Saturday, April 5, 2014

Kesehatan - Cara Menghilangkan Flek Hitam di Wajah

Kesehatan - Cara Menghilangkan Flek Hitam di Wajah

Bagi remaja yang sedang mengalami masa pubertas, wajah akan menjadi sangat sensitif terhadap minyak, sinar matahari dan kotoran debu dari luar yang pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan pada wajah, salah satunya adalah adanya flek hitam. Kali ini Pemikir cerdas memberikan sedikit tip tentang kesehatan "Cara menghilangkan Flek Hitam di Wajah". Nah untuk menghilangkan flek hitam di wajah kita bisa gunakan bahan alami dan mudah untuk didapatkan. Untuk harga juga terjangkau kok sahabat.
Hilangkan flek hitam

Berikut adalah beberapa cara menghilangkan flek hitam di wajah secara alami.

  1.  Menggunakan Kulit Mentimun. Anda tinggal menggosokkan kulit mentimun pada bagian wajah yang terdapat banyak noda hitam. Sangat baik juga bagi anda untuk banyak memakan mentimun tanpa dikupas. Selain dapat berkhasiat untuk mencerahkan kulit dan menghilangkan flek hitam di wajah, buah mentimun yang belum dikupas ternyata juga bisa berkhasiat untuk membuat kulit menjadi kencang.
  2.  Menggunakan Kulit Buah Pepaya. Anda hanya tinggal menempelkan kulit buah pepaya pada flek hitam di wajah anda yang ingin dihilangkan. Untuk menghilangkan flek hitam dan menghambat keluarnya keriput pada kulit wajah, kulit pepaya ternyata bisa dijadikan salah satu alternatif.
  3.  Menggunakan Kulit Jeruk Manis. Pertama–tama tama anda harus membuat ramuan kulit jeruk manis dengan cara merebusnya. Lalu saring ramuan tadi hingga tinggal airnya saja. Setelah itu, minum air rebusan kulit jeruk manis tadi saat masih hangat. Disarankan untuk meminum ramuan ini satu kali sehari dalam kurun waktu tiga bulan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Tidak hanya dapat berfungsi untuk menghilangkan flek hitam pada wajah, sari kulit jeruk manis juga dapat berfungsi untuk menghaluskan kulit wajah anda.
  4.  Menggunakan Buah Persik. Oleskan buah persik yang sudah dihaluskan pada wajah. Setelah itu, pijit secara perlahan wajah yang sudah diolesi dengan buah persik tadi lalu diamkan wajah selama 10 menit. Setelah itu, basuh muka sampai bersih. Selain buah persik, anda juga bisa menggunakan bagian putih pada buah semangka dengan cara yang sama.
  5. Menggunakan Kulit Pisang Mas. Sampai saat ini, kulit pisang Mas sangat cocok digunakan untuk menghilangkan noda hitam, terutama noda yang  timbul akibat bekas cacar air. Anda tinggal menggosokkan kulit pisang mas tadi pada bagian wajah yang terdapat noda hitam, setelah itu diamkan sebentar sampai kering lalu bilas dengan air sampai bersih. Jika anda lakukan cara ini secara rutin dan konsisten, bukan tak mungkin noda-noda flek hitam di wajah akan benar-benar hilang dan kulit anda akan menjadi bersih kembali.
  6.  Menggunakan Bengkoang. Kupas kulit bengkoang lalu parut buahnya sampai halus. Setelah itu, oleskan parutan buah bengkoang tadi pada wajah yang terdapat flek hitamnya. Lalu diamkan selama 10-15 menit dan bilas dengan air bersih. Ulangi cara ini selama dua kali seminggu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
  7. Menggunakan Campuran Beras dan Bubuk Kayu Manis. Tumbuk beras sampai halus lalu tambahkan bubuk kayu manis secukupnya. Setelah itu, goreng campuran tumbukan beras dan bubuk kayu manis tadi tanpa menggunakan minyak, lalu oseng hingga bahan-bahan tadi benar-benar tercampur dan hingga berwarna kekuningan. Setelah dingin, oleskanlah ramuan ini pada bagian yang terdapat flek hitamnya. Ulangi cara ini tiga kali seminggu hingga flek hitam benar-benar hilang. Inilah point terakhir dari cara menghilangkan flek hitam. 
Semoga Cara menghilangkan flek hitam di wajah ini memberikan  manfaat untuk sahabat . sekian dulu edisi kesehatannya ya sahabat.


Sumber :frackasyster.blogspot

Kesehatan - Cara Menghilangkan Flek Hitam di Wajah

Wednesday, April 2, 2014

Cerpen Motivasi - BERSYUKUR

Cerpen Motivasi - BERSYUKUR

Bersyukur, apakah kita telah mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa? .Maaf , mungkin banyak dari kita umat manusia ini yang tidak mensyukuri dengan apa yang telah diberikan Yang Maha Kuasa. Kenapa itu terjadi? Salah satunya karena manusia memiliki sifat yang tidak pernah puas. Ga' perlu jauh2 deh contohnya saja, KORUPTOR. Sampai makan hak orang lain. Semoga saja cerpen berikut ini memberikan kita kesadaran untuk se
Bersyukur
lalu bersyukur.

Seorang kakek mengalami gangguan saluran kencing yang membuat ia tidak bisa (maaf) buang air kecil.

Ketika penyakitnya makin parah dan kesehatannya makin memburuk, ia terpaksa menjalani operasi. Operasi sukses dan si kakek kini sudah bisa buang air kecil lagi.

Menjelang pulang dari rumah sakit, dokter pun memberikan tagihan biaya operasinya.

Saat itu tiba-tiba sang kakek mulai menangis. Dokterpun bingung dan bertanya: "Kenapa menangis kek ? Jika biayanya terlalu mahal, kita bisa coba minta keringanan lagi".

