Sunday, February 12, 2012

Tutur Tinular4 -Lembah Berkabut Season 1

Tutur Tinular4 -Lembah Berkabut Season 1



Tutur Tinular4 -Lembah Berkabut Season 1

- Sahabat Pemikir Cerdas kali ini kita akan menyantap cerita legenda Tutur Tinular4 sahabat. Maaf ya sahabat ini kita mulai dari Tutur tinular4 sahabat.  dikarekan baru dapat yang ini,nanti jika sudah dapat Tutur tinular 1 kita post buat sahabat. Ok sahabat selamat menyantap hihihih.
PENULIS:
Buanergis Muryono & S. Tidjab



Lembah Berkabut

Hati dan pikiran yang bening seumpama petualang menemukan secercah cahaya setelah sekian lama terkurung dalam lembah berkabut.



@@@
1
Sementara itu, Wirot yang berada di bawah bersama Mpu Ranubhaya melihat tubuh Arya Kamandanu melayang ke bawah.

Wirot cemas dan panik sekali, hingga ia berteriak histeris, "Ohh, Guru... lihat Angger Kamandanu!”

 “Diamlah,Wirot! Jangan bersuara apa-apa.”

 “Tapi, Guru.”

 “Diam kataku!" suara Mpu Ranubhaya berat dan sangat dalam tanpa memandang muridnya yang sangat cemas melihat Arya Kamandanu melayang, meluncur dari pucuk bambu petung. Meluncur makin lama makin deras dan membuat Wirot menutup kedua mata dengan kedua tangannya.

Suasana malam kian mencekam, suara jeng-kerik, kelelawar dan serangga malam terdengar merintih-rintih meningkahi lolongan anjing liar dan burung hantu yang terus bersahut-sahutan.

Beberapa saat lamanya lelaki tua itu tetap berdiri pada tempatnya sambil memperhatikan Arya Kamandanu.

Wirot ternganga keheranan ketika kedua tangannya dia buka dan melihat tubuh Arya Kamandanu melayang ringan ke bawah. Terasa lama tubuh itu mencapai tanah yang banyak ditumbuhi tanaman liar. Wirot tidak berani berbuat apa-apa karena gurunya masih berdiri tenang di sampingnya. Karena terlalu lama Mpu Ranubhaya membiarkan tubuh Arya Kamandanu akhirnya jejaka tua itu berpaling pada gurunya.

"Ohh, Guru! Angger Kamandanu tidak apa-apa. Ya, tidak apa-apa? Tubuhnya masih utuh.”

 “Tentu saja tidak apa-apa, Wirot. Kau tentu heran bukan? Mari kita tolong Kamandanu keluar dari semak belukar itu, dan nanti semuanya akan kujelaskan pada kalian." Kemudian kedua lelaki itu menghampiri tubuh Arya Kamandanu yang tergeletak di semak-semak liar.

Arya Kamandanu masih dalam keadaan tak sadarkan diri.

Wirot yang lebih muda memegang bagian dada dan leher, sedangkan Mpu Ranubhaya menopang kedua paha Arya Kamandanu. Mereka menggotong tubuh pemuda itu ke daam gua. Napas mereka terengah-engah mengangkat beban tubuh Arya Kamandanu yang cukup berat. Keringat bercucuran di pelipis kedua lelaki itu. Setelah sampai di dalam gua, tubuh pemuda itu dibaringkan di atas lempengan batu yang senantiasa dipergunakan untuk semadiMpu Ranubhaya.

Wirot mengusap keringat yang mengembun di hidung dan dahinya.

Mpu Ranubhaya tersenyum memandang sekilas pada Wirot yang masih kelihatan heran.

Sejenak mereka saling berpandangan di bawah penerangan pelita minyak jarak yang tergantung di sisi dinding gua. Cahaya itu sesekali berkedip-kedip ditiup angin yang masuk dari mulut gua.

Kelelawar-kelelawar juga saling menjerit setiap kali terbang berpasangan dengan sesamanya. Suaranya menggema di dalam gua meningkahi tetes-tetes air yang selalu jatuh dari langit-langit gua.

Wirot melangkah mendekati Arya Kamandanu ketika ia melihat pemuda itu perlahan membuka matanya dan perlahan-lahan menggerakkan kedua tangannya, mengusap kedua matanya dengan punggung tangan kanannya seperti seorang yang baru saja bangun tidur. Wirot berjongkok dan berbisik pada pemuda itu tanpa menghiraukan gurunya yang duduk bersila di samping kanan tempat Arya Kamandanu berbaring.

"Jadi, Angger Kamandanu tidak sadar begitu melayang dari atas pucuk bambu?" Arya Kamandanu tidak segera menjawab pertanyaan Wirot. Ia hanya tersenyum sambil membetulkan posisi duduknya, bertopang pada kedua tangannya dan condong ke belakang. Ia mendesah, mengembuskan napas dengan menggelembungkan pipinya. Matanya yang bersinar cemerlang itu mengerjap-ngerjap. Alisnya tebal menaungi bola matanya. Dalam sekali ia menghela napas serta menyimpannya di perut. Mendesah lirih sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Wirot.

"Boleh dikatakan setengah sadar, Paman Wirot. Antara sadar dan tidak. Saya sudah pasrah. Sudah masa bodoh," jawab pemuda itu tenang dan sangat dalam. Hal itu membuat Mpu Ranubhaya yang duduk setengah tombak di samping kanan Arya Kamandanu harus menjelaskan tentang ajian Seipi Angin kepada mereka.

Lelaki tua itu memperhatikan kedua muridnya sebelum akhirnya membuka bibirnya yang hitam dan mengeriput.

"Di situlah letak rahasianya. Antara sadar dan tidak, dalam bahasa orang-orang tua disebut lali eling pewatesane. Nah, dalam keadaan seperti itu tubuh manusia akan kehilangan bobotnya. Semakin orang itu menguasai ilmu Seipi Angin ini, semakin banyak kehilangan bobot tubuhnya. Maka tidak heran kalau ada orang berilmu tinggi mampu menyeberangi sungai atau pun masuk dalam kobaran api, tanpa sedikit pun mempengaruhi keadaan tubuhnya. Apa yang telah dialami Kamandanu merupakan bukti nyata dari apa yang telah kuajarkan ini.”

 “Nah, apakah sekarang kau masih meragukannya, Wirot?" Wirot menjadi sedikit gugup dan menunduk ketika gurunya memandangnya sambil tersenyum dingin.

"Ehh, tidak, Guru. Sekarang saya baru benar-benar meyakininya," jawabnya dengan nada diyakin-yakinkan hingga terdengar dibuat-buat. Kembali Mpu Ranubhaya memandang kedua muridnya berganti-ganti. Lelaki tua itu selalu tersenyum dan sesekali mengangguk-angguk sebelum akhirnya melanjutkan kembali penjelasannya.

"Di dalam dunia kependekaran, ilmu meringankan tubuh seperti ini bukanlah sesuatu yang aneh lagi. Setiap calon pendekar yang ingin menempuh pelajaran kanuragan tingkat tinggi, mau tidak mau harus melewati tahap ini.”

 “Apakah tidak ada cara lain selain tidur di,atas pohon bambu, Paman?" tanya Arya Kamandanu lirih.

"Ada. Tapi cara ini membutuhkan waktu yang agak lama. Wirot bisa menggunakan cara ini, karena hati dan kepercayaannya masih setengah-setengah." Lelaki tua itu kemudian bangkit, melangkah beberapa tindak ke sudut gua, meraih sebutir kelapa yang ada di dekatnya, kembali duduk di tempat semula, lalu menimang buah kelapa itu dan mengayun-ayunkan dengan tangan kanannya.

"Lihat, apa yang ada di tanganku ini?" tanyanya pada kedua muridnya.

"Buah kelapa, Paman," jawab Arya Kamandanu mantap.

"Ya. Buah kelapa. Kau bisa mengganti alas tidurmu dengan buah kelapa,Wirot.”

 “Ehh, maksud Guru?”

 “Begini, ambillah buah kelapa seperti ini tujuh biji.

Kemudian letakkan berjajar di tanah dan pergunakanlah untuk alas tidurmu setiap malam.”

 “Setiap malam? Sampai kapan, Guru?" tanyaWirot.

"Sampai kau mengalami suatu keadaan seperti yang telah dialami Kamandanu baru saja tadi. Suatu keadaan antara sadar dan tidak.”

 “Hmm, baiklah. Saya akan mulai mencobanya, Guru," jawabWirot dengan bersemangat. Kedua tangannya terjalin dan meremas-remas. Ia benar-benar tergugah untuk mengikuti petunjuk gurunya. Sementara Arya Kamandanu turut senang mendengar pernyataan Wirot. Kemudian ia ingin mengerti apa yang harus dilakukannya setelah berhasil menjalani ujian tidur di pucuk bambu petung.

