun kadang tak tersedia ruang untuk segala kesalahan kita

Ada sebuah materi menarik ketika saya menonton talk show Oprah Winfrey di television, pada suatu pagi di saat saya sedang suntuk dengan kelakuan adik bungsu saya yang masih berusia 3 tahun. Dalam talk show tersebut, Oprah menghadiran seorang bintang tamu yaitu Super Nanny, dia adalah pengasuh anak paling laris di Amerika. Konon katanya sudah ratusan kali Nanny berhasil menghadapi tingkah laku anak - anak yang 'nyeleneh' dalam arti hyperactive, kasar, nakal & susah diatur. Nanny hanya mengajarkan satu hal pada anak-anak itu, yaitu: Minta maaf & mengakui kesalahan serta berjanji tidak akan mengulanginya kembali.

Super Nanny tidak menggunakan kekerasan fisik, yang sering kita temui pada masyarakat umumnya, dalam mendidik anak-anak 'nakal' itu. Tapi dia menggunakan method, 'tempat nakal'.

Tempat Nakal bisa berupa carpet nakal, bangku nakal, atau kolong nakal. Di sekitar tempat nakal itu tidak dibangun 'benteng' berupa apapun. Jadi sebenarnya anak-anak itu bisa saja kabur namun mereka tidak bisa pergi karena Nanny mengawasi gerak-gerik mereka. Anak-anak yang bertingkah kelewat batas akan dimasukkan dalam tempat nakal itu. Mereka tidak boleh dipukul, tidak boleh dimaki kasar apalagi dibentak-bentak. Yang Nanny lakukan hanya meletakkan mereka di tempat nakal itu & diam!

Nanny tidak menghiraukan bila anak -anak itu menangis meraung, memukul-mukulnya bahkan berkata kasar padanya. Nanny hanya berkata, "kamu harus diam di sini sampai kamu sadar apa kesalahan kamu." setelah itu Nanny pergi. Dia akan kembali menghampiri anak-anak itu bila mereka berhenti menangis. Dia akan mengeluarkan mereka dari tempat nakal bila sudah meminta maaf pada orang yang telah mereka jahati.

Setelah itu, Nanny akan memeluk mereka, mengelus punggung mereka penuh kasih sayang lalu memuji tindakan mereka yang mau meminta maaf. Setelah situasi sudah sedikit membaik, Nanny mulai memberikan pengertian apa kesalahan yang telah mereka perbuat.

Aku mencoba untuk menerapkannya pada adik bungsuku yang memang sudah mulai terlihat bandel. Aku meletakkannya ke pojok nakal yang ada di dalam kamar mamaku. Aku melakukan itu karena ia memukul wajah mama dengan sangat keras ketika tidak dibelikan mobil-mobilan. Saat aku meletakkan dia di pojok nakal, ia memukulku, aku mencoba diam, meniru sikap Nanny. Adikku berontak, ia berlari keluar kamar & aku menariknya kembali ke pojok nakal. Sampai empat kali seperti itu & adikku capek sendiri.

Dia bilang aku jahat! Dia menangis sedih, sebenarnya hatiku pilu mendengar itu semua. Tapi aku tetap pada pendirianku. Setelah adikku diam dari tangis, aku menghampirinya & berspeculation, "apa Ucha tahu apa kesalahan Ucha? Ucha tahu kenapa Ucha masuk ke pojok nakal?" tanyaku dengan keyakinan kalau anak umur 3 tahun sudah paham apa yang kita katakan.
Dan adikku menggeleng. Perlahan aku menjelaskan kesalahan yang ia perbuat, aku lakukan berulang-ulang sampai aku bilang, "Ucha ngerti kalau Ucha salah?"
Ia mengangguk. Aku melanjutkan kalimatku, "kalau begitu, Ucha harus minta maaf, ya, sama mama."

"Iya... mama... maafin Ucha, ya," ujar adikku masih dengan isak tangis.
Mamaku sedang ada di ruang tamu. Aku memeluk adikku erat & membimbing dia keluar dari pojok nakal. Aku menggendongnya & membawanya ke hadapan mama.

