Saturday, September 22, 2012

Cerpen Pendidikan - Anak adalah Peniru yang Baik

Cerpen Pendidikan - Anak adalah Peniru yang Baik

Cerpen Pendidikan - Anak adalah Peniru yang Baik

 Sahabat Pemikir Cerdas sekarang kita kembali menjelajahi cerpen pendidikan, diharapkan dengan membaca cerpen ini dapat memberikan contoh yang baik kepada kita dalam menjalani aktifitas kita dalam keseharian.Sahabat cerpen ini di tulis Oleh Fatimah Ali Salsabila . Semoga cerpen ini memberikan manfaat untuk kita semua.

Apakah pernah kita melihat seorang anak kecil menyanyikan lagu dewasa (kayaknya sering deh)? Apakah pernah kita melihat kisah seorang anak kecil merokok? Apakah pernah kita melihat seorang anak kecil memaki dan berkata kasar pada orang lain? Apakah pernah kita melihat anak kecil meminta-minta dijalan (padahal langkah mungilnya tak sebanding dengan laju kendaraan yang tak pernah sepi) dan apakah pernah kita melihat seorang anak kecil yang sedang marah membanting pintu kamarnya keras keras? Rasa rasanya semuanya pernah kita lihat, baik melihat langsung ataupun melalui televisi. Fenomena apa ini? atau apa yang sebenarnya menyebabkan mereka "pandai" melakukan perbuatan yang "sangat tidak menyenangkan" itu? 
kata kata cinta,kata kata mutiara,kata motivasi,pidato singkat,berita bola,kata kata gombal,kata kata lucu,cerpen pendidikan,cerpen sedih,tutorial blog,zodiak,ramalan bintang,berita terkini,otomotif,kata selamat ulang tahun,kata selamat hari ibu,kata kata galau


Anak adalah peniru yang baik! begitu kata salah seorang bijak, dan hei itu benar. Tanpa sadar terkadang kita mengajarkan hal-hal buruk pada anak. Ketika dia meminta perhatian kita lalu tidak segera direspon, kita mulai mengajarkan sikap acuh padanya. Ketika seorang Ibu tengah memarahi khadimat (pembantu) di depan anaknya karena kelalaian khadimat itu dalam mengerjakan tugasnya, anak diajarkan memaki pada orang lain, arogan dan sadis. Ketika seorang bapak terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan melupakan anaknya, anak mulai belajar tak membutuhkan bapaknya, jadi jangan heran ketika besar nanti dan kita sedang ingin ditemani anak kita, dia akan sibuk dengan teman-temannya. 

Tak hanya melihat contoh langsung anak bisa meniru, duhai ibu, duhai ayah, anak juga bisa meniru dari televisi. Membiarkan anak sendirian menonton siaran televisi adalah suatu kesalahan. Kita tidak tahu apa yang telah dia serap, apalagi di masa golden age-nya, masa usia emasnya antara 0-3 tahun ada juga yang bilang 0-8 tahun, masa-masa di mana kemampuan otak anak untuk menyerap informasi sangat tinggi. Apapun informasi yang diberikan akan berdampak bagi si anak di kemudian hari. Siaran televisi terkadang mengajarkan kekerasan, sinetron mengajarkan makian dan dendam. 

Duhai ibu, kesalahan terbesar kita apabila kita tidak bisa memaksimalkan pendidikan yang terbaik untuknya, Ibu adalah madrasah bagi anaknya, pendidikan tak perlu mahal, dengan menemaninya bermain dengan permainan yang tepat insyaAllah kita akan ikut andil melahirkan asset termahal kita. 

Anak adalah peniru yang baik, sebagai orangtua sepatutnya menstimulasi mereka dengan menjadi teladan yang baik. Jika orangtua senang membaca, kemungkinan besar anak pun demikian. 

Mari kita didik anak anak kita dengan sebaik-baiknya. Pertama mendidik anak dengan IMAN, untuk menghindari kesia-siaan. Kedua mendidik anak dengan ILMU, untuk menghindari kesalahan, dan ketiga mendidik anak dengan CINTA, untuk mendatangkan kebahagiaan. 

Karena anak begitu berharga, amanah yang diberikan oleh Allah pada orang-orang pilihan, merekalah yang kelak akan meringankan dosa dosa kita dengan do’a-do’a yang tak putus dilantunkan, karena malaikat tidak akan pernah bertanya, anak kita sudah bekerja dimana, penghasilannya berapa, prestasi dunianya apa. 

Marilah kita belajar dari akhlak Rasulullah terhadap anak kecil. Sejak kecil, Anas ra menjadi khadimat Rasulullah SAW. Hadits ini menggambarkan indahnya akhlak Rasulullah SAW terhadap seorang anak-anak yang bernama Anas ra. 

Dari Anas r.a., “Aku telah melayani Rasulullah SAW selama 10 tahun. Demi Allah beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan : ‘Mengapa engkau lakukan?’ dan pula tidak pernah mengatakan: ‘Mengapa tidak engkau lakukan?’”(Hadits Riwayat Bukhari) 

Bolehlah sejenak kita resapi kata kata seorang bijak ini: 

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki 

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi 

Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah 

Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri 

Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri 

Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian 

Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah 

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri 

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri 

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai 

Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai 

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri 

Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan 

Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan 

Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan 

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan 

Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan 

Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran 

*** 

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim (66): 6) 

Segala puji bagi Allah, kita memuji, memohon pertolongan, serta ampunanNya. 

Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu-nafsu kita dan dari kejahatan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang ditunjuki oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tak seorangpun yang bisa menunjukinya. 

Cerpen Pendidikan  - Anak adalah Peniru yang Baik

Friday, September 14, 2012

Susunan Warna Kabel Cross dan Straight - Jaringan Komputer

Susunan Warna Kabel Cross dan Straight - Jaringan Komputer


Susunan Warna Kabel Cross dan Straight - Jaringan Komputer

kata kata cinta,kata kata mutiara,kata motivasi,pidato singkat,berita bola,kata kata gombal,kata kata lucu,cerpen pendidikan,cerpen sedih,tutorial blog,zodiak,ramalan bintang,berita terkini,otomotif,kata selamat ulang tahun,kata selamat hari ibu,kata kata galau

Sahabat Pemikir cerdas yang suka bermain di jaringan komputer tentu sahabat sering berhadapan dengan namanya kabel UTP sebagai salah satu media untuk conneksi. kebanyakan menyebut dengan kabel LAN ya sahabat . Nah sahabat ujung dari kabel tersebut kan dipasangkan RJ45 atau juga 11 bagi yang membutuhkan. Nah sekarang kabel itu UTP itu bisa kita buat menjadi 2 jenis kabel LAN :
1. Kabel Straight
2. Kabel Cross Over
Berikut ini Susunan Kabelnya sahabat.
kata kata cinta,kata kata mutiara,kata motivasi,pidato singkat,berita bola,kata kata gombal,kata kata lucu,cerpen pendidikan,cerpen sedih,tutorial blog,zodiak,ramalan bintang,berita terkini,otomotif,kata selamat ulang tahun,kata selamat hari ibu,kata kata galau
Gambar A Cross Over dan Gambar B  Straight
                                           
Susunan Warna Kabel Cross Over

Putih Hijau
Hijau
Putih Orange
Biru
Putih Biru
Orange
Putih Coklat
Coklat


Susunan Warna Kabel Straight :
Putih Orange
Orange
Putih Hijau
Biru
Putih Biru
Hijau
Putih Coklat
Coklat

Semoga ini bisa membantu ya sahabat.

Susunan Warna Kabel Cross dan Straight - Jaringan Komputer




Tuesday, September 11, 2012

Kata Kata Motivasi - Tetaplah Tanam Padi

Kata Kata Motivasi - Tetaplah Tanam Padi


Kata Kata Motivasi - Tetaplah Tanam Padi 

Sahabat yang berbahagia pada saat ini berikut ini ada sedikit kata-kata motivasi yang dapat menggugah hati sahabat. Semoga bisa memberikan manfaat untuk sahabat.
kata kata cinta,kata kata mutiara,kata motivasi,pidato singkat,berita bola,kata kata gombal,kata kata lucu,cerpen pendidikan,cerpen sedih,tutorial blog,zodiak,ramalan bintang,berita terkini,otomotif,kata selamat ulang tahun,kata selamat hari ibu,kata kata galau


Saat kita menanam padi... Rumputpun ikut tumbuh ......

TAPI saat kita menanam rumput...
Tidak pernah tumbuh padi

Dalam melakukan "kebaikan"... Kadang² hal yang "buruk" turut menyertai ......

NAMUN saat melakukan "keburukan"...
Tidak ada "kebaikan" bersamanya....