Pemuda itu bersungguh-sungguh.

"Lalu bagaimana dengan saya, Paman?”

 “Kau boleh meneruskan berlatih tidur di atas pucuk bambu. Cara seperti ini cocok untukmu. Kau mempunyai keberanian dan tekad yang besar. Cara seperti yang dipakai Wirot boleh juga kau gunakan, sekedar untuk melatih pintu kesadaranmu.”

 “Baik, Paman. Saya akan mengerjakan semua petunjuk Paman Ranubhaya." Sejak saat itu, setelah keduanya mendapat petunjukMpu Ranubhaya maka Wirot dan Arya Kamandanu semakin bersungguh-sungguh mempelajari olah kanuragan. Tak ada sedikit pun waktu dibiarkan percuma. Mereka berlatih sangat keras hingga jauh malam. Bahkan karena terlalu asyik dengan latihan-latihan itu keduanya semakin akrab dengan suasana malam di sekitar gua batu payung yang telah lama dipergunakan Mpu Ranubhaya sebagai sanggar pamujan pribadinya.

Memang benar apa yang dikatakan Mpu Ranubhaya.

Arya Kamandanu diam-diam ternyata mempunyai bakat besar untuk mendalami ilmu kanuragan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, hanya empat belas hari dia mengalami kemajuan yang amat pesat dibandingWirot. Suatu malam, ketika baru saja kembali dari gua di mana biasanya berlatih dengan Mpu Ranubhaya, Arya Kamandanu berjalan mengendap-endap mendekati jendela kamarnya. Selama ini memang dia selalu pergi diam-diam dari rumahnya, dan tak seorang pun mengetahuinya. Pada saat kakinya menapak di atas batu-batuan halaman rumahnya, mendadak telinganya mendengar suara ayahnya membentak dari arah serambi depan.

"Haaaaiii... siapa itu? Awas, jangan lariiii...!" Mpu Hanggareksa dengan cepat melompat dan berusaha mengejar bayangan seseorang yang melintas di pekarangan rumahnya. Setiap saat langkahnya terhenti. Pandangannya menyapu ke dalam kegelapan. Dahinya beranyam kerutan, matanya melotot dan lehernya terjulur seperti leher penyu yang mencari mangsa.

Sebaliknya, Arya Kamandanu masih berjingkat-jingkat dan merunduk di antara semak dan bunga ganyong di samping rumahnya. Sejenak lamanya ia merunduk dengan hati berdebar-debar. Denyut jantungnya semakin menggemuruh karena khawatir ayahnya mengetahuinya.

Lehernya menjulur seperti leher seekor ular yang melongok di antara rumpun ganyong dan kelerut. Ketika ia melihat ayahnya semakin mendekati tempat persembunyiannya ia semakin merunduk tanpa bergerak sambil menahan napas.

Mengetahui Mpu Hanggareksa terus memburu bayangannya, Arya Kamandanu ingin menghilangkan jejak. Ia tak ingin ayahnya marah sekali jika mendapatkannya.

"Aku harus bersembunyi di atas pohon Itu. Huuupph..." pemuda itu sekarang bertengger di atas pohon sawo seperti seekor kera. Ia beruntung karena dengan ajian Seipi Angin dapat mencapai dahan pohon sawo tanpa menimbulkan suara berisik.

Mpu Hanggareksa sang ayah masih celingukan. menoleh ke kanan dan ke kiri, berbalik ke belakang dan menyamping. Kemudian lelaki tua itu melangkah kembali dengan pandangan tajam. Beberapa kali ia mendengus dan menghempaskan napas kesal. Ia kehilangan jejak.

Sementara Arya Kamandanu enak-enak duduk di dahan pohon sawo, tetapi pemuda itu kembali cemas dan berdebar-debar ketika ayahnya semakin mendekati pohon sawo tempat persembunyiannya. Arya Kamandanu menahan napas, menggigit bibir sambil memanjatkan doa agar ayahnya tidak menengok ke atas. Mpu Hanggareksa berhenti tepat di bawah pohon sawo cukup lama sambil mengawasi segala arah.

"Kurang ajar! Mau apa orang itu datang ke rumahku? Pasti pencuri barang-barang pusaka. Dan agaknya maling itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang lumayan.

Kalau hanya orang biasa-biasa saja pasti sudah kuringkus batang hidungnya. Huuuhhh!" Kesal sekali lelaki tua itu karena benar-benar kehilangan jejak.

Dengan menghentakkan kaki kanannya ia kembali ke halaman depan rumah. Sebilah pedang yang terselip di pinggangnya masih digenggam erat-erat gagangnya.

Melihat kesempatan bagus itu Arya kamandanu segera melesat dari atas pohon menuju samping rumah tepat di dekat kamarnya. Cepat sekali ia membuka jendela dan melompat ke kamarnya Perlahan sekali daun jendela itu ditutup seperti semula tanpa menimbulkan suara. Dengan berjingkat ia menuju pembaringannya dan segera meringkuk di bawah selimut.

"Nah, aman sekarang. Untung aku bisa tiba lebih cepat di kamarku. Kalau tidak, pasti Ayah akan tahu apa yang kulakukan selama ini setiap malam. Dia pasti akan marah sekali. Apalagi kalau ayah tahu bahwa aku belajar kanuragan dari Paman Ranubhaya." Begitu ia mendengar suara langkah menuju kamarnya, Arya Kamandanu berpura-pura tidur. Dengan menahan geli pemuda itu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

Bahkan napasnya diatur sehalus mungkin agar tidak mendengkur.

Di luar kamarnya ia mendengarkan langkah-langkah semakin dekat. Bahkan pintu kamarnya diketuk-ketuk seseorang dari luar. Ketukan pintu menggema di seluruh kamarnya. Pengetuk pintu kamarnya terdengar memanggilmanggil namanya, lirih dan hati-hati sekali. Suara itu berat dan dalam.

"Kamandanu! Buka pintunya! Buka pintu, Kamandanu!" Arya Kamandanu pura-pura menguap, bangkit perlahan sambil tetap berkerudung selimut yang semampir di pundaknya. Pemuda itu melangkah menuju pintu kamarnya dan membukanya perlahan. Kancing pintu yang terbuat dari dolog, yaitu kayu jati muda sebesar lengan sepanjang dua jengkal yang dihaluskan terlebih dahulu itu diangkat dan diletakkan di balik daun pintu.

Arya Kamandanu mengerutkan dahinya setelah melihat ayahnya dengan pandangan serius.

"Kamandanu, kau tidak mendengar suara apa-apa?”

 “Ehh, tidak, Ayah.”

 “Baru saja tadi ada suara ribut dan kau tidak mendengarnya?”

 “Ehh, tidak, Ayah. Saya tidur pulas sekali.”

 “Huuhh! Kau sudah menjadi penidur sekarang. Kalau ada suara gempa bumi apa kau juga tidak mau bangun?”

 “Saya, saya lelah, Ayah. Karena itu saya tidur pulas.

Ehh, memang ada apa, Ayah?”

 “Ada orang mengintip kamarmu.Mungkin dia pencuri!”

 “Pencuri? Kalau begitu mari kita tangkap, Ayah.”

 “Jangan bodoh! Pencuri itu sudah tak ada di sini lagi.

Dia sudah kabur.”

 “Kita bisa mengejarnya, Ayah. Mungkin dia belum lari jauh dari rumah kita ini.”

 “Sudahlah. Baru saja kau bangun tidur, bagaimana mau mengejar pencuri? Lagi pula pencuri itu bukan pencuri sembarangan. Dia agaknya menguasai ilmu meringankan tubuh yang cukup baik. Nah, sudahlah? Mulai sekarang kita harus hati-hati. Mungkin ada orang-orang yang mengincar benda-benda pusaka yang kita miliki. Kalau tidur jangan lupa menutup jendela dan mengunci pintu kamarmu “

 “Baik, Ayah.”

 “Nah, teruskan tidurmu." Mpu Hanggareksa pun meninggalkan putra bungsunya dengan hati kesal. Ia mulai merasakan sesuatu yang tidak beres setelah menjadi ahli senjata Singasari. Dalam hati kecilnya berkecamuk perasaan curiga pada saudara seperguruannya yang selama ini menentang kehendaknya mengabdi pada pemerintahan Singasari. Tak sabar dengan perasaan hatinya yang sangat kesal dan resah maka lelaki tua itu segera bersidekap, memejamkan mata. Semakin lama ia rasakan pusarnya dingin sekali. Rasa dingin itu segera menyebar ke seluruh jaringan darah. Kemudian ia rasakan tubuhnya menjadi ringan sekali. Itulah ajian Seipi Angin.

Malam itu juga ia berangkat ke gua batu payung tempat saudara seperguruannya tinggal. Dengan ajian Seipi Angin itu Mpu Hanggareksa segera melompat dan melesat lenyap ditelan kegelapan malam.