Saat melihat mama, adikku langsung memeluk mama & berpindah tempat gendongan. Ia tidak menangis meraung lagi, hanya air matanya saja masih menitik.
"Ayo Ucha, minta maaf lagi di depan mama," ulangku.
"Ma... ma... Uchanya minta maaf..." ujar adikku yang membuat gemas.
Aku & mama menciumi pipinya. Diam-diam aku salut juga dengan caranya Nanny mendidik anak nakal. Terbukti setelah beberapa kali aku memasukkan adikku ke pojok nakal, adikku jadi lebih mudah diatur & bisa dinasehati dengan baik.
Ia tidak perlu dibentak lagi. Secara tidak langsung sikap ini bisa menimbulkan jiwa lembut pada anak serta mengajarkan anak untuk terus instropeksi diri.

Yang lebih hebat lagi, adikku sama sekali tidak takut kalau dia duduk sendirian di pojok ruangan manapun kecuali bila aku bilang, "itu adalah pojok nakal. Tempat anak nakal berada."


Sejak saat itu aku selalu memberikan ia pilihan ketika ia susah sekali disuruh makan sayur, "mau menjadi anak baik atau anak nakal? Kalau anak baik harus rajin makan sayur. Ucha anak baik atau anak nakal?"
Dan adikku selalu menjawab, "Ucha anak baik!"

Malam ini kulihat Ucha tidur terlelap setelah aku mendongenginya sebuah kisah tentang Pangeran Ucha, ya, namanya sendiri. Aku ingin ia bangga pada dirinya namun ia juga sadar pada kelemahan & kesalahannya.

Mataku terpejam. Tersersit tanya yang mengiris hati. "Apakah aku sudah seperti Ucha? Yang mampu mengakui kesalahanku sendiri? Yang berdiam diri di pojok nakal untuk instropeksi?

Nampaknya aku juga butuh duduk sendirian di pojok nakal & kita semua sebagai manusia dewasa memang butuh sesekali untuk duduk di pojok nakal. Menemukan kesalahan kita & segeralah meminta maaf. Jadi teringat sebuah syair sebelum aku terlelap malam ini.

Setiap manusia di dunia pasti punya kesalahan hanya yang berjiwa pemberani yang mau mengakui...
Betapa bahagianya punya banyak teman betapa indahnya
Betapa bahagianya bisa saling menyayangi....

Monday, July 18, 2011

Putih Sucinya Kasih

Sahabat cerita ini sangat mengharukan. Cerita ini bisa dibilang cinta sejati. Daripada sahabat penasaran yuuuk kita baca ceritanya.
Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.

Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap.Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!

Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.

Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?

Nania terkesima.

Kenapa?

Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.

Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!

Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

Tapi kenapa?

Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.

Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.

Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!

Cukup!

Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.

Mereka akhirnya menikah.

***

Setahun pernikahan.

Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.

Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.

Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.

Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!

Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.

Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.

Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?

Rafli juga pintar!
Tidak sepintarmu, Nania.

Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.

Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.

Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.

Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.

Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..

Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.

Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.

Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.

Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!

Tak imbang!

Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.

Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!

Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.

Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

Baru pembukaan satu.
Belum ada perubahan, Bu.
Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.

Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.

Masih pembukaan dua, Pak!
Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.

Bang?
Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.

Dokter?

Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.

Mungkin?
Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
Bagaimana jika terlambat?

Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.

Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.

Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.

Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.

Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.

Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.

Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.

Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.

Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..

Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.

Nania, bangun, Cinta?
Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.

Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,

Nania, bangun, Cinta?
Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.

Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.

Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.

Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?

Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.

Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.

Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.

Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.

Baik banget suaminya!
Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!

Nania beruntung!
Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.

Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!

Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.

Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.

Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi
sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.

Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat..

- Asma Nadia -
Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.

Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap.Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!

Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.

Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?

Nania terkesima.

Kenapa?

Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.

Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!

Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

Tapi kenapa?

Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.

Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.

Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!

Cukup!

Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.

Mereka akhirnya menikah.

***

Setahun pernikahan.

Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.

Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.

Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.

Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!

Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.

Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.

Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?

Rafli juga pintar!
Tidak sepintarmu, Nania.

Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.

Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.

Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.

Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.

Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..

Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.

Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.

Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.

Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!

Tak imbang!

Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.

Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!

Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.

Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

Baru pembukaan satu.
Belum ada perubahan, Bu.
Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.

Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.

Masih pembukaan dua, Pak!
Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.

Bang?
Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.

Dokter?

Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.

Mungkin?
Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
Bagaimana jika terlambat?

Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.

Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.

Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.

Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.

Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.

Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.

Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.

Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.

Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..

Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.

Nania, bangun, Cinta?
Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.

Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,

Nania, bangun, Cinta?
Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.

Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.

Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.

Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?

Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.

Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.

Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.

Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.

Baik banget suaminya!
Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!

Nania beruntung!
Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.

Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!

Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.

Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.

Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi
sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.

Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat..

- Asma Nadia -

Saturday, July 16, 2011

Dik, Ijinkan Saya Menikah Lagi

CerPenDik setia jangan berpikir negatif dlu dengan judulnya, tetapi baca dulu ceritanya .semoga bermanfaat ya untuk kita smua.
"Sayang, Abang minta izin untuk menikah lagi..,"
Aliyah yang sedang melipat kain, terdiam seketika. Mungkin terkejut. Adakah pendengarannya kian kabur lantaran usianya yang kian beranjak. Adakah dialog tadi hanya terdengar dari iklan TV, sementara TV juga dipasang. Tapi, ahh bukanlah. TV sedang menayangkan iklan Sunsilk, mustahil..
Dia menghela nafas panjang.

Dia memandang sekali imbas wajah Asraf Mukmin, kemudian tersenyum. Meletakkan kain yang telah siap dilipat di tepi, bangun lantas menuju ke dapur. Langkahnya diatur tenang. Segelas air sejuk diteguk perlahan. Kemudian dia ke bilik Balqis, Sumayyah, Fatimah. Rutin hariannya, mencium puteri-puterinya sebelum dia masuk tidur. Dulu, sewaktu puterinya masih kecil, rutin itu dilakukan dengan suaminya. Kini, anak-anak kian beranjak remaja. Kemudian, dia menengok kamar putera bujangnya yang berdua, si kembar, Solehin dan Farihin.Setelah dia kembali kepada suaminya.

Asraf Mukmin hanya diam, membatu diri. Dia amat mengenali isterinya. Jodoh yang diatur keluarga hampir 16 tahun yang lepas menghadiahkan dia sebuah keluarga yang bahagia, Aliyah adalah icon isteri solehah. Namun, kehadiran Qistina, gadis genit yang bekerja sebagai sekretaris dikantornya benar-benar membuatkan dia lemah.

"Kamu mampu Asraf, dengan gaji kamu, aku rasa kamu mampu untuk beri makan 2 keluarga," sokongan Hanif, teman sekantor menguatkan lagi keinginan apabila dia berbicara dengan Aliyah.

" Abang Asraf, Qis tak kisah. Qis sanggup dimadu jika itu yang ditakdirkan. Bimbinglah Qis, Qis perlukan seseorang yang mampu memimpin Qis," masih terngiang-ngiang bicara lunak Qis.

Akhir-akhir ini, panas rasanya punggung dia di rumah. Pagi-pagi, selesai sholat subuh, cepat-cepat dia bersiap untuk ke kantor. Tidak seperti biasanya, dia akan sarapan bersama isteri dan anak- anak. Aduhai, kenangan Qis gadis kelahiran Bumi Kenyalang benar-benar menjerat hatinya.

" Abang , Aliyah setuju dengan permintaan Abang. Tapi, Aliyah mau bertemu dengan wanitaitu," Lembut dan tenang sayup-sayup suara isterinya. Dia tahu, Aliyah bukan seorang yang panas hati. Aliyah terlalu sempurna, baik tetapi ahh hatinya kini sedang menggilai wanita yang jauh lebih muda.

"Bawa dia ke sini, tinggalkan dia bersama Aliyah selama 1 hari saja, boleh?" pelik benar permintaan isterinya. Mau diapakan buah hatinya itu? Namun, tanpa sadar dia mengangguk, tanda setuju. Sebab, dia yakin isterinya tidak akan melakukan hal yang bukan-bukan. Dan hakikatnya dia seharusnya bersyukur. Terlalu bersyukur. Kalaulah isterinya itu wanita lain, alamatnya perang dunia meletus lah jawabnya. Melayanglah gelas dan piring. Ehhh, itu zaman dulu... Zaman sekarang ini, isteri-isteri lebih bijak.