Tapi kakek itu menjawab: Tidak, saya tidak menangis untuk itu, saya hanya teringat betapa selama 70 tahun sebelum ini, TUHAN membolehkan saya buang air kecIl TANPA mengirimkan saya tagihan apapun.

Kita baru merasakan betapa berHARGAnya apa yang diberikan TUHAN saat kita sudah kehilangan HAL tersebut.

Sebaliknya, kita memilih untuk lebih sering memikirkan apa Ɣªήg Tidak kita miliki, tanpa mengHARGAI apa Ɣªήg telah TUHAN berikan kepada kita.

(Semoga bermanfaat)

Cerpen Motivasi - BERSYUKUR

Sunday, March 30, 2014

Cerpen Pendidikan - KETIKA ORANG-ORANG TERCINTA ITU TELAH PERGI

Cerpen Pendidikan - KETIKA ORANG-ORANG TERCINTA ITU TELAH PERGI

Cerpen berikut ini PC golongkan pada cerpen pendidikan, Karena banyak nilai pendidikan didalamnya. Lagi dan lagi waktu itu sangatlah penting sahabat. Gunakan waktu sahabat dengan sebaik mungkin, gunakan untuk hal yang positif. Ingat sahabat ,waktu tidak bisa kita putar kebelakang sahabat. Waktu akan terus berjalan tanpa henti. Nah sahabat untuk kali ini cerpennya Oleh Galih Ari Permana . Selamat membaca!!!!
Orang-orang Tercinta

Hari ini aku takziah kepada seorang yang pernah bekerja satu kantor. Hari ini Sang Khaliq memanggilnya untuk kembali berada di sisi-Nya. Takziah hari ini benar-benar membawaku kemasa empat tahun silam dimana pada tahun 2006 Sang Khaliq memanggil Bapak tercinta. 

Apa yang membuatku teringat masa empat tahun silam itu? Aku menyaksikan kepergiannya bukan sekedar kepergian seorang manusia yang jatah usianya telah habis. Tetapi lebih itu. Dia adalah seorang anak dari Ibu yang berada di usia senja. Dia adalah seorang suami yang amat dicintai isterinya. Dia adalah seorang ayah dari anak-anaknya tersayang. 

Aku melihat rasa duka yang teramat dalam dari seorang ibu yang ditinggalkan oleh anaknya untuk selamanya. Sebuah peristiwa yang tidak pernah terpikir karena jika menurut perhitungan logika seharusnya dirinyalah yang pergi terlebih dahulu daripada anaknya karena usia yang lebih tua. Sebuah rasa kehilangan yang dalam melihat anak yang dilahirkan dari rahimnya melalui sebuah perjuangan kini tiada meninggalkannya 

Di usianya yang terbilang matang, di masa saat mekarnya bunga rumah tangga yang dibina bersama isteri tercinta, masa dimana blue print masa depan diwujudkan, ia harus meninggalkan seorang isteri untuk melanjutkan apa yang pernah mereka cita-citakan berdua. 

Bagi seorang isteri kehilangan seorang suami bagaikan kehilangan separuh jiwa. Kehilangan separuh jiwa itu nyaris membuatnya lumpuh. Hanya linangan air mata yang menetes yang bisa keluar sebagai jawaban terhadap peristiwa ini. 

Sepi, itu yang akan dirasakan. Tidak ada lagi penantian di senja hari. Tidak ada lagi senyuman pada saat sarapan pagi. Tidak ada lagi telinga yang akan mendengarkan setiap keluh kesahnya di penghujung hari. Anak-anaknya pun akan kehilangan figur seorang ayah sekaligus pahlawan hidupnya. 

Ya, hal ini aku rasakan empat tahun yang lalu. Berdukanya seorang ibu yang selama bertahun-tahun tidak berjumpa kini anak tersayangnya itu terbujur kaku. Menurut mama, nenekku itu sangat lama melihat nisan bapak. Benar-benar kehilangan yang teramat sangat. 

Mama yang aku anggap sosok wanita tegar dalam menjalani hidup tetap tidak kuasa melepas kepergian bapak. Satu kejadian yang membuat aku yakin kalau mama sangat berduka dan kehilangan bapak yaitu ketika adik mama pamit setelah bertakziah di rumah kami. Mama menangis dipelukan adiknya sambil berkata bahwa kini dirinya sendirian. Orang yang dijadikan tempat bersandarnya sudah tidak ada. 

Hal yang membuat aku merasakan betapa sedihnya mama adalah ketika dia berkata kepada adiknya itu bagaimana dia melanjutkan kehidupan bersama anak-anaknya di kemudian hari tanpa seorang suami yang mendampinginya. 

Bagaimana dengan diriku? Hanya satu kata, penyesalan. Lima tahun hidup bersama bapak tidak aku pergunakan dengan maksimal. Hanya serpihan-serpihan bakti yang belum mampu menutupi segunung pengorbanan bapak untuk diriku yang bisa aku berikan. Penyesalan adalah sebuah alasan klise ketika aku menyadari dirinya telah tidak ada lagi. 

Penyesalan itu selalu muncul salah satu masanya ketika Idul Fitri tiba. Betapa menyesalnya aku karena di masa hidupnya hanya satu kali aku sungkem kepadanya sambil berlutut sambil meminta maaf. Betapa menyesalnya aku karena selama dia hidup belum pernah memberikan hadiah apapun di hari ulang tahunnya. 

Ada yang datang dan ada yang pergi. Ekspresi senang dan sedih dalam menyambutnya adalah hal yang fitrah. Tetapi penyesalan bagiku adalah sebuah kebodohan diri karena matinya hati dan lemahnya akal. Bodoh karena tidak memberikan cinta sepenuh jiwa dan tidak memberikan cinta itu selama waktu itu ada. 