Lelaki tua itu akhirnya sampai di depan mulut gua batu payung yang tampak angker. Mulut gua itu menganga bagaikan mulut naga yang memamerkan taring-taringnya.

Tanpa ragu-ragu Mpu Hanggareksa memasuki mulut gua yang berhias stalagtit dan stalagnit. Ia merunduk dan hatihati melangkahkan kakinya pada dasar gua yang licin.

Tetes-tetes air dari langit-langit gua semakin jelas menggema. Mata kelelawar yang bergelantungan di langitlangit gua tampak berpijar, menyala seperti batu permata.

Dalam gua yang sangat gelap itu hanya berpenerangan pelita yang tergantung di sisi dinding gua.

Mpu Hanggareksa melihat saudara seperguruannya duduk bersila sambil menggores-goreskan patrem pada sebuah lempengan batu pipih. Lelaki tua berpakaian compang-camping itu seolah-olah tidak tahu kehadiran seseorang yang sudah berada di sampingnya. Bahkan berjalan dan melangkah di depannya. Mpu Hanggareksa bersabar menunggu kakak seperguruannya tetap sibuk.

Namun setelah beberapa saat lamanya ia dibiarkan seperti itu maka pertentangan batinnya tak mampu dikendalikan lagi.

"Kakang Ranubhaya! Aku mengenal desa Kurawan ini seperti aku mengenal jari-jari tanganku sendiri. Aku tahu, tak seorang pun orang desa ini yang mempunyai ilmu meringankan tubuh kecuali kita berdua." Mendengar kata-kata adik seperguruannya mau tidak mau Mpu Ranubhaya menghentikan pekerjaannya. Ia pandang adik seperguruannya dengan mata berpijar.

"Jadi, kau mencurigai aku, Hanggareksa?" suara itu terdengar parau, serak berat. Hati lelaki tua itu sungguh tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Adik seperguruannya datang dengan prasangka buruk.

"Aku hanya sekadar ingin tahu saja. Kalau memang Kakang Ranubhaya, aku ingin tahu apa maksudmu mengunjungi rumahku di tengah malam buta?”

 “Aku memang tidak mempunyai alasan untuk berkunjung ke rumahmu. Aku sendiri sibuk. Banyak yang harus kukerjakan “

 “Kalau begitu baiklah! Maafkan aku. Mungkin orang dari desa yang jauh.”

 “Hanggareksa! Sekarang ini kau sudah menjadi orang kaya dan ternama. Kukira wajar kalau ada satu dua orang bermaksud singgah di rumahmu tatkala kau sedang tidur.

Ini yang perlu kau ingat.”


 “Terima kasih atas peringatanmu." Untuk kesekian kali Mpu Hanggareksa kecewa karena tidak tahu siapa yang datang ke rumahnya malam itu.

Ia segera pamit pada Mpu Ranubhaya yang memandangnya dengan tatapan dingin. Mpu Ranubhaya menggeleng-gelengkan kepala sambil memandang punggungMpu Hanggareksa yang semakin lenyap di dalam gelap lorong gua itu. "Alangkah piciknya seseorang yang telah mabuk harta benda, mabuk kehormatan dan mabuk keinginan inderawi," bisik hatinya menyesali sikap dan sifat adik seperguruannya yang kini benar-benar berubah.

@@@

Tutur Tinular4 -Lembah Berkabut Season 1


BERSAMBUNG

Thursday, February 9, 2012

Tutur Tinular 4 - Lembah Berkabut Season 5

Tutur Tinular 4 - Lembah Berkabut Season 5


TUTUR TINULAR 4 - Lembah Berkabut (5)



Oke sahabat ini dia sambungan

TUTUR TINULAR 4 - Lembah Berkabut (4)

sahabat. maaf ya sahabat lama untuk post kelanjutan ceritanya sahabat. baiklah sahabat silakan melanjutkan.Selamat membaca sahabat.

Sementara itu, di rumah Mpu Hanggareksa, di ruangan pembuatan senjata, lelaki tua itu menimang-nimang sebuah senjata pusaka. Menyunggingkan senyuman di bibirnya yang mulai mengeriput. Kemudian penuh dengan perasaan ia memegang gagang pusaka itu serta mencabutnya perlahan-lahan. Suara berdencing mengiringi senjata itu ketika keluar dari wrangkanya.

"Hhhh! Bagaimanapun juga senjata pusaka buatanku masih di bawah tingkatan Kakang Ranubhaya.

Bagaimanapun juga dia lebih ahli. Dan inilah yang membuatku tidak senang. Suatu ketika Kakang Ranubhaya bisa menjadi batu sandungan di tengah jalan. Huuuuhh! Orang tua itu sangat kokoh pendiriannya. Sudah berapa kali kucoba untuk menariknya kerja sama, dia tetap tidak bersedia. Kurang ajar! Dia merasa lebih pintar. Merasa lebih hebat, tapi aku tidak akan kehabisan cara. Kalau dengan cara yang halus tidak berhasil, aku bisa menggunakan cara yang lebih kasar. Bahkan aku bisa menggunakan cara yang paling kasar!" Mpu Hanggareksa berbicara sendiri sambil mengusap-usap senjata pusaka di tangannya. Belum lagi memasukkan senjata itu ke dalam wrangkanya ia dikejutkan oleh suara pintu yang berderit panjang sekalipun perlahan-lahan.

Lelaki itu segera memasukkan senjata pusaka ke dalam wrangkanya dan melangkah ke arah pintu sambil mengerutkan dahinya. Ia melihat jemari menyengkeram daun pintu dari luar. Lagi-lagi ia tersenyum sendiri, "Kaukah itu, Kamandanu?”

 “Ya, Ayah.'.' "Bagaimana? Sudah kau antar kakakmu sampai Manguntur?”

 “Sudah, Ayah.”

 “Bagus. Sekarang kau istirahat, dan besok kau harus menjaga rumah bersama Nyi Rongkot. Aku mau pergi barang dua tiga hari.”

 “Ke mana, Ayah?”

 “Ke Singasari." Arya Kamandanu dapat meraba ada yang terjadi di balik wajah ayahnya. Tidak seperti hari-hari biasanya, tampak sekali ayahnya tengah mempunyai persoalan yang berat.

Tapi Arya Kamandanu tidak berani menanyakan pada ayahnya.

Arya Kamandanu melihat kabut persoalan mengambang di permukaan wajah ayahnya, orang tuanya berbicara tidak seperti biasanya. Memandangnya sangat tajam dengan sekali-kali menghela napas tertahan. Berat dan sesak.

?Selama aku pergi kau harus lebih berhati-hati. Terutama sekali kau harus menjaga dan mengawasi tempat menyimpan senjata pesanan.”

 “Baik, Ayah. Saya tidak akan kemana-mana.”

 “Kamandanu, sekarang kakakmu sudah hidup sendiri bersama istrinya. Tinggal kau yang kuharapkan bisa membantu usahaku ini," kembali Mpu Hanggareksa menghela napas dalam sekali. Ia pandangi putra bungsunya penuh kelembutan dan kasih sayang. Hatinya terenyuh, terharu karena alis mata dan bibir putra bungsunya itu persis seperti ibunya. Seperti isterinya yang telah lama meninggalkannya.

Kepedihan menyuruk-nyuruk dan mengiris hatinya.

"Kulihat kau sudah mengantuk dan lelah sekali.

Tidurlah! Biarkan aku sendiri di ruangan ini.”

 “Ya, Ayah." Belum lama Arya Kamandanu berada dalam kamarnya sendiri, ia dengar ringkikan panjang kuda ayahnya.

Kemudian terdengar juga derap kakinya yang dipacu semakin menjauh. Ia menghela napas dan menghempaskannya kuat-kuat.

Dahinya beranyam kerutan kemudian menggigit bibirnya sendiri sambil melangkah beberapa tindak sambil memeriksa jendelanya.

"Aku mendengar suara kuda Ayah. Ke mana dia pergi malam-malam begini? Ahhh, pasti ada hubungannya dengan rencana ke Singasari besok. Kasihan ayah, akhirakhir ini dia tampak semakin tua. Aku harus mendampinginya dan membesarkan hatinya." Arya Kamandanu menyorongkan kancing jendelanya agar lebih kencang lagi. Bersandar sejenak pada dinding papan kamarnya, memperhatikan tempatnya berbaring yang kusut. Pada ujung tikarnya sudah robek dan putusputus.

Bahkan pada tepi-tepinya tampak jamuran karena terlambat tak dijemur. Ia tersenyum, karena tikar itu buatan buah tangan Nari Ratih. Tikar tanda persahabatan pertama ia mengenal gadis yang merebut seluruh hatinya. Ia perhatikan pakaiannya yang kotor tergantung di ujung kamar. Ia hirup udara kamarnya yang apek dan kurang sedap karena lama tak dibereskan dan dibersihkan. Kembali lagi ia melangkah mondar-mandir seperti orang bingung, tak tahu apa sebetulnya yang mengganjal di hatinya.