Teringat dia kisah seorang tentara yang disimbah dengan garam, gara-gara menyuarakan keinginan untuk menambah cabang lagi satu. Kecacatan seumur hidup diterima sebagai hadiah sebuah perkawinan yang tidak sempat dilangsungkan. Dan dia, hanya senyuman daripada Aliyah.

"Apa, mau suruh Qis bertemu dengan isteri Abang," terjegil bulat mata Qis yang berwarna hijau. "Kak Aliyah yang minta," masih lembut dia membujuk Qis.

"Biar betul, apa yang mau dia lakukan terhadap Qis?" "Takutlah Qis, kalau khilaf dia bunuh Qis!" terkejut Asraf Mukmin. "Percayalah Qis, Aliyah bukan macam itu orangnya. Abang dah lama hidup dengannya. Abang faham," Qistina mengalih pandangannya.

Mau apakah calon madunya bertemu dengannya? Dia sering disuguhkan dengan berbagai cerita isteri pertama menganiaya isteri kedua. Heh, ini Qistina lah. Jangan haraplah jika mau menganiaya aku. Desis hati kecil Qistina. Hari ini genap seminggu Qistina bercuti seminggu. Seminggu jugalah dia merindu. Puas dicoba untuk menghubungi Qistina, namun tidak berhasil. Teman serumah bilang mereka sendiri tidak mengetahui ke mana Qistina pergi. Genap seminggu juga peristiwa dia menghantar Qistina untuk dipertemukan oleh Aliyah. Sedangkan dia diminta oleh Aliyah bermunajat di Masjid Putra. Di masjid itu, hatinya benar-benar terusik. Sekian lamanya dia tidak menyibukkan dirinya dengan aktivitas keagamaan di masjid.

Dulu, sebelum dia mengenali Qistina, setiap malam dia akan bersama dengan Aliyah serta anak-anaknya, berjemaah dengan kariah masjid. Kemudian menghadiri majlis kuliah agama. Membaca Al-Quran secara bertaranum itu adalah kesukaannya. Namun, lenggok Qistina melalaikannya. Haruman Qistina memudarkan bacaan taranumnya. Hatinya benar-benar sunyi. Sunyi dengan tasbih, tasmid yang sering dilagukan. Seharian di Masjid, dia coba mencari dirinya, Asraf Mukmin yang dulu. Asraf Mukmin anak Imam Kampung Seputih. Asraf Mukmin yang asyik dengan berjanji. Menitis air matanya. Hatinya masih tertanya-tanya, apakah yang telah terjadi pada hari itu. Aliyah menunaikan tanggungjawabnya seperti biasa. Tiada kurangnya layanan Aliyah. Mulutnya seolah-olah terkunci untuk bertanya hal calon madu Aliyah.

Tiba-tiba... sms berbunyi masuk ke inbox Hpnya. "Qis minta maaf. Qis bukan pilihan terbaik utk Abang jadikan isteri. Qis tidak sehebat kak Aliyah. Qis perlu jadikan diri Qis sehebatnya untuk bersama Abang."

Dibawah Hpnya, ada secarik sampul besar.

Untuk Asraf Mukmin, Suami yang tersayang...

Asraf Mukmin diburu keheranan. Sampul berwarna cokelat yang hampir sama besarnya dengan A4 itu dibuka perlahan.
---------------------------------------------------------------

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih.

Salam sejahtera buat suami yang tercinta, semoga ridhaNya sentiasa mengiringi jejak langkahmu. Abang yang dikasihi, genap seminggu sesi pertemuan yang Aliyah jalankan pada Qistina. Terima kasih kerana Abang membawakan Aliyah seorang calon madu yang begitu cantik. Di sini Aliyah kemukakan penilaian Aliyah. 1. Dengan ukuran badan ala-ala model, dia memang mengalahkan Aliyah yang sudah tidak nampak bentuk badan. Baju- bajunya memang mengikut peredaran zaman. Tapi, Aliyah sayangkan Abang. Aliyah tak sanggup Abang diseret ke neraka kerana menanggung dosa. Sedangkan dosa Abang sendiri pun, masih belum termampu untuk dijawab di akhirat sana , terutama lagi Abang mau menggalas dosa org lain. Aliyah sayangkan Abang...