Kepergian seorang anak, suami, isteri, ayah, atau siapapun orang yang kita cintai akan menggoreskan duka. Semoga Allah Azza Wajalla memberikan kita kekuatan dan kesabaran untuk bisa kembali menatap hari esok. Memberikan kita kekuatan untuk dapat memberikan cinta yang lebih baik terhadap orang-orang yang kita sayangi. Memberikan kita kesempatan untuk memperbaiki diri guna bekal bila saat itu tiba untuk kita. 

Semoga memberikan manfaat kepada sahabat yang telah membacanya. Jangan sia-siakan waktu yang ada ya sahabat. Cintai Keluargamu sahabat dan jangan sakiti/lukai hati kedua orang tuamu.

Cerpen Pendidikan - KETIKA ORANG-ORANG TERCINTA ITU TELAH PERGI

Friday, March 28, 2014

Cerpen Persahabatan - Misteri Pesan Dhion

Cerpen Persahabatan - Misteri Pesan Dhion

Sahabat pemikir cerdas, PC mendapatkan kiriman cerpen lagi dari salah satu sahabat setia PC. Namanya Damayanti Childiesh sahabat!!! Sebelum sahabat membaca cerpen kiriman dari Damayanti Childiesh, kita ucapkan terimakasih dulu .... Terimakasih Damayanti Childiesh ...... :D Telah mengirimkan cerpennya. Oke sahabat judulnya cerpennya " Misteri Pesan Dhion". Sedikit horor judulnya sahabat, sebelum baca siapkan juga makanan n minuman ringan agar lebih nyantai bacanya sahabat.
Persahabatan

       Bruuuukkkkkk.................aduh sakit, keluh dita saat mendapati tubuhnya terjatuh dari tempat tidur. Dengan sedikit kesal,,,,dita beranjak dari tempat tidur menuju sofa kesayangannya yang terletak di ruang tamu. Duduk termenung sambil merenungi mimpi yang telah membuatnya terjatuh dari tempat tidur,,,,sampai-sampai kepalanya terbentur. Kenapa yah,,,,,akhir-akhir ini aku selalu memimpikan dhion ? apa ada suatu hal buruk yang terjadi padanya ? “dita terus bertanya-tanya dalam hati”. Tiba-tiba khayalan dita tentang sahabatnya buyar seketika saat Handphone yang berada di saku celana dita bergetar dan mengagetkannya.

Hallo din,,,,,ada apa ? “tanya dina dengan singkat”. Dit....aku merasa ada suatu ha buruk yang terjadi pada dhion “ jawab dino dibalik Handpone”. Kayaknya apa yang kamu risaukan sama denganku,,,,tau ngak akhir-akhir ini aku sering memimpikan dhion yang terus meminta tolong sama aku. Dimimpiku dhion selalu minta tolong karena hampir tenggelam,,,,padahal dhion kan jago klo masalah berenang,,,,tapi mimpi itu terasa nyata aku lihat. “ucap dita pada sahabatnya dino”. Apa......??? kok mimpi kita sama sih dit ? “jawab dino dengan nada keheranan”. Din.....aku khawatir nih sama dhion,,,,,saat ini kan dia memang berada di laut,,,,coba deh kamu telpon dia !!! “pinta dita dengan nada khawatir”. Tunggu dulu aku confren, mudah-mudahan handphonenya aktif. Selang lima menit menunggu, suara dino muncul kembali. Dit...handphone dhion ngak aktif, sudah berulang kali aku hubungi tapi hasil sama. Akhirnya percakapan mereka berdua pun berakhir saat suara salam dari luar rumah dita yang dari tadi dita dengar tapi belum sempat membukakan pintu karena lagi serius membahas tentang dhion sahabatnya.
**********
Walaikum salam,,,,,,oh kamu dik, maaf kelamaan buka pintunya. “jawab dita dengan sedikit cengegesan”. Emang kamu ngapain aja tadi, sampai-sampai salamku ngak dijawab pintu rumah pun ngak dibuka ? “tanya dika dengan sedikit heran”. Maaf dik,,,,tadi itu saya dan dino lagi membahas dhion, spontan dika membungkam mulut dita. Dit....aku yakin ada hal buruk yang sedang terjadi pada dhion deh,,,,,bukannya mendoakan tapi firasatku ngak enak. “melotot memandangi dika sambil melepaskan tangan dika yang dari tadi membungkam mulutnya sampai susah bernafas”. Seketika dita pun mengambil handponenya yang baru ia letakkan diatas meja, menekan tombol dan menunggu jawaban dari seseorang yang ia telepon. Kamu kerumah sekarang yah,,,,ngak pakai lama “perintah dita dengan singkat pada seseorang yang ia telepon”. Tak lama kemudian dino datang dengan tergesa-gesa.....dit...dita “panggil dino dengan suara keras”. Iya...din, aku dan dika sekarang di ruang tamu jadi kamu langsung kesini saja.