Jangan bosan untuk berbuat "baik"...
Meski kadang tidak sempurna.

Manusia menjadi sempurna justru karena memiliki...
"Kekurangan" disamping "Kelebihannya".

Maka kita tetap Bersyukur, Kita masih di beri kesempatan untuk terus memperbaharui........
dan memperbaiki segala kekurangan

dikutip dari Kumpulan Cerita Penuh Hikmah

Kata Kata Motivasi - Tetaplah Tanam Padi

Sunday, September 9, 2012

Cerpen Pendidikan -  di Usia 21 TAHUNKU

Cerpen Pendidikan - di Usia 21 TAHUNKU


Cerpen Pendidikan -  di Usia 21 TAHUNKU

Sahabat  pemikir cerdas cerpen ini di posting bertepatan juga dengan ultah mimin yang ke 21 th sahabat. Cerpen ini sangat menyentuh saya sahabat , dengan membaca cerpen ini membuat saya sadar sahabat apa yang telah saya lakukan selama ini sahabat. Saya sangat berterima kasih kepada Bang  Yogie Edi Irawan yang telah menulis cerpen ini. Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari cerpen ini. Pesan2 yang ada di cerpen ini juga sampai dengan baik kepada diri saya. Sahabat semoga dengan membaca cerpen ini sahabat juga mendapatkan banyak pelajaran yang sahabat dapati. 

kata kata cinta,kata kata mutiara,kata motivasi,pidato singkat,berita bola,kata kata gombal,kata kata lucu,cerpen pendidikan,cerpen sedih,tutorial blog,zodiak,ramalan bintang,berita terkini,otomotif,kata selamat ulang tahun,kata selamat hari ibu,kata kata galau

“Masih 20 tahun, masih muda ya, masihpanjang. Masih banyak yang harus dikejar”.Celoteh seorang bapak paruh baya tahun lalu saat menanyakan usiaku. Saat menulis ini beberapa hari lagi usiaku genap 21 tahun. Bukan. Bukan bertambah. Itu berarti jatah hidupku telah berkurang lagi setahun dibandingkan tahun lalu. 

Tiba-tiba pikiranku melayang entah kemana. Merenungi usiaku saat ini. Apa beruntungnya usia mudaku saat ini? Masih panjangkah jatah hidup yang diberikan Allah padaku? Andai jatah hidupku di dunia ini 63 tahun, seperti jatah usia Rasulullah, dengan usiaku saat ini 21 tahun, berarti usia hidupku tinggal 42 tahun lagi. 

Andai jatah hidupku di dunia ini 53 tahun, dengan usiaku saat ini 21 tahun, berarti usia hidupku tinggal 32 tahun lagi. Andai jatah hidupku di dunia ini 43 tahun, dengan usiaku saat ini 21 tahun, berarti usia hidupku tinggal 22 tahun lagi. Andai jatah hidupku di dunia ini 33 tahun, dengan usiaku saat ini 21 tahun, berarti usia hidupku tinggal 12 tahun lagi. 

Andai jatah hidupku di dunia ini 23 tahun, dengan usiaku saat ini 21 tahun, berarti usia hidupku tinggal 2 tahun lagi. Bagaimana jika jatah umurku sudah habis dan besok atau lusa Malaikat Ijrail mencabut nyawaku? Duh! Adakah aku masih bisa tenang dengan usia 21 tahun? Atau aku masih bisa santai dan berleha-leha? 

Sedangkan Malaikat Ijrail selalu mengintaiku. Jika demikian, betapa tidak akan terasa menjalani sisa hidup yang lebih pendek lagi; 42 tahun, 32 tahun, 22 tahun, 12 tahun, 2 tahun atau malah cuma dua hari lagi... Andai selama 21 tahun itu aku tidur selama delapan jam perhari, berarti sepertiga hidupku hanya dipakai untuk tidur, yakni sekitar 7 tahun. 

Andai sisa waktuku perhari yang tinggal 16 jam itu kupakai 4 jam untuk bermain-main dengan teman, ngobrol ngalur ngidul, santai dan melakukan hal-hal yang tak berguna, berarti sisa waktuku perhari tinggal 12 jam. Sebab yang 12 jamnya dipakai untuk tidur dan melakukan hal-hal tadi. 12 jam berarti setengah hari. Jika dikalikan 21 tahun, berarti 10,5 tahun (separuh umurku) hanya kupakai untuk tidur dan melakukan hal-hal yang tak berguna. 

Dalam usia 21 tahun ini, aku, sudah mulai bekerja efektif pada usia 19 tahun. Berarti aku bekerja sudah 3 tahun. Jika rata-rata aku bekerja 8 jam perhari, berarti aku telah menghabiskan waktuku untuk bekerja 1/3 x 3 tahun = 1 tahun. Artinya, dari 21 tahun itu aku menghabiskan total kira-kira 11,5 tahun hanya untuk tidur dan bekerja mencari dunia: termasuk nongkrong dengan teman, ngobrol ngalor-ngidul, santai, dan mungkin melakukan hal-hal tak berguna. 

Lalu aku bandingkan dengan aktivitas ibadahku, juga dakwahku. Andai shalatku yang lima waktu, ditambah shalat-shalat sunnah, memakan waktu total hanya 1,5 jam perhari, berarti aku hanya menghabiskan 547 jam pertahun untuk shalat. Itu berarti hanya 23 hari pertahun. Andai aku benar-benar menunaikan shalat umur 15 tahun (saat tiba baligh), berarti aku baru menghabiskan sekitar 138 hari (= 23x6(21-15)) untuk shalat. 

Artinya, selama 21 tahun, aku menunaikan shalat hanya 4 bulan 18 hari! Bagaimana dengan aktivitas dakwahku? Ah, malu rasanya aku. Teringat Mush’ab bin Umair yang di usia 20 tahun menjadi duta untuk membuka dakwah di Madinah. Teringat pula Muhammad Al-Fatih Murad yang menjadi panglima besar dalam Penaklukan Konstatinopel di usia 21 tahun. Atau legenda dakwah modern, Hasan Al-Banna, yang diusianya ke-22 tahun mendirikan pergerakan dakwah bernama Ikhwanul Muslimin. Sedangkan aku? 

Masa mudaku habis ditelan kesia-siaan. Jika kesadaran agamaku saja baru muncul diusia 18 tahun dan dakwahku baru kumulai pada usia 20 tahun serta hanya memakan waktu rata-rata 1 jam sehari, berarti aku menghabiskan waktu kira-kira 6 hari untuk berdakwah. Artinya, tak sampai satu minggu aku meluangkan waktuku untuk berdakwah. Tak ada seujung kukunya pun dibandingkan dengan beliau-beliau yang kusebutkan tadi. 

Aku teringat dengan firman Allah (yang artinya) :“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(QS adz-Dzariyat : 56) 

Saat merenungi kembali ayat itu, hatiku menangis. Betapa tidak. Allah menciptakan hidupku dan memberiku usia 21 tahun sesungguhnya agar aku gunakan untuk beribadah kepada-Nya. Namun kenyataannya, hidupku dan masa mudaku habis untuk tidur dan bekerja mencari dunia, juga melakukan hal yang sia-sia. 

Sebaliknya, hanya sebagian kecil usiaku aku habiskan untuk ibadah dan dakwah. Bekerja juga kan termasuk ibadah Gie..? Baik. Sekarang bagaimana jika semua itu ternyata tidak bernilai di sisi Allah? Bagaimana jika amal-amal ku ternyata tidak diterima oleh Allah? Bagaimana jika shalatku yang jarang sekali khusyu itu ditolak oleh Allah? 

Bagaimana pula jika dakwah ku pun –yang mungkin kadang bercampur dengan riya dan tak jarang minimalis- tak dipandang oleh Allah? Betul. Aku tidak boleh pesimis. Aku harus penuh harap kepada Allah, semoga semua amal-amal ku Dia terima. Namun, aku pun sepantasnya khawatir jika semua amal yang selama ini aku anggap amal shalih dan bernilai pahala, ternyata sebagian besarnya tak bernilai apa-apa di sisi Allah. Na’udzu billah. 

Aku memang tidak berharap seperti itu. Di sisi lain, setiap hari, puluhan kali aku bermaksiat. Kalikan saja, misalkan, dengan 6 tahun usiaku (21 tahun dikurangi masa kanak-kanak prabalig). Ya Allah, setiap detik karunia dan nikmat-Mu turun kepadaku. Namun setiap detik pula dosa dan kesalahanku naik kepada-Mu. 