Karena tak bisa tidur lagi, Arya Kamandanu beranjak meninggalkan kamarnya. Sebentar kemudian dia sudah berada di ambang pintu ruang kerja ayahnya Terdengar pintu ruang kerja itu dibukanya perlahan menimbulkan derit panjang memecah kesunyian malam. Beberapa saat lamanya ia berdiri di ambang pintu, kemudian menutup pintu itu kembali seperti sedia kala. Ia berdiri sejenak menyandarkan punggungnya di balik daun pintu yang sangat tabal itu. Rongga dadanya dipenuhi oleh bau logam karatan, bau apek dan warangan cairan pembasuh senjata yang menyengat. Ia nyengir dan memoncongkan bibirnya seraya melangkah seenaknya.

"Ahh! Selama berpuluh surya Ayah terbenam di ruangan ini. Usianya habis untuk membuat senjata-senjata pusaka pesanan pemerintah Singasari. Ayah memang pekerja yang ulet. Dia tekun dan selalu bersungguh-sungguh. Tapi tampaknya dia tidak begitu cocok dengan Paman Ranubhaya." Arya Kamandanu mengerutkan dahi memperhatikan ada selembar daun tal? Ia makin memperhatikan selembar rontal itu ketika melihat goresangoresan di atasnya ada tulisan ayahnya.

Arya Kamandanu membungkuk dan membaca tulisan yang tertera pada potongan-potongan rontal di tempat kerja ayahnya. Lalu ia membacanya dengan saksama, "Ampun Sri Baginda! Hamba mohon Sri Baginda sudi membaca laporan hamba, dan selanjutnya mengambil tindakan yang tegas demi tegaknya wibawa pemerintah Singasari. Selama ini hamba telah dipercaya sebagai pembuat senjata pusaka untuk perlengkapan tentara Singasari. Di samping hamba juga dipercaya mengelola senjata pusaka di ruang penyimpanan senjata Istana Singasari. Hamba telah berjanji akan bekerja sebaik-baiknya.

Namun, sekarang ini hamba mempunyai kesulitan yang bisa menghambat tugas-tugas yang dipercayakan pada hamba. Di desa hamba, Kurawan, ada seorang Mpu yang bernama Ranubhaya.

Dia sebenarnya ahli dalam pembuatan senjata pusaka. Hamba telah berulang kali mengajak kerjasama, namun dia menolak.

Malah akhir-akhir ini dia berani menghina pemerintah Singasari, bahkan menghina Sri Baginda Kertanegara sendiri. Untuk itu hamba mohon Sri Baginda menindak orang tersebut. Sebab kalau dibiarkan, hamba khawatir kelak kemudian hari bisa merongrong kewibawaan Sri Baginda." Arya Kamandanu meletakkan, kembali daun-daun tal itu seperti sedia kala. Darahnya tersirap, jantungnya berdebardebar mengetahui isi surat itu. Ia mengeraskan rahangnya hingga tampak menonjol kukuh, matanya yang tajam berkilat-kilat.

"Ohh, surat ini berbahaya sekali. Paman Ranubhaya bisa dihukum mati, kalau sampai terbukti menghina Prabu Kertanegara. Tapi, mengapa Ayah sampai hati melaporkannya? Apakah ada suatu sebab yang membuat mereka bermusuhan sampai begini? Ahh, aku jadi serba salah. Aku tidak tahu harus memihak pada siapa. Paman Ranubhaya sangat baik menurut penilaianku. Aku tak habis pikir mengapa ayah membencinya dan menganggapnya sebagai orang yang harus disingkirkan? Apakah ayah takut suatu ketika Paman Ranubhaya menjadi saingan berat dalam pembuatan senjata pusaka? Ohh, aku tidak mau ikut campur. Tapi kalau memang keadaan mendesak, aku harus berbuat sesuatu untuk menolong Paman Ranubhaya." Arya Kamandanu segera mengambil tindakan. Buruburu ia keluar dari ruang kerja ayahnya menuju bilik Bibi Rongkot pembantunya yang setia. Perlahan ia mendorong daun pintu perempuan tua itu yang selama ini tidak pernah dikancing dari dalam. Ia tersenyum ketika melihat perempuan tua itu sudah tidur. Kemudian pemuda itu kembali ke kamarnya sendiri dengan hati resah. Ia harus melakukan sesuatu untuk gurunya yang terancam bahaya.

Ia berusaha agar cepat tidur, namun pikiran-pikiran buruk menghantuinya hingga sampai pagi hari ia belum juga sempat memicingkan matanya. Untuk itulah ia segera bangkit dari pembaringan setelah mendengar kokok ayam ketiga. Suara-suara ternak juga meramaikan suasana di pagi itu. Didorong oleh rasa penasaran yang bersarang di hatinya ia segera menuju bilik Bibi Rongkot. Pemuda itu tersenyum melihat Bibi Rongkot sudah bangun. Ia berjingkat, melangkah hati-hati sekali agar tidak membuat perempuan tua itu terkejut dibuatnya. Perempuan tua itu menatap ke dinding dengan pandangan mata kosong seperti melamun. Ia sedang menikmati kinang sirih sambil melamun duduk di bibir dipan. Perempuan tua itu segera menghentikan kunyahannya ketika tahu siapa yang mendorong pintu kamarnya.

"Bi Rongkot?”

 “Ya, Ngger.”

 “Bibi tahu ke mana Ayah pergi semalam?”

 “Katanya beliau pergi ke rumah salah seorang sahabatnya, begitu. Entah sahabat yang mana Bibi tidak tahu, Ngger.”

 “Lama perginya, Bi?”

 “Barangkali tidak terlalu lama, Ngger. Sepertinya Bibi hanya terlelap sebentar. Bibi terbangun dan mendengar Ayahanda menuntun kuda ke kandangnya. Setelah itu, bibi mendengar suara pintu ruang kerja beliau terbuka dan tertutup. Mungkin beliau langsung tidur di ruang kerja, karena bibi tidak mendengar apa-apa lagi sampai menjelang pagi." Arya Kamandanu mau membalikkan tubuh tapi perempuan itu menegornya.

"Ehh, mau ke mana, Ngger?" Setelah mendengar keterangan Bibi Rongkot pemuda itu langsung membalikkan badannya, menjawab pertanyaan perempuan itu sambil lalu.

"Menemui ayahanda, Bi.”

 “Ayahanda sudah berangkat. Beliau hanya berpesan, agar Angger Kamandanu berhati-hati selama beliau tidak di rumah." Arya Kamandanu tidak melanjutkan langkahnya. Ia buru-buru memandang perempuan tua itu dengan mulut setengah menganga dan dahi berkerut hingga kedua alisnya yang tebal nyaris menyatu. Beberapa saat lamanya mereka saling pandang dalam diam. Udara pagi yang dingin tak mampu mendinginkan hati pemuda itu yang dilanda keresahan.Matanya merah karena lelah, marah dan kurang tidur. Ia melangkah lemas sambil memukul jidatnya dengan telapak tangan kanannya saking kesalnya.

Mpu Hanggareksa terus memacu kudanya menuju kota Singasari. Dalam hati dia sudah bertekad akan memfitnah sahabatnya sendiri. Dia merasa sakit hati dan merasa usahanya dijegal oleh Mpu Ranubhaya. Di samping sebenarnya dia merasa iri, bahwa tingkat kemampuannya membuat senjata pusaka masih di bawah sahabatnya itu.

Kuda cokelat tua itu membawa Mpu Hanggareksa menuju ke Singasari. Di belakangnya meninggalkan kepulankepulan debu yang menghalangi pandangan mata. Kuda itu berlari semakin lama semakin cepat hingga akhirnya lenyap di balik tikungan jalan yang menuju kotaraja Singasari.

Setelah berkuda hampir satu hari lamanya, dengan istirahat sejenak di beberapa desa yang dilewatinya, Mpu Hanggareksa dengan selamat bisa memasuki pintu gerbang Istana Singasari. Dia langsung menemui Pranaraja dan menginap di wisma pembesar Singasari itu, yang kemudian keesokan harinya membawanya menghadap Sang Prabu di Paseban Agung. Pagi itu segenap pejabat istana berkumpul di hadapan takhta Sang Prabu Kertanegara yang telah menerima laporan tertulis dari Mpu Hanggareksa.

Terdengar suara mendengung bisik-bisik dan geremeng obrolan mereka sebelum mendengarkan titah Sang Prabu Kertanegara. Terdengarlah gong dipukul dua kali pertanda tiba saatnya Sang Prabu Kertanegara bersabda. Seketika itu suasana menjadi hening dan sunyi. Khidmat penuh penghormatan.