Mereka bertiga pun sepakat ke rumah dhion yang letaknya tak jauh dari rumah mereka masing-masing. Dika, dhion, dino, dan dita sahabatan dari kecil mungkin karena jarak rumah mereka yang berdekatan dan masing-masing orang tua mereka juga sangat akrab antara yang satu dengan yang lainnya. Jadi ngak salah kalau mereka menjalin suatu persahabatan sejati yang mereka namakan D4 Always. Diantara mereka berempat, cuma dita yang paling cantik. Heheheh......ya jelas kan cuma dita satu-satunya perempuan diantara personil D4 Always “hibur dita disaat mereka lagi ada masalah”. Disaat itulah dita dikerebutin 3 cowok gagah yang siap mengacak-acak rambutnya sambil berkata “ihhh.....dita narsiezt deh” sambil mencubit pipi dita yang chubbi.
************
Sekitar 20 menit mereka bertiga mondar-mandir di depan rumah dhion yang sepi dan kayaknya tante Ratna lagi pergi. Muka kamu kok,,,,ditekuk sih dit ? “tanya dika dengan sedikit heran”. Hhhmmmm.....sebenarnya ada pesan dari dhion untuk ibunya yang belum sempat saya sampaikan karena terlalu sibuk dengan tugas kuliah. Emang apa pesannya ? “tanya dika dan dino kompak dengan muka penasaran”. Belum sempat dita jawab, tiba-tiba tante Ratna yang tak lain adalah ibunya dhion datang. Ehhh.....tante, klo boleh tau tante dari mana ? sudah lama loh tante kita menunggu disini, untuk ketemu sama tante. “tanya dita dengan muka cemas”. Tante dari rumahnya nak dika “tante Ratna menjawab dengan suara terisak tangis”. Maaf tante, “ucap dita sambil memapah tante Ratna yang kondisinya tidak stabil saat itu”. Sambil meyandarkan tante ratna ke sofa yang posisinya tidak jauh dari pintu masuk rumah, dita menyuruh dino mengambil segelas air putih untuk tante Ratna.

Tante.....baik-baik aja kan ? kami khawatir melihat muka tante yang pucat. “tanya dita dengan muka penuh rasa cemas”. Belum sempat tante ratna menjawab, tiba-tiba si dika ceplos dan menceritakan maksud dan tujuan mereka bertiga datang kemari. Sebenarnya sebelum Dhion pergi berlayar dia sempat menitip pesan sama dita tante,,,dhion berpesan agar dita dan teman-teman menjaga tante dan sering menjenguk keadaan tante. Maaf tante kalau pesan ini baru sempat dita sampaikan, karena akhir-akhir ini dita dan teman-teman sering bermimpi tentang dhion. Dalam mimpi pun dhion selalu berpesan agar kami semua menjaga tante dengan baik, seakan dhion itu tidak akan kembali lagi. “ucap dita panjang lebar sambil menitikan air mata”.

Barusan tante dapat telepon dari syam, dia mengabarkan kalau ternyata dhion menhilang di kapal tanpa jejak. Berulang kali syam menelpon dhion tapi handphone dhio tidak pernah aktif. “ucap tante ratna sambil menangis tersedu-sedu mendengar kabar buruk tentang anaknya yang hilang”. Apa tante.........spontan dita, dino dan dika kaget mendengar kabar buruk itu. Tante yang sabar yah !!! “ucap dita sambil memeluk tante ratna”. Tiba-tiba handphone dika berbunyi dan itu telepon dari kak syam, yang tak lain adalah kakak dari dhion.
“Halo....Assalamualaikum, ada apa kak syam ? walaikumsalam....dik, kak syam mau minta tolong. Bisa tidak kamu sekarang kerumahku soalnya kakak mau cerita sama ibu. “pinta kak syam pada dika sambil memohon”. Kebetulan kak saya dan teman-teman sekarang ada dirumahnya kakak, tunggu yah kak. Sambil menyodorkan handphonenya pada tante ratna “ tante....kak syam mau cerita sama tante.

Firasat buruk langsung merasuk dalam tubuhku seketika saat kupandangi wajah tante ratna yang begitu kosong dan hampa sampai-sampai dia pingsan setelah mendapat telepon dari kak syam. Berulang kali dita mencubit pipinya untuk menyakinkan dirinya, apakah ini cuma mimpi atau kenyataan ? sempat tidak percaya dengan kabar yang barusan dia dengar dari kak syam, tapi ini benar-benar sudah terjadi. Sahabat yang mereka rindukan dan cemaskan akhir-akhir ini telah pergi untuk selamanya. Tanpa sadar dita menjerit histeris dan menangis meratapi nasib sahabatnya yang meninggal dengan cara tragis. Yang tidak bisa dita terima atas kepergian sahabatnya dhion yang begitu cepat dan tragis sehingga menimbulkan tanda tanya besar baginya.

Dita tidak menyangka kalau ternyata pesan dan amanah dhion itu merupakan ucapan perpisahan terakhir dari sahabatnya. Dhion yang ia kenal sejak kecil sampai sekarang dan merupakan sahabat terbaiknya adalah sosok pemuda yang baik, ramah, royal dan pendiam. Kejadian tragis yang dialami dhion sampai meninggal merupakan pukulan terberat yang harus dita, sahabat dan keluarga dhion terima dengan tangis pilu. Selamat jalan sobat......semoga kamu tenang di alam sana. “ucap ketiga sahabat dhion yang saat itu menaburkan bunga diatas batu nisan sahabatnya”. Sambil tersenyum menatap langit yang dihiasi pelangi, saat itu juga dita dan teman-temannya berjanji akan mengukir nama dhion sebagai sahabat terbaik dihati mereka.

Damayanti Childiesh
13 Maret 2014

Nah sahabat apakah sahabat pernah mengalami hal yang serupa dengan cerpen yang di tulis oleh Damayanti Childiesh? Jika hal tersebut terjadi pada kita tentunya kita juga merasakan kehilangan, disinggahi perasaan sedih yang amat dalam. Semoga cerpen kiriman sahabat kita ini memberikan manfaat kepada pembaca. Kita tunggu lagi cerpen kiriman dari sahabat kita Damayanti Childiesh cerpen yang lebih seru :D. Untuk sahabat yang lain dan ingin cerpennya di publikasikan seperti sahabat kita yang satu ini... Silakan kirimkan cerpennya..