Ya Allah, Tuhan kami. Selama ini kami hanya menzalimi dan menganiaya diri kami sendiri. Jika saja Engkau tidak mengampuni dosa-dosa kami, tentu kami termasuk orang-orang yang merugi (Do’a Nabi Adam as) Tuhanku, tidaklah pantas aku menjadi penghuni Firdaus-Mu. Namun, tak mungkin pula aku kuat menahan panasnya Neraka-Mu. Karena itu, terimalah tobatku dan ampunilah dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa dan Engkau Mahabesar. Amin. (Do’a Imam al-Ghazali) 

Tangerang, 3 Juni 2010 

ikhwan_gie@yahoo.co.id


Cerpen Pendidikan -  di Usia 21 TAHUNKU

Saturday, September 1, 2012

Cerpem Motivasi : KUATNYA SEBONGKAH HARAPAN

Cerpem Motivasi : KUATNYA SEBONGKAH HARAPAN


Cerpem Motivasi : KUATNYA SEBONGKAH HARAPAN

sahabat pemikir cerdas kali ni ada cerpen yang akan menggugah semangat sahabat untuk menjalani atau meraih suatu impian sahabat .  Bacalah dengan baik dan tangkap pesan yang ada pada cerpen ini sahabat, mudah2n itu akan membantu sahabat. Pesan kecil yang memiliki kekuatan besar sahabat.
kata kata cinta,kata kata mutiara,kata motivasi,pidato singkat,berita bola,kata kata gombal,kata kata lucu,cerpen pendidikan,cerpen sedih,tutorial blog,zodiak,ramalan bintang,berita terkini,otomotif,kata selamat ulang tahun,kata selamat hari ibu,kata kata galau


Dahulu, ada seorang pengusaha yang cukup berhasil di kota ini. Ketika sang suami jatuh sakit, satu per satu pabrik mereka dijual. Harta mereka terkuras untuk berbagai biaya pengobatan. Hingga mereka harus pindah ke pinggiran kota dan membuka rumah makan sederhana. Sang suami pun telah tiada. 

Beberapa tahun kemudian, rumah makan itu pun harus berganti rupa menjadi warung makan yang lebih kecil sebelah pasar. 

Setelah lama tak mendengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang istri dibantu oleh anak dan menantunya menggelar tikar berjualan lesehan di alun-alun kota. Cucunya sudah beberapa. Orang-orang pun masih mengenal masa lalunya yang berkelimpahan. Namun, ia tak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli. 

Wahai ibu, bagaimana kau sedemikian kuat?, mengapa semua cobaan yang telah menderamu tidak sanggup menghilangkan senyum tulus diwajahmu yang sudah mulai termakan usia ? 

"Harapan nak! Jangan kehilangan harapan. 

Bukankah seorang guru dunia pernah berujar, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. 

Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu kita tak kan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun kemudian. 

Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia". 

salam kasih & hangat untuk Anda semua, 

peace & love 

sumber: Motivasi Net


Cerpem Motivasi : KUATNYA SEBONGKAH HARAPAN

Wednesday, August 29, 2012

Cerpen Pendidikan Cinta : NALURI IBUNDA

Cerpen Pendidikan Cinta : NALURI IBUNDA


Cerpen Pendidikan Cinta : NALURI IBUNDA

sahabat pemikir cerdas lama sudah tidak update ni. hampir sebulan g ada update ni. Nah kali ini ada cerpen yang bagus ni sahabat Oleh Ranidya  judulnya itu Naluri ibunda sahabat. Mudah2n dengan membaca ini sahabat lebih menyayangi ibunda sahabat dan lebih menghargainya, tidak ada lagi yang ngelawan ama bunda g jadi anak yang durhaka.

kata kata cinta,kata kata mutiara,kata motivasi,pidato singkat,berita bola,kata kata gombal,kata kata lucu,cerpen pendidikan,cerpen sedih,tutorial blog,zodiak,ramalan bintang,berita terkini,otomotif,kata selamat ulang tahun,kata selamat hari ibu,kata kata galau

Pernahkah Sahabat melihat, seekor induk ayam menerjang siapapun yang berusaha mendekati anak-anaknya ? Atau seekor induk kucing yang lalu menggendong anaknya berpindah tempat, ketika merasa anak-anaknya kurang aman di suatu tempat? Lalu, pernahkah  Sahabat sendiri, seorang ibu, merasakan betapa berat hati  Sahabat meninggalkan anak-anak  Sahabat  untuk pergi ke kantor, meninggalkan anak-anak Sahabat dalam pengasuhan orang lain ? 

Semua itu hanya beberapa contoh bentuk insting atau naluri yang telah Allah karuniakan pada makhluk-Nya. Naluri melindungi diri, naluri mempertahankan hidup, lalu seperti contoh yang sudah saya sebutkan, naluri melindungi dan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dan Allah tidaklah pernah menciptakan segala sesuatu tanpa maksud dan tujuan, begitu juga dengan naluri. Lalu ketika hati kita meronta karena melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan naluri kita, apakah kita pantas mengabaikannya ? 

Itulah dilema yang saya alami , seorang ibu bekerja, dengan satu anak laki-laki usia 6,5 tahun. Saya mengabaikan naluri saya, dalam kurun waktu yang sama dengan usia anak saya saat ini. Diawali ketika saya harus meninggalkannya di tangan seorang pengasuh, ketika harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan. Sedih ? Pasti. Merasa bersalah ? Sangat. Tapi saya berhasil mengabaikannya. 

Prestasi luar biasa bagi saya, tapi mungkin cuma hal sepele bagi orang lain, wajar kata sebagian orang, ketika harus meninggalkan anak bekerja, karena tuntutan jaman sekarang memang begitu. Lalu saya kembali harus menelan ludah yang terasa pahit, ketika saat anak saya pertama kali bisa duduk, bisa merangkak, bisa berdiri, bisa berjalan, dan bisa bicara saya tidak menyaksikannya sendiri, ibu pengasuhlah yang menceritakan pada saya. 

Dan tak terhitung berapa kali saya diam-diam menangis, ketika anak lebih nyaman bermain dengan pengasuhnya, ketika dia sakit tapi ada pekerjaan yang tidak bisa saya tinggalkan, atau ketika saya harus menjalani tugas diluar kota. 

Setiap pertentangan batin berhasil saya lewati, paling tidak sampai saat ini, namun saya merasa pertahanan saya tidak sekuat dulu. Perkiraan bahwa semakin bertambah usia anak, dia akan semakin mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap ibunya memang tidak salah. Anak saya tumbuh jadi anak mandiri, cukup cerdas dan dewasa diantara anak seusianya. Tapi apakah semakin dewasa ia semakin tidak membutuhkan ibunya ? Tegas saya jawab, tidak. 

Tapi jenis kebutuhannya yang berbeda dan semakin berkembang. Kalau semasa bayi, dia membutuhkan ASI dari ibunya. Lalu ketika batita, dia membutuhkan tangan yang membimbing ketika berjalan, dia membutuhkan seseorang yang mengajarkan kata-kata baru, dia membutuhkan seseorang yang akan setia menjawab ketika dia bertanya, “Apa ini?” atau “Apa itu?”. Di usia pra sekolah, semakin kompleks pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan. Akankan seorang pengasuh bisa menjawab dengan tepat pertanyaan, “Darimana asal adik bayi?” atau “Kenapa langit berwarna biru?”. 

Kemudian ketika memasuki usia sekolah, dia butuh seseorang yang akan menguatkan dan membuatnya merasa sekolah adalah tempat yang aman, dan ada seseorang yang menunggu diluar sepulang sekolah. Di usia SD, dia ingin ikut bermacam les seperti teman-temannya, wushu, drum, robotika… dia membutuhkan seseorang yang mengantarnya, dia membutuhkan seseorang yang menemani dia mengaji, dia membutuhkan seseorang yang mengingatkan keutamaan sholat dan ibadah lain, dia membutuhkan teman yang menemaninya belajar tanpa terkantuk-kantuk. Ketika remaja, dia membutuhkan seseorang untuk menumpahkan kesedihan dan keceriaannya di sekolah. 

Bahkan ketika sudah mapan, menikah dan mempunyai anak pun, seorang anak tetap membutuhkan ibunya, meski sekedar untuk meminta nasihat dan mencurahkan keluh kesahnya. 

Selama ini, saya merasa sudah memenuhi kebutuhan anak saya, meski tidak optimal. Seorang ibu pasti akan memberikan yang terbaik untuk anaknya, bagaimanapun kondisinya. Tapi ketika anak saya membutuhkan banyak hal, sedangkan saya tidak bisa memenuhi kebutuhan itu (kelelahan, banyak pekerjaan, tidak ada waktu), akhirnya saya yang akan meminta pengertiannya, selalu begitu. Dan dia, laki-laki kecil itu akan selalu berusaha bisa mengerti saya, ibunya. Adilkah bila seorang anak yang seharusnya dimengerti justru dikondisikan untuk berusaha mengerti ? 