2. Aliyah ada mengajak dia memasak. Memang pandai dia masak, terutama lagi western food. Tapi, Aliyah sayangkan Abang. Aliyah tahu selera Abang hanya pada lauk pauk kampung. Tapi tak tahulah pula Aliyah kalau-kalau selera Abang sudah berubah. Tapi, Aliyah masih ingat lagi, sewaktu kita sekeluarga singgah di sebuah restoran western food, Abang muntahkan semua makanan western food itu. Lagi satu, anak-anak kita semuanya ikut selera ayah mereka. Kasihan nanti, tidak makan pula anak-anak kita. Aliyah sayangkan Abang...

3. Aliyah ada mengajak dia sholat berjemaah. Kalang kabut dibuatnya. Aliyah minta dia jadi Imam. iYalah, nanti dia akan menjadi ibu dari anak Abang yang akan lahir, jadinya Aliyah harapkan dia mampu untuk mengajar anak-anak Abang untuk menjadi imam dan imamah yang beriman. Tapi, kalau dia sendiri pun kalang kabut memakai mukena... Aliyah sayangkan Abang...


Abang yang disayangi, cukuplah rasanya penilaian Aliyah. Kalau diungkap satu persatu, Aliyah tak terdaya. Abg lebih memahaminya. Ini penilaian selama 1 hari, Abang mungkin dapat membuat penilaian yang jauh lebih baik memandangkan Abang mengenalinya lebih dari Aliyah mengenalinya.
Abang yang dicintai, di dalam sampul ini ada surat izin untuk berpoligami. Telah siap Aliyah tandatangan. Juga sekeping tiket penerbangan Garuda ke Bali. Jika munajat Abang di Masjid mengiayakan tindakan Abang ini, ambillah surat ini, isi dan pergilah kepada Qistina. Oh ya, lupa mau bilang, Qistina telah berada diBali. Menunggu Abang... Aliyah sayangkan Abang...
Tetapi jika Abang merasakan Qistina masih belum cukup hebat untuk dijadikan isteri Abang, pergilah cari wanita yang setanding dengan Aliyah... Aliyah sayangkan Abang.
Tetapi, jika Abang merasakan Aliyah adalah isteri yang hebat untuk Abang.. tolonglah bukakan pintu kamar ini. Aliyah bawakan sarapan kegemaran Abang, roti canai..masakkan Aliyah.
Salam sayang, Aliyah Najihah
'i>
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Poligami adalah pilihan
tidak poligami juga pilihan
berpoligami tidak dosa
tidak berpoligami juga tidak berdosa
jika ukurannya pilihan
maka pertimbangannya adalah Al Ashlah
maka.. pilihlah yang terbaik untuk hatimu
untuk keluargamu, untuk pengabdianmu menegakan agama Allah
jangan poligami iya tapi perjuangannya tidak
jangan poligami iya tapi ngurus umatnya tidak
jangan poligami iya tapi cueknya pada umat luar biasa
itu hanya kepentingan ego
itu hanya kepentingan lebido
itu kedzoliman yang dibungkus dengan ayat ayat Allah
poligami adalah jalan keluar, jangan justru menjadi penghalang
PESAN UNTUKMU PARA SUAMI YANG INGIN POLIGAMI
ada yang lebih penting untuk umat ini
dari pada sibuk memperbanyak istri
maka berhati hatilah untuk memutuskan poligami
bertanyalah kedalaman hatimu
sudah standarkah keimananmu?
ukurannya mati, siapkah engkau mati untuk Allah subhana wata'ala?
jika jawabannya ia
saya kira banyak wanita siap menjadi madu istrimu
PESAN UNTUK ISTRI YANG SIAP DIPOLIGAMI
saudariku dihadapan kalian bidadari dunia
yang memiliki hati samudra
untuk rela berbagi suami karena pengabdian kepada Ilahi
sesungguhnya tak terlalu penting lagi segala macam pesan dan nasehat
kalianlah ayat ayat Allah yang menjelma didunia
kamilah sungguhnya yang harus metadaburinya
untuk berhati hati untuk tak menebar luka dihati
syurga menjadi lebih terbuka pintunya