Cerpen Persahabatan - Misteri Pesan Dhion

Tuesday, March 25, 2014

Cerpen Pendidikan - LELAKI BERHATI CAHAYA

Cerpen Pendidikan - LELAKI BERHATI CAHAYA


LELAKI BERHATI CAHAYA

Dimulai dari judul cerpen ini, bagi yang suka baca cerpen tentu membuat penasaran. "Lelaki berhati cahaya" Nah apa lagi wanita tu , penasaran kali tentunya. Seperti apa sih lelaki yang berhati cahaya ini. Cerpen ini PC share disini karena banyak memiliki hal positif yang dapat kita ambil. Ya semoga para sahabat yang membaca cerpen ini mendapatkan hidayah dan dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Lelaki Berhati Cahaya

By : Helvy Tiana Rosa

Satu persatu anak-anak usia SMP di hadapanku beringsut, bangkit dan berlalu tanpa pamit.

Aku terus berbicara perihal hidup Rasulullah Muhammad SAW. Kutahan sedikit deburan di hatiku.

Kini, dari dua puluh, hanya tersisa sekitar tujuh anak. Lelaki semua. Anak-anak wanita yang duduk di belakang kini sudah tak tersisa. Mereka pulang. Sementara tujuh anak di hadapanku tampak sibuk sendiri. Berbisik, ngobrol, dan baca majalah. Masih ada waktu hampir satu jam lagi, tetapi kusudahi ceramahku.

"Minggu depan Mas Tomi datang 'kan?" tanya seorang anak.

"Bukan Mas lagi kan yang mengisi?" tanya yang lain.

"Ya, Insya Allah. Saya cuma menggantikan." suaraku terdengar lebih parau.

"Hari ini Mas Tomi ada acara."

"Alhamdulillah," seru anak-anak itu.

"Kami duluan, Mas.

Assalamu'alaikuuuuuuuuuum."

Aku menjawab salam dan tersenyum. Tapi mungkin senyumanku lebih mirip seringai, sehingga tanpa sedikit pun menatap, anak-anak itu berlarian keluar.

Astaghfirullah. Kubilang apa, Tom..., aku gagal lagi!

Kutarik napas panjang. Ada segores perih di hati. Segores.

***

Pulang dari Mushola An-Nur di dekat rumah Tomy tadi, aku naik bis menuju kostku di bilangan Ciliwung. Tumben bis tak seramai biasa. Aku duduk. Di sebelahku, seorang bapak tertidur, terkantuk-kantuk.

"Weiss, gila! Ini baru "the beast" yang asli!"

Aku menoleh dari tempat duduk. Tak jauh di belakangku, beberapa gadis SMA cekikikan seraya menutup separuh wajah mereka.

Tepat di belakangku, kutemui seorang bapak tua menatapku penuh kasihan. Ia hampir tak berkedip!

Aku bersikap biasa. Pura-pura tidak tahu.

Di Cawang naik seorang wanita hamil. Bangku sudah terisi semua. Wanita itu celingukan mencari tempat duduk.

"Silakan, Mbak...," Aku berdiri dengan menunduk. Menyilakannya duduk di bangkuku.

"Hiii, amit-amit jabang bayi! Jabang bayi!" pekik wanita itu tiba-tiba sambil membuang mukanya.

Aku terkejut. Para penumpang lain memandang ke arah aku dan wanita hamil itu. Dan...ketika mereka benar-benar melihatku, bias pandang curiga yang tampak. Suasana jadi agak gaduh. Wanita hamil itu tetap tak mau duduk di kursiku. Berdiri sambil membuang muka.

"Ciliwung! Ciliwung!"

Aku melangkah menuju pintu belakang. Lebih baik aku turun saja. Kulihat wanita hamil muda tadi melap bangku yang tadi kududuki dengan tissue kuat-kuat. Sekilas ia komat- kamit sambil mengusap perutnya, baru duduk.

Aku menunduk dengan dagu yang nyaris rapat de-ngan dada.

Astaghfirullah..., Robbi, jangan sampai hambaMu yang lemah ini berprasangka yang tidak-tidak pada para penghuni bis. Pada para..., astaghfirullah.

Dzikir kian membuat hatiku lapang. Ah, lebih baik aku turun saja.

"Kiri ya, Pak...," ujarku pelan, pada kenek di sampingku.

Kenek bis buru-buru minggir.

"Cawang atas, kiriiii!" katanya dengan wajah yang tiba-tiba pucat.

Ah, mungkin dia belum sarapan. Aku senyum sendiri. Coba menghalau perih.

***

"Copet! Copeet! Copeet!"

Aku menoleh ke belakang! Kulihat seorang lelaki menarik paksa tas seorang Ibu tua... dan berlari kencang meninggalkan Ibu tua yang berteriak itu. Tanpa berpikir panjang kukejar lelaki tadi. Jalanan memang agak sepi sehingga teriak si korban hampir tak ada yang men-dengar.

Ibu tua itu terus berteriak histeris. Aku masih berlari mengejar pencopet tadi. Nafasku mulai tersengal-sengal. Wah, larinya cepat sekali!

"Copet! Copeeet! Copeeettt!"
"Hah?"

Aku menoleh ke belakang. Innalilahi, ya Allah...! Aku terkejut! Terkejut sekali! Di belakangku, kini belasan...mungkin...puluhan orang mengejar...copet...! Aku menoleh lagi. Mereka menuding-nuding ke arahku. Menimpukiku dengan batu!

Ya Allah..., dadaku berdebar keras. Kenapa jadi aku? Apa salahku? Ah, aku harus menjelaskan hal ini pada mereka. Tapi... ah, tak mungkin. Aku bisa bonyok! Bisa dihakimi massa.