Sebagai perempuan, sudah jelas kewajiban dan amanah saya yang utama, menjadi ibu dan istri. Dan amanah itu, pasti akan Allah mintai pertanggungjawaban kelak. Bagaimana kau mendidik anakmu? Bagaimana kau melayani suamimu ? Dengan bekerja, saya membebankan satu amanah lagi di pundak saya, dan pasti harus saya pertanggungjawabkan pula. Sering saya berfikir, berani-beraninya saya mengambil satu amanah lagi, sementara satu amanah utama saja belum tertunaikan dengan sempurna ? Astaghfirullah… 

Rasanya sudah berkali-kali saya menyimpulkan, solusi masalah saya adalah saya harus berhenti bekerja atau mencari alternative pekerjaan lain yang bisa saya kerjakan dari rumah. Suami saya pun mendukung sepenuhnya, bahkan beliau menyatakan lebih tenang bekerja bila saya sendiri yang mengasuh anak di rumah. Tapi saya tidak pernah punya keberanian untuk mewujudkannya, terlalu banyak hal yang saya takutkan. Bagaimana kalau saya bosan, bagaimana mengkondisikan diri yang terbiasa punya uang sendiri lalu harus tergantung pada suami, bagaimana bila terjadi sesuatu dengan suami, bagaimana mencukupi kebutuhan hanya dengan satu gaji, bagaimana dengan keinginan naik haji ? 

Begitulah, ketika beberapa kali keinginan berhenti bekerja menguat, yang biasanya diawali tuntutan-tuntutan anak saya, tak berapa lama keinginan itu pun memudar. Titik terang mulai terlihat beberapa minggu ini, saya semakin mantap untuk berhenti bekerja. Satu per satu pertanyaan dan ketakutan saya terjawab. Soal financial, alhamdulillah Allah memudahkan jalan rejeki kami sehingga kami punya rumah dan kendaraan yang layak, Allah telah menghajikan kami, Allah telah mencukupi semua kebutuhan material kami. 

Saya berusaha tidak munafik, memang masih banyak sekali keinginan dan kebutuhan lain yang tidak akan habis kami kejar, semua orang pun pasti begitu. Setelah punya rumah pasti ingin punya rumah yang lebih besar, sudah punya mobil pasti ingin mobil yang lebih bagus, sudah berhaji pasti ingin berhaji lagi. Tapi apakah itu tujuan hidup saya ? Soal ketakutan bosan tanpa kegiatan di rumah, pasti bisa disiasati. Banyak kegiatan yang bisa saya ikuti, memperbanyak pengajian, kursus ketrampilan rumah tangga, LSM ? 

Lalu bagaimana bila terjadi sesuatu dengan suami ? Masya Allah, saya sungguh malu pernah meragukan ini, bukankah semuanya telah diatur Allah ? Dan bukankah saya pun bisa tetap berusaha menghasilkan uang meskipun tinggal di rumah ? Kemudian perkataan kerabat yang pernah membuat saya kembali berpikir, bukankan kalau kamu bekerja, berarti kesempatan kamu untuk bersedekah lebih besar ? Pertanyaan itupun terjawab, bukankah sebaik-baik sedekah adalah sedekah untuk keluarga terdekat kita, anak-anak kita dan suami kita ? 

Bukan berupa uang, tapi keikhlasan kita menyiapkan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Ketika saya mencurahkan kegundahan saya pada seorang sahabat, beliau hanya menjawab dengan kalimat sederhana, “hidup kita semata-mata ibadah, ketika kamu dihadapkan pada dua pilihan yang sama berat, pilihlah yang akan membuat kualitas ibadahmu menjadi lebih baik”. Subhanallah, saya yakin berhenti bekerja adalah yang terbaik bagi saya dan keluarga saya saat ini. 

Dan akhirnya satu hal yang semakin memantapkan saya, bagi saya anak adalah investasi akherat saya. Dialah (dan insya Allah adik-adiknya) yang saya harapkan menerangi alam kubur saya dan suami dengan doa-doa dan amalan sholihnya. Dan inilah kesempatan saya sekali seumur hidup, tidak akan terulang, untuk mendidiknya dengan baik sehingga kelak ia akan dewasa menjadi lelaki sholih yang selalu mengingat saya dan suami dalam setiap doanya. 

Setelah melalui proses istikhoroh dan membersihkan niat karena Allah semata, saya pun memutuskan berhenti bekerja. Sungguh, keputusan ini bukan keputusan ringan, tapi merupakan keputusan terberat dalam hidup saya. Dan ternyata setelah memutuskan pun, Allah masih menguji kesungguhan saya. Permohonan resign saya belum terkabul dari perusahaan tempat saya bekerja. Tapi saya yakin dan selalu berusaha berbaik sangka, ketika saya benar-benar ikhlas dan berserah pada Allah, pasti Allah akan memudahkan urusan saya. Dan bukankan ketika kita mendapatkan sesuatu melalui proses yang berat, pasti kelak kita akan lebih mensyukurinya ? 


**Apa yang saya rasakan mungkin berbeda dengan apa yang dirasakan ibu-ibu lain. Banyak ibu yang bekerja tapi tetap menikmati perannya sebagai ibu maupun sebagai pekerja dan bisa menjalankan kedua amanah itu dengan sama baiknya, salut dan penghargaan saya setinggi-tingginya untuk ibu-ibu yang berdedikasi seperti ini. Ingin saya menjalani seperti itu, tapi ada daya saya merasa tidak cukup mempunyai kekuatan sebesar itu. Hidup adalah pilihan, dan ini pilihan yang saya tempuh. Selalu bersyukur, bersabar, dan menyadari konsekuensi setiap pilihan adalah kunci untuk berbahagia dengan apapun pilihan kita, insya Allah. 


Cerpen Pendidikan Cinta : NALURI IBUNDA

Monday, August 13, 2012

Kata kata Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri - Lebaran Idul Fitri

Kata kata Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri - Lebaran Idul Fitri

Kata kata Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri - Lebaran Idul Fitri


 Sahabat pemikir cerdas Lebaran sebentar lagi sahabat, Hari kemenangan akan kita capai sahabat. Minal Aidzin Wal Faidzin Mohon Maaf  Lahir dan Batin Sahabat. Semoga amal dan ibadah kita diterima Yang Maha Kuasa ya sahabat dan Kembali Fitrah. Lebaran sudah semakin dekat tentunya sahabat sudah pada punya yang baru-baru ni. baju baru, sandal baru hihihi. Baiklah sahabat menyambut lebaran ini. Ada sedikit Kata kata Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri - Lebaran Idul Fitri ni sahabat.




Beningkan hati dg dzikir
Cerahkan jiwa dg cinta
Lalui hr dg senyum
Tetapkan langkah dg syukur
Sucikan hati dg permohonan maaf
mEt hArI RaYa IduL fiTrI
TaqobbaLallaHu minNa wA MinKuM
Minal AidziN WaL FaidziN
Mhn MaaF LahiR n BaTiN
===============

Sebelas bulan Kita kejar dunia,
Kita umbar napsu angkara.
Sebulan penuh Kita gelar puasa,
Kita bakar segala dosa.
Sebelas bulan Kita sebar dengki Dan prasangka,
Sebulan penuh Kita tebar kasih sayang sesama.
Dua belas bulan Kita berinteraksi penuh salah Dan khilaf,
Di Hari suci nan fitri ini, Kita cuci hati, Kita buka pintu maaf.
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir Dan batin
======================

Jika HATI sejernih AIR, jangan biarkan IA keruh,
Jika HATI seputih AWAN, jangan biarkan dia mendung,
Jika HATI seindah BULAN, hiasi IA dengan IMAN.
Mohon Maaf lahir Dan batin
=========================

Kita hanya bisa angkat JEMPOL padaNya yang selalu buat kita HOKI dalam mencari kartu AS dan STAR ONE selama hidup, kita harus FLEXI-bel untuk menerima semua pemberianNYA dan menjalani MATRIX kehidupan ini… dan semoga amal kita tidak ESIA-ESIA.
MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN
====================

Ramadhan membasuh hati yang berjelaga
Saatnya meraih rahmat dan ampunan-Nya
Untuk lisan dan sikap yang tak terjaga
Mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 H
Minal Aidin Wal Faidzin Taqabalallahu minnaa wa minkum
============================
Sayup terdengar takbir berkumandang
Tanda Ramadhan akan lewat
Ampunan diharap, barokah didapat
Taqobalallahu minna wa minkum
Mohon maaf lahir dan bathin