Sang Prabu Kertanegara menghela napas dalam-dalam ketika hendak menyampaikan titahnya, "Aku sudah membaca dengan saksama laporan yang ditulis Paman Hanggareksa. Hmmmm! Apakah laporan ini bisa kupercaya?”

 “Ampun, Gusti Prabu. Laporan itu hamba tulis berdasarkan kenyataan yang ada. Tak ada perlunya hamba memfitnah seorang kawan. Sebagai seorang kawan baik, hamba justru ingin merangkul dan mengajak dia untuk kerja sama mengabdi pada pemerintah Singasari. Tapi begitulah. Mpu Ranubhaya orangnya keras. Hatinya sudah membeku seperti sebongkah es!" kembaliMpu Hanggareksa menghaturkan sembah sampai jidatnya menyentuh lantai paseban yang terbuat dari papan-papan jati yang sudah dihaluskan.

"Paman katakan Mpu Ranubhaya telah menghina pemerintah Singasari, bahkan telah berani menghina aku.

Apa yang sudah dikatakannya itu?”

 “Ampun, Gusti. Hamba tidak sanggup mengulangi perkataannya di depan para hadirin yang berkumpul di balai paseban agung ini. Karena hamba rasa perkataan itu sangat tidak pantas, kalau hamba tidak boleh menyebut sebagai sangat kotor.”

 “Hhhh? Kurang ajar benar si Ranubhaya itu. Apa yang diandalkannya hingga dia berani menghina Kertanegara? Hmmm, baiklah, Paman Hanggareksa. Aku memang tidak akan tinggal diam. Jelas aku akan mengambil tindakan yang tegas." Prabu Kertanegara menghela napas dan pandangannya tertuju pada seorang perwira gagah perkasa dengan kumis melintang tebal menghiasi bibirnya. Yang merasa dilihat menunduk sambil menghaturkan sembah dengan melipat tangan dan diangkat tepat di depan dadanya.

"Ranggalawe!”

 “Hamba, Gusti Prabu," suara itu besar, mantap dan dalam. Sekali lagi Ranggalawe menghaturkan sembah. Kali ini jidatnya sampai menyentuh ke lantai.

"Berangkatlah ke Kurawan! Bawalah serta dua puluh orang prajurit. Kau kuperintahkan untuk menasihati orang yang bernama Mpu Ranubhaya.”

 “Hamba, Gusti Prabu.”

 “Kalau dia tidak mau kaunasihati dan tidak mau mencabut kata-katanya yang telah menghina pemerintah Singasari dan bahkan menghina pribadi Kertanegara, tangkaplah orang itu. Kalau dia melawan, kuperintahkan agar kau membunuhnya.”

 “Baik, Gusti. Hamba siap menjalankan perintah Gusti.

Lalu kapan hamba harus berangkat?”

 “Sekarang juga. Kau bisa bersama-sama Paman Hanggareksa sebagai penunjuk jalan.”

 “Baik, Gusti. Perintah Gusti Prabu hamba junjung tinggi," lagi-lagi Ranggalawe menghaturkan sembah.

Dengan matanya yang tajam ia mencuri pandang ke arah junjungannya. Kemudian ia duduk seperti posisi sebelumnya dengan sekali-kali melirik ke arah Mpu Hanggareksa yang juga duduk menunduk penuh hormat.

Ranggalawe adalah seorang kepala pasukan yang membawahi dua ratus orang prajurit. Dia adalah putra Arya Wiraraja. Arya Wiraraja atau Banyak Wide telah dilorot kedudukannya sebagai Demung, dan sekarang menjadi seorang adipati di Sumenep.

Hari itu juga, begitu keluar dari paseban agung Istana Singasari, Ranggalawe langsung mengumpulkan orangorangnya Ikut dalam rombongan itu Pranaraja, Jarawaha dan Ganggadara. Rombongan yang terdiri dari dua puluh lima orang itu pun berangkat ke Kurawan. Debu-debu beterbangan di jalan ketika kuda-kuda mereka melewati pusat kota Singasari. Derap kaki kuda terdengar riuh rendah diselingi ringkikan-ringkikan perkasa. Dua puluh lima orang penunggang kuda itu begitu bersemangat mengendarai kuda hingga kuda yang ditunggangi mereka saling dahulu mendahului.



@@@

? Rombongan berkuda terus bergerak meninggalkan perbatasan kota Singasari, dengan mengendarai kuda hitam yang bernama Nila Ambara, Ranggalawe berada paling depan barisan. Sementara di belakangnya Mpu Hanggareksa yang berkuda berdampingan dengan Pranaraja. Di belakang mereka Jarawaha dan Ganggadara, yang dengan tangkas mengendarai kudanya masing-masing, sambil sekali-sekali menengok ke dua puluh orang prajurit di belakangnya Ketika matahari sudah mencapai ujung langit barat, barulah mereka sampai di suatu tempat yang memaksa mereka menginap di sana, sebab perjalanan menuju desa Kurawan tidak bisa dilalui dengan aman, jika malam hari.

Selain melewati tebing-tebing terjal gangguan begal, perampok dan para penjahat sering kali terjadi di sepanjang jalan menuju desa itu.

Rombongan itu berhenti di depan sebuah penginapan, yang lebih merupakan tempat tinggal penduduk biasa yang membuka warung di dalam rumah. Petang itu tampak beberapa orang duduk di serambi penginapan. Dua orang yang duduk di sana adalah pelayan penginapan itu, sedangkan dua orang lainnya adalah prajurit Singasari yang diutus Ranggalawe memesan kamar untuk beristirahat.

"Ehh, hehe. Apa yang bisa saya bantu, Tuan? Tuan berdua membutuhkan ruangan untuk istirahat malam ini?" tanya seorang pelayan yang sengaja dibuat-buat agar kelihatan sopan. Sikap pelayan itu membuat kurang senang kedua prajurit Singasari itu.

"Bukan berdua. Kami prajurit Singasari. Kami semua ada dua puluh lima orang," jawab Jarawaha kasar. "Ohh, ehh... jadi Tuan satu rombongan dengan prajurit-prajurit Singasari itu? Wah, wah... mana mungkin kami bisa menampung semuanya? Rumah penginapan ini kecil, Tuan.

Hanya ada lima belas ruangan. Itu pun ada dua kamar yang tidak bisa ditempati, karena membutuhkan perbaikan.”

 “Kami hanya membutuhkan lima kamar saja, pelayan," jelas Jarawaha ketus dan angkuh.

"Kau tidak usah pusing memikirkan di mana prajuritprajurit itu akan tidur malam ini. Mereka bisa memasang tenda di halaman rumah penginapan ini," tukas Ganggadara.

"Oooo, kalau begitu bisa, Tuan. Tentu saja bisa. Jadi, hanya lima ruangan yang harus kami siapkan? Baik. Baik, Tuan." Percakapan antara pelayan dengan Jarawaha dan Ganggadara itu didengarkan dengan baik oleh orang yang duduk di sudut serambi penginapan itu. Kedua orang itu sudah tahu, siapa kedua prajurit Singasari itu, maka seorang di antara mereka ingin membuat gara-gara. Salah seorang yang berbadan tegap dengan otot-otot menonjol itu kasar sekali menggebrak meja. Terdengar suara berderak karena ada cangkir yang menggelinding.

"Pelayan! Bukan hanya mereka itu yang menjadi tamu di rumah penginapan ini. Kami pun berhak untuk dilayani dengan baik." Lelaki berotot itu bangkit dan melotot pada pelayan.

"Oh, eh,...ya, Tuan. Tuan berdua membutuhkan apa?" tanya pelayan dengan wajah pucat pasi karena pelayan itu sudah tahu persis siapa kedua pemuda berotot itu.

"Tambah lagi mangkuk tuakku itu!" pinta yang seorang dengan kasar sekali.

"Jangan takut kami tidak akan membayar, pelayan," kata yang seorang yang lebih pendek.

"Ehh, ya. Ya, baik, Tuan. Sabar, akan saya ambilkan tuak buatan desa Apajeg yang paling enak. Silakan menunggu sebentar, Tuan.”

 “Jangan terlalu lama!" bentak pemuda yang tadi menggebrak meja. Keduanya saling bisik, bahwa sebelumnya mereka pernah bertemu dengan kedua prajurit Singasari yang memesan kamar.

"Hmmm, ya. Aku ingat. Kita bertemu di desa Jasun Wungkal beberapa waktu yang lalu.”

 “Aku juga masih belum lupa siapa kalian berdua ini.

Bukankah yang ini Jaran Bangkai?" sahut Jarawaha sambil menunjukkan telunjuk tangan kirinya. Mereka memang Jaran Bangkai dan Jaran Lejong. Ganggadara mengingat keduanya dengan baik dan ia melihat mereka dengan pandangan dingin. Beberapa saat mereka saling pandang dan tersenyum-senyum dengan angkuh, "Ingatan Tuan berdua masih cukup baik," kata Jaran Bangkai nyinyir.