Aku terus berlari! Nah! Nah itu dia!
Kulihat pencopet yang asli kelabakan. Larinya hampir tersusul olehku!

"Berhenti!" teriakku. "Menyerahlah!"

Pencopet itu terus berlari. Kini dibuangnya tas Ibu tadi ke sisi jalan. Sekuat tenaga...aku melompat...hap! Kutubruk dia! Kupegang kakinya! Pencopet itu meronta-ronta.
Aku berhasil menangkapnya. Kubawa ia ke balik semak yang ada di sisi jalan. Tas Ibu tadi bersamaku. Tas itu akan jadi bukti. Tapi aku tak mau lelaki ini dihakimi massa. Kasihan. Aku yakin ia dalam keadaan kepepet. Kalau tidak...masak ia mau jadi pencopet.

"Kita...bagi dua...ya?!" suara pencopet itu.

"Tidak. Kita ke kantor polisi," kataku tegas.

"Sembunyi, orang-orang itu membawa ber-bagai senjata. Aku takut mereka mengeroyokmu!"

Massa yang mengejar, melewati persembunyian kami. Aku menahan napas.
Tiba-tiba tak kunyana, si pencopet berontak dan lepas dariku! Ia segera keluar dari semak-semak...dan...dia berseru keras;

"Pencopetnya di sini! Copet! Ia di sini!"

Aku tersentak! Pencopet itu berteriak memanggil massa seolah aku yang mencopet.

Aku keluar dari persembunyian dan berlari! Berlari...terus berlari...wajahku berdarah sempat terkena bogem mentah dan timpukan batu!

Ya Robbi! Aku terus berlari! Dadaku turun naik. Maafkan aku ya Robbi, hari ini aku menangis..., hal yang paling tak pernah kulaku-kan. Menangisi keadaanku. Astaghfirullah....

Aku menyeberang jalan, mengambil arah berlawanan dan kembali menuju rumah Tomi, teman Rohis-ku di SMA yang kini kuliah di UI....

"Assalamu'alaikum...."
Suara Tomi yang sangat kukenal menjawab salam dari dalam. Dan ketika ia membuka pintu....

"Astaghfirullah, Innalillahi..., apa yang terjadi, Mir ? Ya Robbi, wajahmu memar dan berdarah."

Aku tak sanggup bercerita apa pun. Bahkan berkata sepatah pun tidak. Aku terjatuh dan tak ingat apa-apa lagi.

***

Sudah Ibu katakan, jangan bawa teman kamu yang menyeramkan itu kemari lagi! Kamu kok bandel sih, Tom! Ibu tidak mau rumah kita jadi kotor!"

"Ibu, Amir itu teman Tomi yang paling baik yang pernah Tomi punya. Dia anak baik, Bu. Pemuda yang bagus keislamannya. Tomi banyak belajar darinya. Bukankah Ibu yang mau Tomi berteman dengan pemuda yang alim...dan kini...."

"Kamu suka melawan Ibu, sejak kenal sama dia! Sudah sana, suruh dia pergi! Pasti orangtuanya nggak benar makanya punya anak seperti itu! Orangtuanya saja menelantarkan dia di panti. Tak mau menerima dia. Sekarang kamu terima dia di sini! Ibu tidak sudi!"

"Ibu..., astaghfirullah, apakah Ibu tidak ingat betapa Rasul sangat mencintai mereka yang saleh walau bagaimana pun rupanya? Sesungguhnya Allah hanya melihat hati, bu... bukan melihat rupa kita...."

"Diam kowe!"

"Bu!"

Aku bangkit dari tempat tidur Tomi pelan-pelan. Aku tak ingin hubungan Tommy dan Ibunya rusak gara-gara aku. Kukenakan sandal dan berjalan pulang lewat pintu samping kamar Tomi. Kulemparkan kunci pintu ke dalam kamar lewat jendela.

"Assalamu'alaikum, Tom..., maafkan aku."

***

Di mushola kayu yang rapuh, di tepi kali Ciliwung, kulaksanakan salat Maghrib. Sejuk rasanya diri bersentuh dengan air wudu dan menyadari bahwa Ilahi Rabbi selalu siap menerima hamba yang memasuki rumahNya. Bagaimana pun keadaan hambaNya. Bagaimana buruk pun rupanya.

Subhanallah, betapa Sang Maha Akbar, Sang Penguasa begitu 'santun' dan penyayangnya. Subhanallah....

Kullu man 'alaihaa faan wa yabqaa wajhu Rabbikadzul jalaali wal ikraam fabiayyi alaa-i Rabbikumaa tukadziibaan yas-aluhuu man fissamaawaati wal ardh kulla yaumin huwa fil sya'n fabiayyi alaa-i Rabbkumaa tu- kadzdzibaan....


Aku menangis mendengar lantunan surat Ar-Rahman yang dibaca Imam salat. Tubuhku bergetar hebat. Air mataku kian deras.

"Wahai Amir, fa biayyi alaa-i Rabbikumaa tukadzibaan ? Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan ?"

Selesai sholat, para jamaah bersalam-salaman. Tapi tak ada yang menyalamiku. Seperti hari-hari kemarin, aku yang menghampiri. Ada yang agak berbesar hati, meringis dan menyalamiku sekenanya. Banyak juga yang melengos begitu saja. Aku tersenyum getir.

Sejak sebulan yang lalu aku mengontrak sepetak ruangan di dekat tempat ini. Aku berusaha mengenal, bersikap ramah pada penduduk sekitar. Tapi...ya, hampir tak ada respon. Hanya anak-anak kecil yang selalu mengintil kala aku berjalan pulang. Mereka bersorak sorai, seolah mengarakku. Aku pernah berusaha untuk bisa lebih dekat. Sepulang bekerja menjadi buruh bangunan, aku mengajak anak-anak sana mengaji. Tapi tak ada yang pernah datang. Bahkan pernah aku diusir ketika menjenguk tetangga yang sakit. Kata kerabatnya, si sakit terganggu oleh kehadiranku. Aku cuma bisa senyum kecut. Pamit.