========================
Satukan tangan, satukan hati
Itulah indahnya silaturahmi
Di Hari kemenangan Kita padukan
Keikhlasan untuk saling memaafkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri
Mohon Maaf Lahir Batin
=================

Sebelum Ramadhan pergi
Sebelum Idul fitri datang
Sebelum operator sibuk
Sebelum sms pending mulu
Sebelum pulsa habis
Dari hati ngucapin MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN
======================


Bila kata merangkai dusta..
Bila langkah membekas lara…
Bila hati penuh prasangka…
Dan bila Ada langkah yang menoreh luka.
Mohon bukakan pintu maaf…
Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir Batin
================



Takbir menggema mengagungkan Sang Khalik
Ramadhan berkilau berkah berganti
Syawal bertabur kemenangan
Taqaballahu minna waminkum
Taqaballahu ya karim
Met Idul Fitri 
==================
Satukan tangan satukan hati
Itulah indahnya silaturahmi di hari kemenangan
Kita padukan keikhlasan untuk saling memaafkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Batin

Sekian dulu sahabat 

Kata kata Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri - Lebaran Idul Fitri





Saturday, August 11, 2012

Cerpen pendidikan - KETIKA MAS GAGAH PERGI

Cerpen pendidikan - KETIKA MAS GAGAH PERGI



Cerpen pendidikan - KETIKA MAS GAGAH PERGI

sahabat pemikir cerdas , banyak berkah yang dapat kita dapati dalam bulan yang penuh berkah ini. mungkin salah satunya dengan membaca cerpen karya mbak Helvy Tiana Rosa. Banyak pesan yang membangun dalam cerpennya. semoga dengan membaca cerpen ini sahabat mendapatkan hikmahnya pada bulan suci ini .OKe lansung santap aja cerpennya sahabat.
kata kata cinta,kata kata mutiara,kata motivasi,pidato singkat,berita bola,kata kata gombal,kata kata lucu,cerpen pendidikan,cerpen sedih,tutorial blog,zodiak,ramalan bintang,berita terkini,otomotif,kata selamat ulang tahun,kata selamat hari ibu,kata kata galau


Karya: Helvy Tiana Rosa

Mas Gagah berubah!

Ya, sudah beberapa bulan belakangan ini Masku, sekaligus saudara kandungku satu-satunya itu benar-benar berubah !

Mas Gagah Perwira Pratama, masih kuliah di Teknik Sipil UI semester tujuh. Ia seorang kakak yang sangat baik, cerdas, periang dan tentu saja… ganteng! Mas Gagah juga sudah mampu membiayai kuliahnnya sendiri dari hasil mengajar privat untuk anak-anak SMA.

Sejak kecil aku sangat dekat dengannya. Tak ada rahasia di antara kami. Ia selalu mengajakku kemana ia pergi. Ia yang menolong di saat aku butuh pertolongan. Ia menghibur dan membujuk di saat aku bersedih. Membawakan oleh-oleh sepulang sekolah dan mengajariku mengaji.

Pendek kata, ia selalu melakukan hal-hal yang baik, menyenangkan dan berarti banyak untukku.Saat memasuki usia dewasa kami jadi makin dekat. Kalau ada saja sedikit waktu kosong, maka kami akan menghabiskannya bersama. Jalan-jalan, nonton film atau konser musik atau sekedar bercanda bersama teman-teman. Mas Gagah yang humoris itu akan membuat lelucon-lelucon santai hingga aku dan teman-temanku tertawa terbahak-bahak. Dengan sedan putihnya ia berkeliling mengantar teman-temanku pulang usai kami latihan teater. Kadang kami mampir dan makan dulu di restoran, atau bergembira ria di Dufan, Ancol.

Tak ada yang tak menyukai Mas Gagah. Jangankan keluarga atau tetangga, nenek-kakek, orang tua dan adik kakak teman-temanku menyukai sosoknya !
“Kakak kamu itu keren, cute, macho dan humoris. Masih kosong nggak sih ?”
“Git, gara-gara kamu bawa Mas Gagah ke rumah, sekarang orang serumahku sering membanding-bandingkan teman cowokku sama Mas Gagah lho ! Gila, berabe khan ?”
“Gimana ya Git, agar Mas Gagah suka padaku ?”
Dan masih banyak lontaran-lontaran senada yang mampir ke kupingku. Aku cuma mesam-mesem. Bangga.

Pernah kutanyakan pada Mas Gagah mengapa ia belum punya pacar. Apa jawabnya ?
“Mas belum minat tuh ! Kan lagi konsentrasi kuliah. Lagian kalau Mas pacaran…, banyak anggaran. Banyak juga yang patah hati ! He…he…he..” kata Mas Gagah pura-pura serius.
Mas Gagah dalam pandanganku adalah sosok ideal. Ia serba segalanya. Ia punya rancangan masa depan, tapi tak takut menikmati hidup. Ia moderat tapi tak pernah meninggalkan sholat !
Itulah Mas Gagah!

Tetapi seperti yang telah kukatakan, entah mengapa beberapa bulan belakangan ini ia berubah ! Drastis ! Dan aku seolah tak mengenal dirinya lagi. Aku sedih. Aku kehilangan. Mas Gagah yang kubanggakan kini entah kemana…

===00000======

“Mas Gagah ! Mas Gagaaaaaahhh!” teriakku kesal sambil mengetuk pintu kamar Mas Gagah keras-keras.
Tak ada jawaban. Padahal kata mama Mas Gagah ada di kamarnya. Kulihat stiker metalik di depan pintu kamar Mas Gagah. Tulisan berbahasa arab gundul. Tak bisa kubaca. Tapi aku bisa membaca artinya : Jangan masuk sebelum memberi salam!

“Assalaamu’alaikuuum!” seruku.
Pintu kamar terbuka dan kulihat senyum lembut Mas Gagah.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. Ada apa Gita? Kok teriak-teriak seperti itu?” tanyanya.
“Matiin kasetnya !” kataku sewot.
“Lho emang kenapa ?”
“Gita kesel bin sebel dengerin kasetnya Mas Gagah ! Memangnya kita orang Arab… , masangnya kok lagu-lagu Arab gitu!” aku cemberut.
“Ini nasyid. Bukan sekedar nyanyian Arab tapi dzikir, Gita !”
“Bodo !”
“Lho, kamar ini kan daerah kekuasaannya Mas. Boleh dong Mas melakukan hal-hal yang Mas sukai dan Mas anggap baik di kamar sendiri,” kata Mas Gagah sabar. “Kemarin waktu Mas pasang di ruang tamu, Gita ngambek…, mama bingung. Jadinya ya, di pasang di kamar.”
“Tapi kuping Gita terganggu Mas! Lagi asyik dengerin kaset Air Supply yang baru…, eh tiba-tiba terdengar suara aneh dari kamar Mas!”
“Mas kan pasang kasetnya pelan-pelan…”
“Pokoknya kedengaran!”
“Ya, wis. Kalau begitu Mas ganti aja dengan nasyid yang bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bagus, lho !”
“Ndak, pokoknya Gita nggak mau denger!” aku ngloyor pergi sambil membanting pintu kamar Mas Gagah.

Heran. Aku benar-benar tak habis pikir mengapa selera musik Mas Gagah jadi begitu. Kemana kaset-kaset Scorpion, Wham!, Elton John, Queen, Bon Jovi, Dewa, Jamrood atau Giginya?
“Wah, ini nggak seperti itu, Gita ! Dengerin Scorpion atau si Eric Clapton itu belum tentu mendatangkan manfaat, apalagi pahala. Lain lah ya dengan senandung nasyid Islami. Gita mau denger ? Ambil aja di kamar. Mas punya banyak kok !” begitu kata Mas Gagah.
Oalaa !

–=oOo=–

Sebenarnya perubahan Mas Gagah nggak cuma itu. Banyak. Terlalu banyak malah! Meski aku cuma ‘adik kecil’nya yang baru kelas dua SMA, aku cukup jeli mengamati perubahan-perubahan itu. Walau bingung untuk mencernanya.

Di satu sisi kuakui Mas Gagah tambah alim. Sholat tepat waktu, berjama’ah di Masjid, ngomongnya soal agama terus. Kalau aku iseng mengintip di lubang kunci, ia pasti lagi ngaji atau baca buku Islam.
Dan kalau aku mampir di kamarnya, ia dengan senang hati menguraikan isi buku yang dibacanya, atau malah menceramahiku. Ujung-ujungnya,”Ayo dong Gita, lebih feminin. Kalau kamu pakai rok atau baju panjang, Mas rela deh pecahin celengan buat beliin kamu rok atau baju panjang. Muslimah kan harus anggun. Coba Dik manis, ngapain sih rambut ditrondolin gitu !”