"Apakah tuan-tuan kali ini juga mau ke Kurawan?" tanya Jaran Lejong berlagak bodoh. "Kalian tidak perlu tahu tujuan perjalanan kami," jawab Jarawaha ketus.

"Ahh, yaaaa... tuan-tuan adalah prajurit. Kami lupa, bahwa tuan-tuan sebagai prajurit tidak boleh berbicara sembarangan," tukas Jaran Bangkai sinis sekali.

Sejenak mereka diam karena pelayan tadi telah kembali dengan membawa tuak di nampan. Di atas nampan itu terletak sekendi tuak murni. Lalu pelayan itu menaruh sekendi tuak itu ke atas meja tepat di depan Jaran Bangkai dan Jaran Lejong.

"Heheheh. Ini tuaknya, Tuan! Hehehehe... silakan minum. Tapi...ehh, tapi....”

 “Tapi apa?" bentak Jaran Lejong tak sabar.

Pelayan itu menunduk sambil mencuri-curi pandang pada kedua berandal itu.

"Tapi maaf, Tuan jangan sampai mabok!" katanya terdengar ketakutan dan mundur beberapa tindak melirik ke arah prajurit Singasari dan kembali beralih pada Jaran Bangkai dan Jaran Lejong yang sudah meraih kendi tuak itu serta menuangkan isinya ke mangkuknya masing-masing.

"Apa urusanmu? Mau mabok atau mau jungkir balik, yang penting aku akan bayar tuakmu!" jawab Jaran Lejong tanpa menghiraukan pelayan itu lagi.

"Bukan begitu, Tuan. Soalnya sekarang ini sedang ada banyak tamu. Kebetulan mereka adalah prajurit-prajurit Singasari.”

 “Aku tidak peduli. Kami juga tamu di sini. Kami punya hak yang sama dengan mereka. Dan tidak ada peraturan minum tuak sampai mabok di rumah penginapan mana pun juga," tukas Jaran Lejong kasar sekali dan meneguk tuak langsung dari kendi.

"Bukan begitu, Tuan.Maksud saya, ehh....”

 “Jangan cerewet, pelayan! Nanti kusumbat mulutmu dengan kepalan tanganku ini!" bentak Jaran Bangkai dengan mulut masih penuh tuak sehingga cairan itu muncrat dari bibirnya. Jaran Bangkai menyorongkan mangkuknya yang sudah kosong dan minta dituangkan lagi.

Jaran Lejong segera menuangkan kendi tuak yang masih digenggamnya pada mangkuk Jaran Bangkai Ia letakkan kendi tuak itu pada meja agak kasar. Lalu mengangkat mangkuknya sendiri dan menenggak isinya sekali tenggak hingga asat.

"Ayo, Kakang Jaran Bangkai! Kita minum sepuas hati kita. Jangan hiraukan mereka itu." Demikianlah kedua berandal itu tidak menghiraukan kata-kata pelayan. Mereka minum tuak sampai matanya merah dan mulutnya berbusa karena terlalu banyak minum.

Keduanya memandang sinis sekali pada kedua prajurit Singasari yang berdiri dan melangkah pergi karena tidak ingin terjadi keributan di penginapan itu.

@@@


BERSAMBUNG

TUTUR TINULAR 4 - Lembah Berkabut (5)

Tuesday, February 7, 2012

James Bond 007

James Bond 007



James Bond 007


Intelligent thinkers have companions review on the legendary film james bond. certainly familiar with the title of this film. actions are very good we can see in this film friends. This film shows a very sophisticated technology will, complete weapons system ditampilkn on this filn. Carried on a secret mission full of challenges.
For the character, see James Bond (character). For the film series, see James Bond in the film. For the novels, see James Bond novels. For other uses, see James Bond (disambiguation).The semi-protectedJames BondJames Bond, 007 characterFleming007impression.jpgIan Fleming's image of James Bond; commissioned to aid the Daily Express comic strip artists.The film will star Daniel Craig in his third portrayal of Bond: he is the sixth actor to play Bond in the Eon series.
Creation and inspirationMain articles: James Bond (character) and Inspirations for James BondAs the central figure for his works, Ian Fleming created the fictional character of James Bond, an intelligence officer in the Secret Intelligence Service, commonly known as MI6. NameFleming took the name for his character from That of the American ornithologist James Bond, a Caribbean bird expert and author of the definitive field guide Birds of the West Indies; Fleming, a keen birdwatcher Himself, had a copy of Bond's guide and he later explained to the ornithologist's wife that "It struck me that this brief, unromantic, Anglo-Saxon and yet very masculine name was just what I needed, and so a second James Bond was born".
Bond's tastes are also Often taken from Fleming's own as was his behavior, with Bond's love of golf and gambling mirroring Fleming's own.
LooksDecided Fleming Bond should look a little like both the American singer Hoagy Carmichael and Himself and in Casino Royale, Vesper Lynd remarks, "Bond reminds me rather of Hoagy Carmichael, but there is something cold and ruthless." "BackgroundIt was not until the Penultimate novel, You Only Live Twice, that Fleming gave Bond a sense of family background. Fleming did not Provide Bond's date of birth, but John Pearson's fictional biography of Bond, James Bond: The Authorised Biography of 007, Bond Gives a birth date on 11 November 1920, whilst a study by John Griswold puts the date at 11 November 1921.Novels and related worksMain article: James Bond novelsIan Fleming novelsGoldeneye, in Jamaica, where Fleming wrote all the Bond novels.
Comics mediumMain articles: James Bond (comic strip) and James Bond comic booksJohn McLusky's rendition of James Bond.To aid the Daily Express in illustrating Bond, Fleming commissioned an artist to create a sketch of how he believed James Bond looked.
Several comic book adaptations of the James Bond films have been published through the years: at the time of Dr. No's release in October 1962, a comic book adaptation of the screenplay, written by Norman J. Nodel, was published in Britain as part of the Classics Illustrated Anthology series.With the release of the 1981 film For Your Eyes Only, Marvel Comics published a two-issue comic book adaptation of the film. New Bond stories were also drawn up and published from 1989 onwards through Marvel, Eclipse Comics and Dark Horse Comics .FilmsMain article: James Bond (film series)The Eon Productions filmsIn 1962 Eon Productions, the company of Canadian Harry Saltzman and Albert R. American "Cubby" Broccoli released the first cinema adaptation of an Ian Fleming novel, Dr. No, featuring Sean Connery as 007.

James Bond 007

Monday, February 6, 2012

Sejarah Tahun Baru 1 Januari

Sejarah Tahun Baru 1 Januari


Sahabat pemikir cerdas ,kini kita telah memasuki tahun baru sahabat. Bagaimana acara menyambut tahun baru sahabat?  Apa sangat menyenangkan? Malam tahun baru itu identik dengan kembang api sahabat. Nah sahabat tau g kenapa malam tahun baru itu identik dengan kembang api sahabat? Sahabat ternyata semua itu ada sejarahnya juga sahabat. yuk kita simak ulasan berikut ini sahabat.Maaf ya sahabat baru postnya sekarang  walaupun terlambat yang penting infonya tersampaikan sahabat..

TANGGAL TAHUN BARU

Kalender Romawi kuno menggunakan tanggal 1 Maret sebagai Hari Tahun Baru. Belakangan, orang Romawi Kuno menggunakan tanggal 1 Januari sebagai awal tahun yang baru. Pada Abad Pertengahan, kebanyakan negara-negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret, hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru. Hingga tahun 1600, kebanyakan negara-negara Barat telah menggunakan sistem penanggalan yang telah direvisi, yang disebut kalender Gregorian.

Kalender yang hingga kini digunakan itu menggunakan 1 Januari kembali sebagai Hari Tahun Baru. Inggris dan koloni-koloninya di Amerika Serikat ikut menggunakan sistem penanggalan tersebut pada tahun 1752. Kebanyakan orang memperingati tahun baru pada tanggal yang ditentukan oleh agama mereka. Tahun baru umat Yahudi, Rosh Hashanah, dirayakan pada bulan September atau awal Oktober. Umat Hindu merayakannya pada tanggal-tanggal tertentu. Umat Islam menggunakan sistem penanggalan yang terdiri dari 354 hari setiap tahunnya. Karena itu, tahun baru mereka jatuh pada tanggal yang berbeda-beda pada kalender Gregorian tiap tahunnya.