"Tolooooong! Toloooong! Tolooooongggggg!" terdengar jeritan histeris. Orang-orang di musala saling berpandangan was-was.

"Tolooong, tolongin aye...anak aye si Mimin kecebur ke kali! Toloong!!" suara Bu Enim.

"Di kali ini, Bu?" tanya Pak RT.

"Iye, cepet tulungin. Aye takut die mati!" Bu Enim menangis keras.

Semua saling berpandangan.

Tanpa berpikir panjang lagi, aku segera melompat ke dalam kali Ciliwung yang mulai menderas. Ah, hari sudah gelap lagi! Orang-orang berteriak-teriak. Ya Allah, tolong para hamba-Mu ini. Ya Robbi, mudah-mudahan kemampuan berenangku yang cukup baik ini, bisa membantu.

Aku menyelam ke kali yang amat kotor ini. Segala sampah jadi satu di sini. "Mimiiiin!"

Kulihat beberapa jarak di depanku tangan mungil Mimin menggapai-gapai. Aku terus berenang, cepat memeluk dan mengangkat. Anak itu sudah lemas. Mudah-mudahan masih bisa ditolong.

Para warga mengulurkan tali tambang. Aku memanjat dengan menggendong anak usia tujuh tahun itu. Begitu sampai di darat, dengan tubuh yang masih kotor, kubopong Mimin ke rumah sakit. Susah sekali mencoba menumpang pada mobil yang lewat. Maklum, penduduk tepi Ciliwung mana yang punya mobil sendiri. Akhirnya aku nekad, berdiri di tengah jalan, menghentikan sebuah mobil yang melintas.

"Tolong, Pak! Anak ini hampir meninggal!"
"Ya, masuk!" kata bapak itu dengan wajah masam.

Aku, Pak RT, dan Bu Enim mengantar Mimin ke rumah sakit.
Bayangkan, bagaimana sambutan rumah sakit, terutama terhadapku. Buruk rupa, kotor, bau lagi....

Setelah cebar-cebur sedikit di kamar mandi rumah sakit, aku naik bis pulang dengan baju basah. Sendiri.

Kenapa aku jadi begini, ya?

Ya Allah, semoga Mimin selamat. Amin.

***

Masih bau kali. Ah, mudah-mudahan itu hanya perasaanku saja.
Aku bergegas ke luar rumah. Mau ke Pasar Minggu, jalan sebentar. Siapa tahu bisa ketemu Tomi. Biasanya dia ngajar ngaji di mesjid daerah situ setiap malam Minggu.

"Mau kemana, Nak Amir?" suara seseorang menyapaku.

Aku terkejut. "Eh, Pak Idris...mau jalan sebentar," jawabku masih dengan kagetan. Aku ditegur Pak Idris! Subhanallah!

"Baek-baek jalan malem gini, nak. Suka banyak anak berandal...."

"Eh, Mpok Encum...mari, mari Mpok, assalamu'alaikum," jawabku lagi-lagi kaget! Nggak salah nih..., Mpok Encum ramah? Pada ku?

Aku terus melangkah. Entah mengapa langkahku jadi makin mantap. Ada sedikit kegembiraan di sana. Aku ditegur? Aku?

***

"Hati-hati, Kek..., mau ke mana?" tanyaku baik-baik.
Sepasang Kakek Nenek yang benar-benar telah lanjut usia, sedikit melihat ke arahku, Kutangkap kebingungan mereka sejak tadi, di antara deru debu lalulintas malam.

"Bade...ka...kota, jang...," jawab si Nenek.
"Kota mana?"
"Pokoknya mah kota...."
"Kakek nenek dari mana?"
"Dari Ciujung. Saya mah mau ka kota...."

Susah payah kucoba menangkap kata-katanya. Alhamdulillah, maksud dia ternyata kota, daerah Jakarta Barat.

"Punya ongkos, Kek?"
"Ongkos?"
"Iya...uang buat jalan...."
"Da' masih banyak. Yeuh coba lihat...! kata si kakek.
Ya Allah, mereka benar-benar pikun. Kasihan. Uangnya tinggal satu, dua...tujuh lembar! Tujuh ribu!

Saya antar mau, Kek?"
"Emang si Ujang mau ka kota juga?"

Akhirnya aku mengangguk. Ya, Allah, anak macam apa yang tega menelantarkan orangtuanya seperti ini? Aku yang beristighfar. Rumah anaknya ternyata dekat Beos. Orang tak punya sekali. Dia marah-marah ortunya datang. Malah aku diusir lagi. Sebelum pergi aku masih menyelipkan uang dua puluh ribu rupiah pada si kakek.

"Kek, hati-hati."
Mereka mengangguk. Tertawa memamerkan deretan gigi yang tak ada. Ah, mereka terlalu pikun untuk bisa melihat wajahku. Alhamdulillah.

Aku menuju Pasar Baru, dari sana aku akan naik bis ke Pasar Minggu. Semoga Tomi belum pulang. Malam Minggu begini biasanya ia sering beri'tikaf bersamaku di masjid Al-Huda, Pasar Minggu.

Ah, anak UI itu memang temanku yang paling setia....

Jam 21.30 aku sampai di Pasar Minggu. Baru saja mau melangkah, seorang pengemis cacat mengesot lewat dihadapanku.

"Ya, Amir, sisihkan rejekimu. Ada hak orang itu dalam uangmu! Kuberikan uang seribu rupiah dan berlalu. Alhamdulillah, uangku masih ada sekitar tujuh ribu lagi."