Uh. Padahal dulu Mas Gagah oke-oke saja melihat penampilanku yang tomboy. Dia tahu aku cuma punya dua rok! Ya rok seragam sekolah itu saja! Mas Gagah juga nggak pernah keberatan kalau aku meminjam kaos atau kemejanya. Ia sendiri dulu sering memanggilku Gito, bukan Gita ! Eh, sekarang pakai manggil Dik Manis segala!
Hal lain yang nyebelin, penampilan Mas Gagah jadi aneh. Sering juga mama menegurnya.
“Penampilanmu kok sekarang lain, Gah?’
“Lain gimana, Ma ?”
“Ya, nggak semodis dulu. Nggak dandy lagi. Biasanya kamu yang paling sibuk dengan penampilan kamu yang kayak cover boy itu…”
Mas Gagah cuma senyum. “Suka begini, Ma. Bersih, rapi meski sederhana. Kelihatannya juga lebih santun.”

Ya, dalam penglihatanku Mas Gagah jadi lebih kuno dengan kemeja lengan panjang atau baju koko yang dipadu dengan celana panjang semi baggy-nya. “Jadi mirip Pak Gino,” komentarku menyamakannya dengan sopir kami. “Untung saja masih lebih ganteng.”
Mas Gagah cuma terawa. Mengacak-acak rambutku dan berlalu.
Mas Gagah lebih pendiam? Itu juga sangat kurasakan. Sekarang Mas Gagah nggak kocak seperti dulu. Kayaknya dia juga males banget ngobrol lama atau becanda sama perempuan. Teman-temanku bertanya-tanya. Thera, peragawati sebelah rumah, kebingungan.
Dan…yang paling gawat, Mas Gagah emoh salaman sama perempuan!! Kupikir apa sih maunya Mas Gagah?
“Sok kece banget sih Mas? Masak nggak mau salaman sama Tresye? Dia tuh cewek paling beken di Sanggar Gita tahu?” tegurku suatu hari. “Jangan gitu dong. Sama aja nggak menghargai orang !”
“Justru karena Mas menghargai dia makanya Mas begitu,” dalihnya, lagi-lagi dengan nada amat sabar. “Gita lihat khan orang Sunda salaman? Santun meski nggak sentuhan. Itu yang lebih benar!”
Huh. Nggak mau salaman. Ngomong nunduk melulu…, sekarang bawa-bawa orang Sunda. Apa hubungannya?

Mas Gagah membawa sebuah buku dan menyorongkannya padaku. “Baca!”
Kubaca keras-keras. “Dari ‘Aisyah ra. Demi Allah, demi Allah, demi Allah. Rasulullah saw tidak pernah berjabat tangan dengan wanita kecuali dengan mahromnya. Hadits Bukhari Muslim!”
Si Mas tersenyum.
“Tapi Kyai Anwar mau salaman sama mama. Haji Kari, Haji Toto, Ustadz Ali…,” kataku.
“Bukankah Rasulullah uswatun hasanah? Teladan terbaik?” kata Mas Gagah sambil mengusap kepalaku. “Coba untuk mengerti ya, Dik Manis !?”
Dik manis? Coba untuk mengerti? Huh! Dan seperti biasa aku ngeloyor pergi dari kamar Mas Gagah dengan mangkel. Menurutku Mas Gagah terlalu fanatik ! Aku jadi khawatir. Apa dia lagi nuntut ‘ilmu putih’? Ah, aku juga takut kalau dia terbawa oleh orang-orang sok agamis tapi ngawur. Namun…, akhirnya aku nggak berani menduga demikian. Mas-ku itu orangnya cerdas sekali! Jenius malah! Umurnya baru dua puluh satu tahun tapi sudah tingkat empat di FTUI! Dan aku yakin mata batinnya jernih dan tajam. Hanya…, yaaa akhir-akhir ini ia berubah. Itu saja. Kutarik napas dalam-dalam.

–=oOo=–

“Mau kemana, Git!?”
“Nonton sama teman-teman.” Kataku sambil mengenakan sepatu. “Habis Mas Gagah kalau diajak nonton sekarang kebanyakan nolaknya!”
“Ikut Mas aja, yuk!”
“Kemana? Ke tempat yang waktu itu lagi? Ogah! Gita kayak orang bego di sana!”

Aku masih ingat jelas. Beberapa waktu yang lalu Mas Gagah mengajakku ke rumah temannya. Ada pengajian. Terus pernah juga aku diajak menghadiri tabligh akbar di suatu tempat. Bayangin, berapa kali aku dilihatin sama cewek-cewek lain yang kebanyakan berjilbab itu. Pasalnya, aku kesana memakai kemeja lengan pendek, jeans belel dan ransel kumalku. Belum lagi rambut trondol yang nggak bisa aku sembunyiin. Sebenarnya Mas Gagah menyuruhku memakai baju panjang dan kerudung yang biasa mama pakai ngaji. Aku nolak sambil ngancam nggak mau ikut.
“Assalaamu’alaikum!” terdengar suara beberapa lelaki.
Mas Gagah menjawab salam itu. Tak lama kulihat Mas Gagah dan teman-temannya di ruang tamu. Aku sudah hafal dengan teman-teman si Mas ini. Masuk, lewat, nunduk-nunduk, nggak ngelirik aku…, persis kelakuannya Mas Gagah.
“Lewat aja nih, Mas? Gita nggak dikenalin?” tanyaku iseng.
Dulu nggak ada deh teman Mas Gagah yang tak akrab denganku. Tapi sekarang, Mas Gagah nggak memperkenalkan mereka padaku. Padahal teman-temannya lumayan handsome!
Mas Gagah menempelkan telunjuknya di bibir. “Ssssttt !”
Seperti biasa, aku bisa menebak kegiatan mereka. Pasti ngomongin soal-soal ke-Islaman, diskusi, belajar baca Al-Quran atau bahasa Arab…, yaaa begitu deh!!

–=oOo=–

“Subhanallah, berarti kakak kamu ikhwan dong!” seru Tika setengah histeris mendengar ceritaku. Teman akrabku ini memang sudah sebulan ini berjilbab rapi. Memusiumkan semua jeans dan baju-baju you can see-nya.
“Ikhwan?” ulangku. “Makanan apaan tuh? Saudaranya bakwan atau tekwan?” suaraku yang keras membuat beberapa makhluk di kantin sekolah melirik kami.

“Huss! Untuk laki-laki ikhwan, untuk perempuan akhwat. Artinya saudara. Biasa dipakai untuk menyapa saudara seiman kita,” ujar Tika sambil menghirup es kelapa mudanya. “Kamu tahu Hendra atau Isa, kan? Aktivis Rohis kita itu contoh ikhwan paling nyata di sekolah ini.”
Aku manggut-manggut. Lagak Isa dan Hendra memang mirip Mas Gagah.
“Udah deh, Git. Nggak usah bingung. Banyak baca buku Islam. Ngaji! Insya Allah kamu akan tahu meyeluruh tentang dien kita. Orang-orang seperti Hendra, Isa, atau Mas Gagah bukanlah orang-orang yang error. Mereka hanya berusaha mengamalkan Islam dengan baik dan benar. Kitanya saja yang mungkin belum mengerti dan sering salah paham.”
Aku diam. Kulihat kesungguhan di wajah bening Tika, sobat dekatku yang dulu tukang ngocol ini. Tiba-tiba di mataku menjelma begitu dewasa.
“Eh, kapan main ke rumahku? Mama udah kangen tuh! Aku ingin kita tetap dekat, Gita…, meski kita kini punya pandangan yang berbeda,” ujar Tika tiba-tiba.
“Tik, aku kehilangan kamu. Aku juga kehilangan Mas Gagah…,” kataku jujur. “Selama ini aku pura-pura cuek tak peduli. Aku sedih…”
Tika menepuk pundakku. Jilbab putihnya bergerak ditiup angin. “Aku senang kamu mau membicarakan hal ini denganku. Nginap di rumah, yuk. Biar kita bisa cerita banyak. Sekalian kukenalkan pada Mbak Ana.”
“Mbak Ana ?”
“Sepupuku yang kuliah di Amerika! Lucu deh, pulang dari Amrik malah pakai jilbab! Itulah hidayah!”
“Hidayah ?”
“Nginap, ya! Kita ngobrol sampai malam sama Mbak Ana!”