Friday, July 15, 2011

Ibu Kasihmu Tak Bertepi

Sahabat Cerdas semua pasti sangat menyayangi ibu sahabatkan. Kasih ibu sepanjang jalan sahabat sampai akhir menutup mata. Cintailah Ibu dan keluarga karena merekalh yang benar-benar menyayangi sahabat.
Akankah kita membuat sang Bunda senantiasa tersenyum hingga diusia senjanya? Beliau adalah sosok pahlawan yang membuat kita bisa berdiri tegar seperti sekarang. Bisakah kita merawatnya kelak sebagai wujud balasan cinta? Jawaban apa yang akan kita beri? Mungkin “ya” saat ini. Tetapi siapa tahu nanti karena kesibukan kita dalam bekerja, kita anggap mereka terlalu merepotkan. Apalagi kita sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Hanya ada satu keputusan, kita akan membawa sang bunda ke panti jompo. Beberapa bulan kemudian, kita dapat telepon dari panti jompo yang mengatakan, “Ibu Anda sudah meninggal.” Akankah kita berbuat lebih kejam lagi untuk sang bunda?

Mungkin ini salah wujud penghargaan yang diberikan kepada seorang ibu atas segala jasa dan pengorbanannya. Menurutku memang pantas. Aku pun mengambil ponsel yang tergeletak di meja kamar kostku. Aku mulai merangkai kata-kata indah untuk ibu. Sebelum kutekan tombol send, kubaca ulang tulisanku tadi. Terlalu berlebihan, ibuku tidak akan paham kata-kata puitis seperti ini. Kutekan tombol edit, jemariku mulai mengetik. SMS terikirm. Beberapa menit kemudian, balasan pesan ibu kuterima. “Kok pake ucapan hari ibu segala, hari ibu itu seharusnya setiap hari. Oh ya, minggu depan kamu pulang?” Aku tersenyum sendiri membaca pesan ibu. Aku jadi berpikir tentang pendapat ibu, memang benar kalau tidak cukup perhatian dan waktu kita untuk ibu tercinta hanya sehari saja.

‘Besok kamu pulang?’ Itulah pesan yang selalu kuterima dari ibu setiap hari Jumat. Dari dulu seperti itu, tidak ada kata-kata lain yang lebih kreatif. Padahal ibu tahu, semenjak bekerja aku pulang ke kota Tulungagung di minggu pertama setiap awal bulan setelah gajian. Dengan begitu, aku bisa membawakan sedikit oleh-oleh untuk keluarga dari hasilku bekerja. Entah itu buah-buahan atau sekotak kue brownies, yang pasti aku tidak akan pulang ke rumah dengan tangan kosong. Walaupun ibu sering bilang padaku kalau tidak perlu membawa oleh-oleh karena itu pemborosan. Melihatku pulang dengan keadaan sehat saja ibu sudah senang. Waktu mendengar kata-kata ibu, hatiku trenyuh. Dan aku baru sadar akan makna pesan ibu yang super sangat singkat itu.

Minggu sore, saatnya aku balik ke Surabaya. Kucium tangan ibu saat berpamitan. Tanpa bicara, ibu masih berdiri di ambang pintu rumah mengantar kepergianku. Begitu sampai di terminal Tulungagung, bus tarif biasa jurusan Surabaya lewat Kertosono telah mengangkutku. Sekitar empat sampai lima jam perjalanan. Waktu yang cukup untuk memejamkan mata sejenak. Tapi suara guyuran hujan membangunkanku. Bus berhenti di sebuah perempatan kota Kediri. Lampu pertanda merah. Dari balik kaca kulihat titik-titik air yang kian membesar berjatuhan dari atas langit, seorang ibu muda dengan perut berisi calon jabang bayi setengah berlari menerjang hujan. Tanpa payung. Dia pun segera masuk kedalam bus dalam keadaan setengah basah. Bola hitam matanya mencari tempat duduk kosong. Tanpa pikir panjang, aku mengangkat tanganku. Seperti kode rahasia, perempuan itu pun langsung menempati bangku kosong disampingku. Dia tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang sudah membendung dipikiranku untuk mengetahui perjalanan hidupnya, tapi aku menunggu waktu yang tepat. Hingga kulontarkan pertanyaan paling umum dan mendasar, “Turun mana Mbak?”