SEJARAH DAN CARA MERAYAKAN DI MASA LAMPAU
Kebanyakan orang di masa silam memulai tahun yang baru pada hari panen. Mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan untuk meninggalkan masa lalu dan memurnikan dirinya untuk tahun yang baru. Orang Persia kuno mempersembahkan hadiah telur untuk Tahun Baru, sebagai lambang dari produktivitas. Orang Romawi kuno saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Bulan Januari mendapat nama dari dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang). Orang-orang Romawi mempersembahkan hadiah kepada kaisar. Para kaisar lambat-laun mewajibkan hadiah-hadiah seperti itu. Para pendeta Keltik memberikan potongan dahan mistletoe, yang dianggap suci, kepada umat mereka. Orang-orang Keltik mengambil banyak kebiasaan tahun baru orang-orang Romawi, yang menduduki kepulauan Inggris pada tahun 43 Masehi.

Pada tahun 457 Masehi gereja Kristen melarang kebiasaan ini, bersama kebiasaan tahun baru lain yang dianggapnya merupakan kebiasaan kafir. Pada tahun 1200-an pemimpin-pemimpin Inggris mengikuti kebiasaan Romawi yang mewajibkan rakyat mereka memberikan hadiah tahun baru. Para suami di Inggris memberi uang kepada para istri mereka untuk membeli bros sederhana (pin). Kebiasaan ini hilang pada tahun 1800-an, namun istilah pin money, yang berarti sedikit uang jajan, tetap digunakan. Banyak orang-orang koloni di New England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.



PERAYAAN MODERN
Sekalipun tahun baru juga merupakan hari suci Kristiani, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Amerika. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.


Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana.


Perayaan Tahun Baru
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi maupun orang Kafir yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari.

Orang Katolik ikut merayakan Tahun Baru tersebut dan mereka mengadakan puasa khusus serta ekaristi berdasarkan keputusan Konsili Tours pada tahun 567. Pada mulanya setiap negeri mempunyai perayaan Tahun Baru yang berbeda-beda. Di Inggris dirayakan pada tanggal 25 Maret. Di Jerman dirayakan pada hari Natal sedangkan di Perancis dirayakan pada Hari paskah.

Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.

Sejarah Tahun Baru 1 Januari

Kata - Kata Valentine day 14 Februari

Kata - Kata Valentine day 14 Februari

kata kata cinta,kata kata mutiara,kata motivasi,pidato singkat,berita bola,kata kata gombal,kata kata lucu,cerpen pendidikan,cerpen sedih,tutorial blog,zodiak,ramalan bintang,berita terkini,otomotif,kata selamat ulang tahun,kata selamat hari ibu,kata kata galau

Kata - Kata Valentine day 14 Februari

 Sahabat pemikir cerdas  Valentine day  sudah dekat yakni pada tanggal 14 Februari besok ini sahabat.
Harinya kasih sayang sahabat, sahabat lagi cari Kata - Kata Valentine day  ya. sahabat tepat berada disini.  disini juga ada Kata - Kata Valentine day via SMS sahabat. Tapi tunggu sebentar sahabat ,sahabat sudah mengetahui sejarah dari valentine day ? Nah bagi sahabat yang belum taw berikut ini ada sedikit ulasan mengenai sejarahnya sahabat.


Hari Valentine  atau disebut juga Hari Kasih Sayang, 14 Februari PADA Tanggal adalah sebuah Hari di mana para Kekasih Dan mereka Yang sedang jatuh Cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat. Asal-muasalnya Yang gelap sebagai sebuah Hari Raya Katolik Roma didiskusikan di Artikel Santo Valentinus. Beberapa pembaca mungkin ingin membaca Entri Valentinius pula. Hari raya Suami MEDIA NUSANTARA mungkin diasosiasikan Mencari Google Artikel Cinta Yang romantis sebelum Awal Abad Pertengahan ketika konsep-konsep macam Suami diciptakan.

Hari raya Suami Tenggaraharja Komisaris terutama diasosiasikan Mencari Google Artikel para pencinta saling bertukaran notisi Yang-notisi dalam bentuk "valentines". Simbol yang modern Valentine ANTARA Lain termasuk sebuah Kartu berbentuk Hati Dan Gambar sebuah Cupido (penerjemah: cupid) bersayap. MULAI Abad Ke-19, tradisi Penulisan notisi pernyataan Cinta mengawali Produksi Kartu ucapan secara Massal. Kartu Ucapan Association (Asosiasi Kartu ucapan AS) memperkirakan bahwa di seluruh Dunia sekitar Satu Miliar Kartu valentine dikirimkan per Tahun. Hal inisial membuat Hari Raya Suami merupakan Hari Raya terbesarnya kedua Penghasilan kena pajak Natal di mana Kartu-Kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi Yang Sama Suami juga memperkirakan bahwa para wanitalah Yang membeli kurang lebih 85% * Semua bahasa Dari Kartu valentine.

Tradisi Hari Valentine di negara-negara non-Barat


 Di jepang, Hari Valentine sudah muncul BERKAT pemasaran Besar-besaran, sebagai Hari di mana para Wanita memberi para Pria Yang mereka senangi Permen Cokelat. Namun Hal inisial tidaklah dilakukan secara Sukarela melainkan menjadi sebuah kewajiban, terutama * Bagi mereka Yang bekerja di Kendaraan-Kendaraan. Mereka memberi Cokelat kepada para Teman Kerja Pria mereka, kadangkala Mencari Google Artikel biaya Besar. Cokelat Suami disebut sebagai Giri-choko, Dari Kata giri (kewajiban) Dan choco (Cokelat). Lalu BERKAT USAHA pemasaran lebih lanjut, sebuah Hari balasan, disebut "Hari Putih" (White Day) muncul. PADA Hari ini (14 Maret), Pria Yang sudah mendapat Cokelat PADA Hari Valentine diharapkan memberi sesuatu disajikan Sesudah.

Di Taiwan, sebagai tambahan bahasa Dari Hari Valentine Dan Hari Putih, Masih ADA Satu Hari Raya Lainnya Yang mirip Mencari Google Artikel kedua Hari Raya Suami ditilik bahasa Dari fungsinya. Namanya adalah "Hari Raya Anak Perempuan" (Qi Xi). Hari ini diadakan PADA Hari Ke-7, Bulan Ke-7 * Menurut Tarikh Kalender kamariyah Tionghoa.

Di Indonesia, sector bertukaran surat ucapan antar Kekasih juga MULAI muncul. Budaya Suami menjadi sector lumayan tenar di kalangan Anak muda. Bentuk perayaannya bermacam-macam, MULAI bahasa Dari saling Berbagi kasih Mencari Google Artikel pasangan, orangutan Tua, orangutan-orangutan Yang kurang beruntung secara materi, Dan mengunjungi panti asuhan di mana mereka sangat membutuhkan kasih sayang bahasa Dari Sesama manusia. Pertokoan Dan media (stasiun TV, radio, Dan Majalah Remaja) terutama di kota-kota Besar di Indonesia Marak mengadakan Acara-Acara Yang berkaitan Mencari Google Artikel valentine.

 Nah sahabat selesai baca sejarahnya ini dia Kata - Kata Valentine day  yang sahabat cari. Semoga bermanfaat sahabat.
Kata - Kata Valentine day 14 Februari

If a kiss was a raindrop i'd send u showers.
If a hug was a second i'd send u hours.
If a smile was water i'd send u a sea.
If love was a person i'd send u me.....

Love can be expressed in many ways.
One way I know is to send it across the distance to the person who is reading this.

If I could change the alphabet,
I would put U and I together!

Minsan caring is better than loving.
Minsan tea is better than coffee.
Minsan smile is better than laughter.
Pero nobody is better than you.

You look great today.
How did I know? Because you look great everyday.

What is love? Those who don’t like it call it responsibility.
Those who play with it call it a game.
Those who don’t have it call it a dream.
Those who understand it call it destiny.
And me, I call it you.

What is love? It is what makes your cell phone ring every time I send text messages.

If love can be avoided by simply closing our eyes,
then I wouldn’t blink at all for
I don’t want to let a second pass having fallen out of love with you.

I used to think that dreams do not come true,
but this quickly changed the moment I laid my eyes on you.

Press down if you miss me. Talaga? Sweet mo naman.
You really miss me huh? Still pressing down. Impressed na ako, ha?
Sobrang miss na yan. Well, I miss you too.

Words begin with ABC.
Numbers begin with 123.
Music begins with do, re, mi.
And friendship begins with you and me!

I’m on a mission to get over you, in other words mission impossible.

Love.
All my life I have read about it,
dreamt of it,
waited for it,
cried for it,
needed it.
Now with you,
I have found it.

If I had the letters “HRT”,
I can add “EA” to get a “HEART” or a “U” and get “HURT”.
But I’d rather choose “U” and get “HURT”
than have a “HEART” without “U”.

You may never see how much I care for you.
You may never hear how much I treasure you.
You may never feel how much I miss you.
Coz only here in my heart can you see them true.

There are 4 steps to happiness: 1. you, 2. me, 3. our hearts, 4. together!