–=oOo=–

“Assalaamu’alaikum, Mas Ikhwan…, eh Mas Gagah !” tegurku ramah.
“Eh adik Mas Gagah! Dari mana aja? Bubar sekolah bukannya langsung pulang!” kata Mas Gagah pura-pura marah, usai menjawab salamku.
“Dari rumah Tika, teman sekolah,” jawabku pendek. “Lagi ngapain, Mas?” tanyaku sambil mengintari kamarnya. Kuamati beberapa poster, kaligrafi, ganbar-gambar pejuang Palestina, Kashmir dan Bosnia. Puisi-puisi sufistik yang tertempel rapi di dinding kamar. Lalu dua rak koleksi buku ke-Islaman..
“Cuman lagi baca !”
“Buku apa ?”
“Tumben kamu pengin tahu?”
“Tunjukin dong, Mas…buku apa sih?” desakku.
“Eit…, Eiiit !” Mas Gagah berusaha menyembunyikan bukunya.
Kugelitik kakinya, dia tertawa dan menyerah. “Nih!” serunya memperlihatkan buku yang sedang dibacanya dengan wajah setengah memerah.
“Nah yaaaa!” aku tertawa. Mas Gagah juga. Akhirnya kami bersama-sama membaca buku ‘Memilih Jodoh dan Tata Cara Meminang dalam Islam’ itu..
“Maaaas…”
“Apa Dik manis?”
“Gita akhwat bukan sih?”
“Memangnya kenapa ?”
“Gita akhwat apa bukan ? Ayo jawab…,” tanyaku manja.
Mas Gagah tertawa. Sore itu dengan sabar dan panjang lebar, ia berbicara kepadaku. Tentang Allah, Rasulullah. Tentang ajaran Islam yang diabaikan dan tak dipahami ummatnya. Tentang kaum Muslimin di dunia yang selalu jadi sasaran fitnah serta pembantaian dan tentang hal-hal lainnya. Dan untuk petamakalinya setelah sekian lama, aku merasa kembali menemukan Mas Gagahku yang dulu.
Mas Gagah dengan semangat terus berbicara. Terkadang ia tersenyum, sesaat sambil menitikkan air mata. Hal yang tak pernah kulihat sebelumnya!!
“Mas kok nangis?”
“Mas sedih karena Allah, Rasul dan Al Islam kini sering dianggap remeh. Sedih karena ummat yang banyak meninggalkan Al-Quran dan Sunnah, juga berpecah belah. Sedih karena saat Mas bersenang-senang dan bisa beribadah dengan tenang, saudara-saudara seiman di Belahan bumi lainnya sedang digorok lehernya, mengais-ngais makanan di jalan, dan tidur beratap langit…”
Sesaat kami terdiam. Ah, Masku yang gagah dan tegar ini ternyata sangat perasa. Sangat peduli…
“Kok…tumben Gita mau dengerin Mas ngomong?” tanya Mas Gagah tiba-tiba.
“Gita capek marahan sama Mas Gagah !” Ujarku sekenanya.
“Emangnya Gita ngerti yang Mas katakan?”
“Tenang aja, Gita nyambung kok!” kataku jujur. Ya, Mbak Ana juga pernah menerangkan hal demikian. Aku ngerti deh meski nggak mendalam.
Malam itu aku tidur ditemani tumpukan buku-buku Islam milik Mas Gagah. Kayaknya aku dapat hidayah!

–=oOo=–

Hari-hari berlalu. Aku dan Mas Gagah mulai dekat lagi sepeti dulu. Meski aktivitas yang kami lakukan berbeda dengan yang dahulu.
Kini tiap Minggu kami ke Sunda Kelapa atau Wali Songo, mendengarkan ceramah umum. Atau ke tempat-tempat tabligh Akbar digelar. Kadang cuma aku dan Mas Gagah, kadang-kadang bila sedikit kupaksa Mama Papa juga ikut.
“Masa sekali aja nggak bisa, Pa…, tiap minggu rutin ngunjungin relasi ini itu. Kebutuhan rohaninya kapan?” tegurku.
Biasanya Papa hanya mencubit pipiku sambil menyahut, “Iya deh, iya!”
Pernah juga Mas Gagah mengajakku ke acara pernikahan temannya. Aku sempat bingung juga. Soalnya pengantinnya nggak bersanding tapi terpisah! Tempat acaranya juga gitu. Dipisah antara lelaki dan perempuan. Terus bersama souvenir, para tamu dibagikan risalah nikah juga. Di sana ada dalil-dalil mengapa walimah mereka dilaksanakan seperti itu. Dalam perjalanan pulang, baru Mas Gagah memberi tahu bagaimana hakikat acara pernikahan dalam Islam. Acara itu tak boleh menjadi ajang kemaksiatan dan kemubaziran, harus Islami dan semacamnya. Ia juga wanti-wanti agar aku tak mengulangi ulah mengintip tempat cowok dari tempat cewek!
Aku nyengir kuda.
Tampaknya Mas Gagah mulai senang pergi denganku. Soalnya aku mulai bisa diatur. Pakai baju yang sopan, pakai rok panjang, ketawa nggak cekakaan.
“Nyoba pakai jilbab, Git !” pinta Mas Gagah suatu ketika.
“Lho, rambut Gita kan udah nggak trondol! Lagian belum mau deh jreng!”
Mas Gagah tersenyum. “Gita lebih anggun kalau pakai jilbab dan lebih dicintai Allah. Kayak Mama”.
Memang sudah beberapa hari ini mama berjilbab. Gara-garanya dinasehatin terus sama si Mas, di beliin buku-buku tentang wanita, juga dikomporin sama teman-teman pengajian beliau.
“Gita mau, tapi nggak sekarang…,” kataku. Aku memikirkan bagaimana dengan seabreg aktivitasku kini, prospek masa depan (ceila) dan semacamnya.
“Itu bukan halangan.” Ujar Mas Gagah seolah mengerti jalan pikiranku.
Aku menggelengkan kepala. Heran, Mama yang wanita karier itu kok cepat sekali terpengaruh sama Mas Gagah!
“Ini hidayah, Gita!” kata Mama. Papa yang duduk di samping beliau senyum-senyum.
“Hidayah? Perasaan Gita duluan deh yang dapat hidayah baru Mama! Gita pakai rok aja udah hidayah!”
“Lho?” Mas Gagah bengong.

–=oOo=–

Dengan penuh kebanggaan, kutatap lekat wajah Mas Gagah. Gimana nggak bangga? Dalam acara Studi Tentang Islam yang diadakan FTUI untuk umum ini, Mas Gagah menjadi salah satu pembicaranya! Aku yang berada di antara ratusan peserta ini rasa-rasanya ingin berteriak, “Hei, itu kan Mas Gagah-ku !”
Mas Gagah tampil tenang. Gaya penyampaiannya bagus, materi yang dibawakannya menarik dan retorikanya luar biasa! Semua hening mendengar ia bicara. Aku juga. Mas Gagah fasih mengeluarkan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits Rasul. Menjawab semua pertanyaan dengan baik dan tuntas. Aku sempat bingung lho, kok Mas Gagah bisa sih? Bahkan materi yang disampaikannya jauh lebih bagus daripada yamh dibawakan oleh kyai-kyai kondang atau ustadz tenar yang biasa kudengar!
Pada kesempatan itu juga Mas Gagah berbicara tentang muslimah masa kini dan tantangannya dalam era globalisasi.
“Betapa Islam yang jelas-jelas mengangkat harkat dan martabat wanita, dituduh mengekang wanita hanya karena mensyariatkan jilbab. Jilbab sebagai busana taqwa, sebagai identitas muslimah, diragukan bahkan oleh para muslimah kita, oleh orang Islam sendiri,” kata Mas Gagah.
Mas Gagah terus bicara. Tiap katanya kucatat di hati ini.

–=oOo=–

Lusa ulang tahunku. Dan hari ini sepulang sekolah, aku mampir ke rumah Tika. Minta diajarkan memakai jilbab yang rapi. Tuh anak sempat histeris juga. Mbak Ana senang dan berulang kali mengucap hamdalah.
Aku mau ngasih kejutan buat Mas Gagah! Mama bisa dikompakin. Nanti sore aku akan mengejutkan Mas Gagah. Aku akan datang ke kamarnya memakai jilbab putihku. Kemudian mengajaknya jalan-jalan untuk persiapan tasyakuran ultah ketujuh belasku.
Kubayangkan ia akan terkejut gembira, memelukku. Apalagi aku ingin Mas Gagah yang memberikan ceramah pada acara tasyakuran yang insya Allah mengundang teman-teman dan anak-anak panti yatim piatu dekat rumah kami.
“Mas Ikhwan!! Mas Gagaaaaah! Maaasss! Assalaamu’alaikum!” kuketuk pintu kamar Mas Gagah dengan riang.
“Mas Gagah belum pulang,” kata Mama.
“Yaaaaa, kemana sih, Ma??!” keluhku.
“Kan diundang ceramah di Bogor. Katanya langsung berangkat dari kampus…”
“Jangan-jangan nginep, Ma. Biasanya malam minggu kan suka nginep di rumah temannya, atau di Masjid.”
“Insya Allah nggak. Kan Mas Gagah inget ada janji sama Gita hari ini,” hibur mama menepis gelisahku.
Kugaruk-garuk kepalaku yang tak gatal. Entah mengapa aku kangen sekali dengan Mas Gagah.
“Eh, jilbab Gita mencong-mencong tuh !” Mama tertawa.
Tanganku sibuk merapikan jilbab yang kupakai. Tersenyum pada Mama.