Awal yang bagus. Dan kisahnya terekam dalam memori otakku. Namanya Mbak Iin. Ditengah kehamilannya yang menua – berusia 7 bulan, dia ke Surabaya untuk bekerja sebagai karyawan toko di sebuah mall. Dia harus tetap bekerja sampai masa cuti hamil tiba. Jika tidak demikian, gaji tidak bakal didapat. Bukankah biaya persalinan saat ini tidak murah? Apalagi suaminya telah tiada sejak usia kandungannya satu bulan. Tapi mbak Iin sungguh tegar, tiada keluh kesah dalam setiap perkataannya. Dia menghadapi kemelut cobaan hidup ini dengan rasa syukur. Perjuangan seorang ibu yang luar biasa. Diakhir obrolan kami, mbak Iin berkata, “Bayi dalam kandungan ini yang membuat saya bertahan untuk hidup. Kamu masih muda, jangan pernah mengewakan ibumu.”

Saat diminta atasan untuk membuat desain logo sebuah komunitas, aku membuka kembali buku mata kuliah typografi yang tersimpan dalam kardus bawah ranjang kost. Sekedar mengingat filosofi dan jenis-jenis huruf, tiba-tiba saja aku teringat dengan dosenku. Ya, sejak kejadian itu hubunganku dengan ibu Nanik semakin dekat hingga sekarang. Ketika jam kuliah sedang berlangsung, Ibu Nanik – sang dosen jilbaber menerangkan definisi typografi. Huruf-huruf yang setiap hari kita jumpai dan bisa merangkai berbagai kata ini memiliki ribuan nama berdasarkan jenisnya. Ada yang menarik, hanya dengan satu huruf pun bisa mewakili sebuah makna bahkan filosofi. Ketika ibu Nanik menuliskan huruf “C” di white board, beberapa saat beliau terhenti. Lalu menghapusnya dan mengganti dengan huruf lainnya. Ada yang aneh, sepertinya huruf “C” mengingatkan sesuatu hingga raut muka Ibu Nanik mengisyaratkan kesedihan.

Ternyata benar. Diakhir jam mata kuliah, Ibu Nanik bercerita kalau anak bungsunya yang berawalan huruf “C” yaitu Citra sedang dirawat di rumah sakit. Kecelakaan menimpa ketika bocah yang saat itu berumur sembilan tahun, menyeberang jalan di depan sekolahnya. Ibu Nanik menunjukkan padaku kalung kecil berhiaskan huruf “C” yang akan diberikan untuk sang anak tercinta sebagai hadiah ulang tahunnya. Semestinya Citra meniup lilinnya dan tertawa riang bersama teman-temannya. Naluri seorang Ibu bekerja merasuki setiap hal terkecil apa yang dirasakan hati anaknya. Ini adalah wujud cinta sang bunda. Tiba-tiba aku mulai bisa merasakan gelombang cinta itu.

Lamunan panjangku buyar oleh bunyi dering SMS. Aku sedikit kaget, SMS dari ibu. “Besok hari Sabtu, kamu tidak pulang?” Seketika aku tersenyum sendiri membaca pesan ibu yang selalu sama itu. Ibu… ibu…. seandainya ibu ada didepanku sekarang, aku akan memeluk dan mencium pipi ibu.