If kisses were water,
I’d give you the ocean.
If hugs were leaves,
I’d give you a forest.
If love were space,
I’d give you a galaxy.
If friendship were life,
I’d give you mine for free.

It’s hard to say hello because it might be goodbye.
It’s hard to say I’m okay because sometimes I’m not.
But it’s easy to say I miss you coz I know that I really do.

Roses are red, violets are blue. I am waiting to hear from a cute guy like you.

Hatred infects the mind; love dissolves it. You dissolve my mind.

Don’t say you love me unless you really mean it cause I might do something crazy like believe it.

If I could be any letter in the alphabet, I’d choose “V” so I can be next to “U”; if you could be any note, I wish you’re “RE” so your always beside “ME”!

Every part of me wants you, maybe because I was made just for you!

I have you! If you hate me, shoot me with an arrow, but please not on the heart coz that’s were you are!

It was a simple crush, done and over with, then you looked at me.

I have heard from the phone company,
the water company,
the electric company,
but haven’t heard from you.

Too bad, it’s your company I love the most.
I’m afraid to close my eyes coz I might think of you.
I’m afraid to open them coz I might see you.
I’m afraid to move my lips coz I might speak of you.
I’m afraid to listen coz I might hear my heart fall for you.

I’m sorry to be smiling every time you’re near.
I’m sorry my eyes twinkle whenever you’re here.
I’m sorry that cupid has made his hit.
I’m sorry I love you,
I can’t help it.

Caring for someone is easy but making someone care for you is hard.
Now I keep wondering how did you make it so easy for me to care for you.

A kiss can be a comma, a question mark or an exclamation point.
That's basic spelling that every woman ought to know.

How did it happen that our lips came together?
How does it happen that birds sing,
that snow melts, that the rose unfolds, that the dawn whitens
behind the shapes of trees on the quivering summit of the hill?
A kiss, and all was said.

Let's share the world
A sea is for you, and waves are for me.
The sky is for you, and stars are for me.
The sun is for you, and light is for me.
Everything is for you, and you are for me.

If I could die early I would ask God if I could be your guardian angel, so I could wrap my wings around you and embrace you whenever you feel alone.

Sometimes we make love with our eyes.
Sometimes we make love with our hands.
Sometimes we make love with our bodies.
Always we make love with our hearts.

If Your asking if I Need U the answer is 4Ever
If Your asking if I'll Leave U the answer is Never
If Your asking what I value the Answer is U
if Your asking if I love U the answer is I do.


saat mendengar gemericik letusan senapan
hati ini was-was terdengar seruan orang
hati terberanjak keluar
mata melotot meneteskan air mata melihat darah berceceran
hati diam berdoa di kegelapan malam
berdoa kepada para pejuang yang meninggalkan dunia

Bersamamu, setiap hari adalah Valentine.
Setelah semua yang kau berikan selama ini,
rasanya terlalu pelit jika hari ini
aku tidak mengucapkan kata cinta padamu. Selamat hari Valentine.
Bersiaplah, hari ini aku akan menyatakan rasa cinta padamu.
(Tolong dirahasiakan sebelum aku benar-benar menyatakannya).
Hari ini aku diomelin sama bos,
dikomplain oleh klien, macet total di jalan,
komputer hang berat.
Semuanya tidak membuat aku lupa menyatakan cinta padamu.
Selamat hari Valentine.
Jika aku seorang menteri,
aku akan memgumumkan rasa sayangku padamu
di sidang kabinet.
Cintaku padamu seperti harga BBM dan tarif listrik PLN,
setiap saat selalu meningkat.
Maaf, hari ini hanya ada satu SMS untukmu. Selamat hari Valentine.
Selamat Valentine. Terima kasih pada ibumu yang telah melahirkan
kamu sehingga membuat aku bisa mengenal orang sebaik kamu
Kukirimkan rasa sayangku padamu, bersama 14 digit voucher Simpati
bernomor 1234567890123. Selamat hari Valentine.
Di mejaku ada sebuah pena, seperangkat komputer,
setumpuk berkas-berkas, secarik memo,
dan secangkir kopi. Di dalam laci ku ada sekantong cinta,
akan kubawa pulang untukmu.
Jika cintamu dapat ku dibeli, aku akan membayarnya dengan kartu kredit.
Namun kamu tidak menjual cinta, tapi menggratiskannya untukku. Terima kasih.
Walaupun pulsaku udah sekarat, aku akan tetap mengirim SMS cinta
untukmu. Selamat hari Valentine.
Tuhan memberikan rasa cinta dalam diriku, dan aku memberikannya
padamu. Please yach, jangan diberikan lagi pada orang lain.
Hari ini, setiap satu jam sekali aku kirimkan SMS cinta untukmu.
selamat hari Valentine
Hari ini aku mencintaimu. Jika besok aku lupa, tolong ingatkan aku
dengan cintamu.
Pikirkanlah baik-baik sebelum mengambil keputusan. Tetapi untuk mencintaiku,
jangan berpikir terlalu panjang.
Bersama SMS ini, kami sampaikan rasa sayang yang tulus. Demikianlah
SMS ini disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Selamat hari Valentine.
Kata cinta terdengar kuno dan norak bagi mereka yang tidak merasakannya. Aku
tidak kuno dan norak untuk menyampaikannya padamu.
Terima kasih, kamu telah mengajariku menjadi lelaki yang kodratnya
mencintai seorang wanita.
Jangan ucapkan kata cinta untukku. Aku sudah tahu,
sebab akupun merasakannya, karena aku
mencintaimu.
Aku kirim SMS cinta ini untukmu. Mohon jangan dibalas. Aku takut
kamu menjawab sebaliknya.
SMS ini tidak cukup mengungkapkan rasa cintaku padamu, meski
biayanya cukup murah dan praktis.
Jika cinta adalah batu, aku akan menimpukmu berkali-kali sampai dirimu
benjol olehnya.
Kuharap batu hatimu yang terkikis kutetesi kasih setiap pagi. Selamat
hari valentine.
Cinta yang mengebu lebih banyak bohongnya. Aku mencintaimu dengan
biasa saja. Seperti Matador dengan Bantengnya.
Aku sungguh mencintaimu. Selamat hari Valentine. Teruskan SMS ini
kepada rekan anda yang lain. Selamat berjuang.
Ada 12 bulan dalam setahun, 30 hari dalam sebulan, 7 hari dalam seminggu, 60 detik dalam satu jam. Tapi hanya ada kamu seorang sepanjang hidupku.
Happy Valentine Day ya cinta.

Dalam benak orang bijak ada ide, solusi dan alasan. Dalam benak para ahli ada formula kimia, teori dan rumus. Di dalam benakku, hanya ada diri kamu.

Aku pernah berpikir, aku tak akan bisa mewujudkan impianku. Tapi pikiran itu sekejap hilang sejak aku melihat dirimu.

Saat melihatmu, aku takut menyentuhmu. Saat menyentuhmu, aku takut menciummu. Saat menciummu, aku takut mencintaimu. Saat mencintaimu, aku takut kehilanganmu.

Andai aku jadi bantal, aku akan biarkan kau bersandar. Andai aku jadi tempat tidur, biar kau berbaring. Andai aku jadi selimut, akan kupeluk kau dengan erat.

Alasan kenapa aku kangen kamu: karena kamu manis, kamu baik, kamu cakep deh, dan kamu belum SMS-in aku. ( SMS Valentine )

Boleh nggak sih aku bilang aku cinta kamu hari ini? kalau besok gimana? besok lusa? besoknya besok lusa? gimana kalau untuk selamanya.

SMS Valentine – Kata-kata Valentine 2012

Aku tahu SMS ini tidak cukup untuk menyampaikan rasa sayangku
padamu.

Setelah semua yang kau berikan, rasanya terlalu pelit jika hari ini
aku tidak mengucapkan kata cinta padamu. Selamat hari Valentine.

Bersiaplah, hari ini aku akan menyatakan cinta padamu. (Tolong
dirahasiakan sebelum aku benar-benar menyatakannya).

Hari ini aku diomelin bos, dikomplain klien, macet di jalan,
komputer hang. Semuanya tidak membuatku lupa menyatakan cinta padamu. Selamat hari Valentine.

Jika aku seorang menteri, aku akan memgumumkan rasa sayangku padamu di sidang kabinet.
Cintaku padamu seperti harga BBM dan tarif listrik, setiap saat
selalu meningkat.

Maaf, hari ini hanya satu SMS untukmu. Selamat hari Valentine.

Selamat Valentine. Terima kasih pada ibumu yang telah melahirkan
kamu.

Di mejaku ada sebuah pena, seperangkat komputer, setumpuk berkas,secarik memo, dan secangkir kopi pahit. Di dalam laci ada sekantong cinta,akan kubawa pulang untukmu. 

Kata - Kata Valentine day 14 Februari