–=oOo=–

Sudah lepas Isya. Mas Gagah belum pulang juga.
“Mungkin dalam perjalanan. Bogor kan lumayan jauh…” hibur Mama lagi.
Tetapi detik demi detik, menit demi menit berlalu. Sampai jam sepuluh malam, Mas Gagah belum pulang juga.
“Nginap barangkali, Ma?” duga Papa.
Mama menggeleng. “Kalau mau nginap Gagah selalu bilang, Pa!”
Aku menghela napas panjang. Menguap. Ngantuk. Jilbab putih itu belum juga kulepaskan. Aku berharap Mas Gagah segera pulang dan melihatku memakainya.
“Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinggg !!” Telpon berdering.
Papa mengangkat telepon. “Halo, ya betul. Apa? Gagah???”
“Ada apa , Pa?” tanya Mama cemas.
“Gagah…, kecelakaan…, Rumah Sakit… Islam…,” suara Papa lemah.
“Mas Gagaaaaaahhh!!!” Air mataku tumpah. Tubuhku lemas.
Tak lama kami sudah dalam perjalanan menuju Cempaka Putih. Aku dan Mama menangis berangkulan. Jilbab kami basah.

–=oOo=–

Dari luar kamar kaca, kulihat tubuh Mas Gagah terbaring lemah. Tangan, kaki, kepalanya penuh perban. Informasi yang kudengar, sebuah truk menghantam mobil yang dikendarai Mas Gagah. Dua teman Mas Gagah tewas seketika, sedang kondisi Mas Gagah kritis.
Dokter melarang kami untuk masuk ke dalam ruangan.
“Tapi saya Gita, adiknya, Dok! Mas Gagah pasti mau lihat saya pakai jilbab iniii!” kataku emosi pada dokter dan suster di depanku.
Mama dengan lebih tenang merangkulku, “Sabar, Sayang…, sabar.”
Di pojok ruangan papa tampak serius berbicara dengan dokter yang khusus menangani Mas Gagah. Wajah mereka suram.
“Suster, Mas Gagah akan hidup terus kan, suster? Dokter? Ma?” tanyaku. “Papa, Mas Gagah bisa ceramah pada syukuran Gita kan?” air mataku terus mengalir.
Tapi tak ada yang menjawab pertanyaanku kecuali kebisuan dinding putih rumah sakit. Dan dari kamar kaca kulihat tubuh yang biasa gagah enerjik itu bahkan tak bergerak!
“Mas Gagah, sembuh ya, Mas…, Mas…Gagah…, Gita udah jadi adik Mas yang manis. Mas… Gagah…,” bisikku.
Tiga jam kemudian kami masih berada di rumah sakit.. Sekitar ruang ICU kini telah sepi. Tinggal kami dan seorang bapak paruh baya yang menunggui anaknya yang juga dalam kondisi kritis. Aku berdoa dan terus berdoa. Ya Allah, selamatkan Mas Gagah…, Gita, Mama dan Papa butuh Mas Gagah…, umat juga.”
Tak lama dokter Joko yang menangani Mas Gagah menghampiri kami. “Ia sudah sadar dan memanggil nama ibu, bapak, dan Gi…”
“Gita..” suaraku serak menahan tangis.
“Pergunakan waktu yang ada untuk mendampinginya seperti permintaannya. Sukar baginya untuk bertahan. Maafkan saya…, lukanya terlalu parah,” perkataan terakhir dokter Joko mengguncang perasaan, menghempaskan harapanku!
“Mas…, ini Gita, Mas…,” sapaku berbisik.
Tubuh Mas Gagah bergerak sedikit. Bibirnya seolah ingin mengucapkan sesuatu.
Kudekatkan wajahku kepadanya. “Gita sudah pakai.. jilbab,” lirihku. Ujung jilbabku yang basah kusentuhkan pada tangannya.
Tubuh Mas Gagah bergerak lagi.
“Dzikir…, Mas,’ suaraku bergetar. Kupandang lekat-lekat wajah Mas Gagah yang separuhnya tertutup perban. Wajah itu begitu tenang…
“Gi…ta…”
Kudengar suara Mas Gagah! Ya Allah, pelan sekali!
“Gita di sini, Mas…”
Perlahan kelopak matamya terbuka. Aku tersenyum.
“Gita… udah pakai… jilbab…,” kutahan isakku.
Memandangku lembut, Mas Gagah tersenyum. Bibirnya seolah mengucapkan sesuatu seperti hamdalah.
“Jangan ngomong apa-apa dulu, Mas…,” ujarku pelan ketika kulihat ia berusaha lagi untuk mengatakan sesuatu.
Mama dan Papa memberi isyarat untuk gantian. Ruang ICU memang tak bisa dimasuki beramai-ramai. Dengan sedih aku keluar. Ya Allah…, sesaat kulihat Mas Gagah tersenyum. Tulus sekali!
Tak lama aku bisa menemui Mas Gagah lagi. Dokter mengatakan Mas Gagah tampaknya menginginkan kami semua berkumpul.
Kian lama kurasakan tubuh Mas Gagah semakin pucat. Tapi sebentar-sebentar masih tampak bergerak. Tampaknya ia juga masih bisa mendengar apa yang kami katakan meski hanya bisa membalasnya dengan senyuman dan isyarat mata.
Kuusap setitik lagi airmata yang jatuh. “Sebut nama Allah banyak-banyak…, Mas,” kataku sambil menggenggam tangannya. Aku sudah pasrah pada Allah. Aku sangat menginginkan Mas Gagah terus hidup. Tapi sebagai insan beriman, seperti juga yang diajarkan Mas Gagah, aku pasrah pada ketentuan Allah. Allah tentu tahu apa yang terbaik bagi Mas Gagah.
“Laa…ilaaha…illa…llah…, Muham…mad…Ra…sul…Al…lah…,” suara Mas Gagah pelan, namun tak terlalu pelan untuk kami dengar.

Mas Gagah telah kembali pada Allah. Tenang sekali. Seulas senyum menghiasi wajahnya.
Aku memeluk tubuh yang terbujur kaku dan dingin itu kuat-kuat. Mama dan Papa juga. Isak kami bersahutan walau kami rela dia pergi.
Selamat jalan, Mas Gagah !

–=oOo=–

(Epilog)
Buat ukhti manis Gita Ayu Pratiwi,
Semoga memperoleh umur yang berkah,
Dan jadilah muslimah sejati
Agar Allah selalu besertamu.
Sun Sayang,
Mas Ikhwan, eh Mas Gagah !
Kubaca berulang kali kartu ucapan Mas Gagah. Keharuan memenuhi rongga-rongga dadaku.
Gamis dan jilbab hijau muda, manis sekali. Akh, ternyata Mas Gagah telah mempersiapkan kado untuk hari ulang tahunku. Aku tersenyum miris.
Kupandangi kamar Mas Gagah yang kini lengang. Aku rindu panggilan dik manis, Aku rindu suara nasyid. Rindu diskusi-diskusi di kamar ini. Rindu suara merdu Mas Gagah melantunkan kalam Ilahi yang selamanya tiada kudengar lagi. Hanya wajah para Mujahid di dinding kamar yang menatapku. Puisi-puisi sufistik yang seolah bergema di ruang ini…
Setitik air mataku jatuh lagi.
“Mas, Gita akhwat bukan sih?”
“Ya, Insya Allah akhwat!”
“Yang bener?”
“Iya, dik manis!”
“Kalau ikhwan itu harus ada jenggotnya, ya?!”
“Kok nanya gitu?”
“Lha, Mas Gagah ada jenggotnya!”
“Ganteng kan?”
“Uuu! Eh, Mas, kita kudu jihad, ya? Jihad itu apa sih?”
“Ya always dong ! Jihad itu… “
Setetes, dua tetes, air mataku kian menganak sungai.
Kumatikan lampu. Kututup pintu kamarnya pelan-pelan.
Selamat jalan, Mas Ikhwan! Selamat jalan, Mas Gagah!

Bagaimana perasaan sahabat setelah membaca cerpen ini? Jika sahabat buka dengan PC , sahabat bisa jawab pada commn FB dibawah.
Cerpen pendidikan - KETIKA MAS GAGAH PERGI