Lorong rumah sakit ini suram. Tapi itu bukan alasanku untuk membenci rumah sakit. Nuansa serba putih yang hampir dipenuhi orang-orang dengan pancaran kesedihan inilah membuatku terasa hanyut dalam aliran air keruh. Tapi sebentar lagi aku akan menemukan satu titik jernih. Saat kubuka pintu kamar bernomor 6C aura kebahagiaan yang memancar. Bukan hanya satu titik jernih, tapi titik-titik itu membentuk garis. Lalu garis-garis itu membentuk bidang, dan bidang-bidang itu pun membentuk ruangan berisikan nuansa jernih. Mas Yudi, rekan kerjaku menyambut kedatanganku dengan jabatan tangan yang mantab. Wajah suramnya yang sering kujumpai saat ada masalah di kantor, lenyaplah sudah. Beberapa temanku yang lain sudah duluan tiba mengelilingi istri mas Yudi. Disampingnya, bayi mungil seberat 2,7 kg bergerak-gerak dengan mata masih tertutup.

Sang ibu masih terbaring lemas, tapi aura kebahagiaan mengalahkan rasa letihnya. Sembilan bulan jabang bayi berada di perut ibu, selama itu pula kita membebani setiap langkahnya dan menyerap sari-sari makanan ibu. Seberapa pun sakit dirasa, perjuangan ketika melahirkan adalah wujud cinta terdahsyat yang dilakukan ibu. Nyawa menjadi taruhannya. Setelah kita dilahirkan di dunia fana ini, apakah kita akan membalasnya dengan air tuba?

Beberapa bulan yang lalu kantorku pernah mengadakan kegiatan sosial bertema “Berbagi Kasih dengan Jompo”. Foto-foto dokumentasi acara tersebut memadati hardisk komputerku, berarti saatnya memindah ke DVD. Kukumpulkan folder-folder foto kegiatan seputar jompo. Ketika ku klik folder bernamakan Mbah Asni, wajah senjanya menghiasi monitor. Ah, bagaimana kabar Mbah Asni sekarang ya? Dulu, aku merekam aktivitasnya sehari-hari. Aku yang masih muda saja, jika harus berjualan keliling demi menjajakan kue seperti mbah Asni belum tentu sanggup. Usianya sudah berkepala tujuh, namun dia masih harus bekerja. Jam lima pagi, mbah Asni mendorong gerobak buatan suaminya menyusuri jalan-jalan yang mulai retak dimakan usia. Di sebuah rumah kecil, mbah Asni mengambil kue-kue titipan lalu menjajakannya keliling. Apa daya, sang suami tidak mampu bekerja lagi karena sakit. Keuntungan dari hasil jualan kue, digunakannya untuk hidup sehari-hari dan cicilan sewa rumahnya tiap bulan.

Berapa keuntungan hasil menjual kue? Aku sendiri hanya gigit jari dan menunduk malu ketika mbah Asni menyebutkan nominalnya. Lalu dimana anaknya? Air matanya tiba-tiba menetes. “Anakku wes ndak gelem karo wong tuwone. Wes pirang-pirang tahun ndak muleh.” (Anakku sudah tidak mau dengan orang tuanya. Sudah bertahun-tahun tidak pulang). Mendengar jawaban itu, hatiku berteriak. Berontak. Ya Tuhan, cerita Malin Kundang telah berjaya dengan berbagai versi. Akankah kita berbuat lebih kejam lagi sebagai balasan wujud cinta kepada ibu?

“Say it with Blog Writing Contest”, aku membaca tulisan itu di internet. Tentang siapa orang yang paling kamu cintai. Aku sudah tahu jawabannya, dan telah kutuliskan dalam coretan-coretan buku kecilku sehari-hari. Ibu, adalah jawaban cinta yang sebenarnya. Bukankah cinta itu harus tulus? Bukankah cinta itu memberi tanpa mengharap balasan? Bukankah cinta itu tidak cukup hanya sehari? Bukankah cinta itu perasaan senang jika kita berada di dekatnya? Bukankah cinta itu adalah naluri yang bekerja merasuki setiap hal terkecil apa yang kita rasakan? Bukankah cinta itu butuh pengorbanan? Bukankah cinta itu perjuangan? Dan semua cinta itu hanya kutemukan dalam diri ibu. Dering smsku pun berbunyi. Ya Tuhan, pesan dari ibu. Aku selalu tersenyum jika membaca pesan ibu. Dan satu lagi, bukankah cinta itu adalah orang yang membuatmu tersenyum dan mengirimu pesan ‘besok kamu pulang’?