Aku masuk ke sebuah warteg yang sepi sambil menunduk. Kupesan makanan. Sejak siang tadi, perutku belum diisi. Lapar sekali.

"Pakai apa, Mas?"
"Telur sama sayur," jawabku.

Aku baru akan memasukkan suapan pertama ketika...ya Allah! Di luar warung itu kulihat seorang anak kecil sekitar usia tujuh tahun, duduk termenung di jalan, mengusap-usap matanya. Ia mencoba lebih menepi. Mengintip-intip ke arah warung. Matanya berputar-putar menatap lauk pauk.

Aku jadi ingat diriku dulu. Usia segitu aku sudah menjadi pencuci piring di sebuah warteg. Pemilik warteg baik hati dan mau menyekolahkanku dengan syarat, aku tak boleh keluar kamar kalau ada tamu yang makan.
Aku bangkit, menatap anak itu. Wajahnya aneh. Sekujur kulitnya seperti bersisik. Aku seperti melihat bayanganku.
"Mau makan?" tanyaku dari jauh. Kusodorkan nasi berlauk telur dan sayur milikku padanya. Tanpa berkata ia mengambil piringku dan makan di pinggir jalan dengan acuh tak acuh.

"Sudah baca bismillah?" tanyaku. Anak itu menatapku tak berkedip. "Bis...mil...lah...," kataku mengeja.

"U...u...i...a...a...," katanya.
Aku tersentak! Ia bisu! Ya Allah, betapa malang anak ini. Fabiayyi alla-i Rabbikumaa tukadziban ya Amir? Aku jadi....

"Mbak, nasinya setengah dibungkus," kataku lagi pada pemilik warung.

"Pakai apa?"

"Sayur saja," kataku memesan. Ini untukku, pikirku. "Ini semua saya bayar. Oya, siapa anak itu?"
"Oooo, itu si Tole! Disuruh ngemis sama bapaknya yang tukang judi!"

Aku menarik nafas panjang. Ingin hatiku mengajaknya tinggal bersamaku tapi ... rumah-ku sepetak, uang kadang ada kadang tiada. Ah, hasbunallah wa ni'mal wakiiil.
Aku menyeberang jalan. Nah itu dia Al-Huda! Sepi, mungkin pengajian sudah usai. Tiba-tiba ..., seorang buta menabrakku keras!

"Mmm maaf Tuan, ti...tidak se...ngaja," katanya takut- takut.

"Tidak apa-apa, Pak," balasku. Ya Allah, kasihan sekali sudah tua. Kurogoh kantungku. Uangku tinggal dua ribu rupiah lagi! Alhamdulillah, ada kesempatan beramal.

"Pak hati-hati jalannya," kataku sambil menyisipkan seribu rupiah padanya. Cukuplah bagiku seribu untuk pulang.

"Lho, dikasih uang...bapak? Makasih...,makasih, Tuan...."

Aku melangkah menuju masjid. Lamat-lamat kudengar sebuah suara. Suara yang amat kukenal.

"Saya kagum sekali padanya, Pak. Anaknya baik sekali. Selalu ingin menolong. Ruhaniyahnya...subhanallah. Bapak akan senang berjumpa dengannya. Cuma...wajahnya, pak. Wajahnya seperti...ah, astaghfirullah! Saya tak berhak menilai wajahnya! Saya juga tak tahu hatinya seperti apa...tapi pancaran hati alias perbuatannya...luar biasa. Penuh cahaya." itu suara Tomi.

"Saya ingin kenal! Saya benar-benar ingin kenal, Nak Tom!"

"Ia teman baik yang langka disaat ini, Pak. Tapi kalau Bapak kenal dia, bapak akan mencintainya sebagai saudara seiman, seperti juga saya. Subhanallah...masya Allah!"

"Assalamu'alaikum," sapaku. Aku beristighfar. Aku tak mau lama di luar mendengarkan pembicaraan mereka.

"Nah...ini, Pak Haji,...teman saya Muhammad Amir tercinta," kata Tommy tersenyum, memperkenalkanku.

Lelaki berbaju koko berkopiah memandangku sambil meringis, menyalamiku dan...,

"Maaf...saya...harus pulang!” katanya buru-buru.
"Pak, katanya mau I'tikaf...!" ujar Tomi.
Aku menunduk.

"Maafkan aku, Mir," suara Tomi menyesal.
Aku tersenyum. "Tak apa...."

****

Kalau suatu ketika, anda para pembaca bertemu seorang lelaki dengan mata seolah mem-belalak menakutkan, dengan alisnya yang terlalu tebal dan hampir menutupi kelopak mata. Hidung runcing membengkok ke bawah, mulut yang terlalu lebar ditambah gigi-gigi jarang berwarna kecoklatan, dan kuping yang seperti Mr Spock. Kemudian bibir hitam yang pecah-pecah dan wajah kasar yang seolah bersisik, serta rambutnya yang jarang..., maka mungkin anda bertemu denganku, seorang hamba Allah yang lemah. Buruh bangunan berusia 21 tahun yang tinggal di pinggir Ciliwung.

Aku berharap anda yakin. Aku bukan penjahat. Aku bukan orang yang kena kutuk. Aku hanya orang biasa, yang selalu berusaha untuk bersamaNya. Mensyukuri semua nikmatNya. Kalau anda melihatku, yakinlah, itulah yang terbaik yang Allah anugerahkan kepadaku.

Tolong jangan musuhi aku.
Kalau suatu saat kita berjumpa, yakinlah..., kita bersaudara karena Allah. Seperti persaudaraanku dengan Tomi.


Lelaki Berhati Cahaya

sumber: kumpulan cerita penuh hikmah